🍁🍁🍁
Asyam masih terpaku di tempatnya, ia tidak mungkin salah dengar.
Tadi istrinya bilang... Tolong beliin Ifa pembalut! Pembalut?
Ya Tuhan bahkan Asyam tidak tahu bentuknya seperti apa!
Alih-alih menolak permintaan sang istri Asyam justru berkata. "Tunggu sebentar."
Entah apa yang harus ia lakukan sekarang, tidak mungkin kan ia menyuruh orang lain untuk membeli kebutuhan pribadi istrinya sendiri.
Tidak ingin membuat sang istri menunggu lama, Asyam memacu kendaraannya menuju supermarket terdekat yang buka 24 jam. Ini masih pagi jadi ia sedikit lebih lega.
Hanya ada dua kasir dan satu pramuniaga yang berjaga di sana serta dua orang pembeli.
Asyam menyusuri rak demi rak yang berjejer. Hingga netra kelamnya menemukan apa yang ia cari. Namun ada banyak merk dengan bentuk yang sedikit agak berbeda, ia tidak tahu apa perbedaannya. Dan ia lupa menanyakan merk apa yang biasa istrinya pakai.
Keberadaannya di blok khusus perempuan ini agak mencolok. Ia risih sebenarnya di perhatikan oleh dua kasir di depan sana yang terus cekikikan. Entah apa yang lucu.
Hingga salah satu dari mereka menghampirinya, menanyakan apa yang sedang ia cari. "Memang pembalutnya untuk siapa bang? Untuk adiknya ya?" Katanya dengan pipi yang sedikit merona.
Asyam meliriknya sekilas. "Bukan."
"Oh pasti untuk kakaknya Abang ya?" Katanya lagi.
"Untuk istri saya." Mengabaikan wajah terkejut wanita tersebut. Asyam berjalan menuju kasir untuk membayar. Ia tidak tahu mana yang lebih baik Asyam mengambil dua merk dengan bentuk yang berbeda, semoga ia tidak salah membeli.
Setelah membayar ia segera pergi meninggalkan tempat tersebut. Memacu kembali kendaraan beroda empat itu untuk kembali ke hotel.
Asyam mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan ia tidak menemukan sang istri di sana, Asyam berjalan mendekati pintu kamar mandi lalu mengetuknya.
Setelah mendapat jawaban pintu itu perlahan terbuka, namun hanya ada sebelah tangan yang terulur keluar. Asyam terkekeh geli. Ia menyodorkan kantung plastik yang ia pegang. Lalu pintu kembali tertutup setelahnya. Ia hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah istrinya.
Yang Asyam tidak tahu, bahwa Hanifa mati-matian menahan malu di dalam sana.
Setelah menyelesaikan urusannya, Hanifa menguatkan mental dan menebalkan muka untuk kembali berhadapan dengan suaminya. Walau bagaimana pun ia tidak mungkin terus mengurung diri di sana, perutnya bahkan sudah berbunyi minta di isi.
Hanifa keluar dengan memakai Abaya hitam yang di berikan ibu mertuanya. Entahlah ia tidak mengerti Abaya cantik ini begitu pas melekat di tubuhnya.
Ia menemukan suaminya sedang asik kembali menekuni laptopnya. Entah apa yang suaminya kerjakan. Ia tidak berani bertanya, setidaknya untuk saat ini.
Hanifa berjalan menuju meja rias yang letaknya tak jauh dari ranjang. Ia membuka tas selempang yang selalu ia bawa menggeledah isinya berharap bisa menemukan sisir untuk membuat rambutnya menjadi lebih baik. Namun nihil isinya hanya ada dompet handphone power bank bedak dan lip gloss. Terpaksa Hanifa menggunakan jari jemarinya untuk mengurai rambutnya yang kusut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Akad
RomanceHanifa Azzahra tidak pernah menyangka dalam 25 tahun hidupnya akan mengalami pernikahan dalam jarak ribuan kilometer, dengan pria asing yang belum pernah di temuinya sama sekali. Entah apa yang di pikirkan sang Ayah, hingga melangsungkan Akad nikah...