Part - 5

3.1K 197 2
                                    

🍁🍁🍁

Begitu kata sah menggema tubuh Hanifa menegang jantungnya berdegup kencang, sekarang dirinya sudah menjadi seorang istri. Tanpa ia sadari air matanya mengalir begitu saja, usapan halus pada pipinya mengalihkan perhatian Hanifa pada wanita yang sudah ia anggap ibu di negara yang kini ia tinggali. Ibu Nur memeluknya lalu membisikkan kata-kata yang mampu membuatnya semakin terisak. "Barakallahu laka wa Baraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii Khair,"

"Jangan menangis nak, tuh lihat Bumi jadi ikutan nangis," ucapan Bu Nur menyadarkan Hanifa ia segera Manarik diri dari pelukan wanita paruh baya itu, untuk melihat putranya. Bumi yang ada dalam pangkuannya kini tengah menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Hidungnya bahkan sudah memerah.

"Mama anan angis," ucapnya dengan bibir bergetar.

"Mama nggak nangis kok sayang, mama tadi cuma kelilipan," balas Hanifa serak.

"Bumi nanti ikut mama ketemu nenek kakek ya nak?" ucapan Hanum menyadarkan Hanifa bahwa ia masih tersambung video call pada Bundanya.

"Nenek Bumbum anen," ucapnya, membuat Hanum terkekeh pelan.

"Nenek juga kangen sayang, nanti Bumbum ikut mama sama Papa, ke Indonesia ya sayang," mata bulat Bumi mengerjap lucu. Ia tidak mengerti apa yang neneknya ucapkan. "Bumbum nya Papa," tanyanya polos.

"Punya dong sayang, iya kan ma?" Hanum sengaja menggoda putrinya itu.

Hanifa salah tingkah ia manggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Bumbum main dulu ya nak, mama mau bicara dulu sama nenek," anak laki-lakinya itu mengangguk patuh.

Hanifa menghela nafas lega. "Bunda ih, kan kakak belum bilang apa-apa sama Bumi,"

"Ya di kasih tahu dong sayang, karena cepat atau lambat nak Asyam juga akan menyusul kalian kesana," balasnya.

"Kapan Bun? Kok kakak gak tahu," tanyanya panik.

"Ya ampun anak Bunda, ya secepatnya dong sayang," ucap Hanum gemas.

"Kakak kira, kami akan bertemunya dua bulan lagi setelah kakak pulang,"

"Duh anak Bunda kok polos banget sih," Hanum terkekeh melihat wajah putrinya yang merah padam.

****

Sudah hampir tengah malam namun Hanifa belum bisa memejamkan matanya, Bumi sudah terlelap di sisinya, ia sama sekali tidak terganggu oleh pergerakan Hanifa yang tidak mau diam.

Entahlah Hanifa merasa gelisah, oleh status yang baru saja ia sandang, istri. Itulah statusnya kini. Seorang istri yang tidak mengenal siapa suaminya, terdengar menyedihkan bukan? Ia bahkan tidak tahu siapa ibu mertuanya, apakah ia punya adik ipar? Semua pertanyaan itu membuatnya pusing, lebih baik ia tidur untuk mengistirahatkan pikirannya dari pertanyaan-pertanyaan random yang muncul secara tiba-tiba.

Baru saja Hanifa akan terlelap, namun bunyi notifikasi kembali membangunkannya. Siapa yang mengiriminya pesan pada waktu seperti ini? Masih sambil memejamkan mata Hanifa merogoh benda persegi yang ia letakkan di atas nakas sebelah tempat tidur.

Mendadak AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang