Part - 4

3.1K 141 4
                                    

🍁🍁🍁

Masih syok dengan apa yang Ayahnya ucapkan tadi malam, bahkan berulang kali Hanifa mencubit lengannya sendiri berharap bahwa ia hanya sedang bermimpi. Namun rasa sakit yang tidak bisa ia pungkiri kembali menyadarkannya bahwa semua ini bukan hanya ilusi.

Kata akad dan esok lusa masih terngiang-ngiang di telinganya sampai saat ini. Bahkan Hanifa lupa untuk membuatkan bubur ayam kesukaan Bumi. Kalau bukan Bumi sendiri yang mengingatkannya dengan suara cadel yang selalu membuatnya ingin tertawa. "Mama Bumbum mau mamam bubum yayam," Hanifa terkekeh sendiri jika mengingat kembali apa yang Bumi ucapkan tadi pagi, putranya itu belum bisa menyebut huruf R. Sehingga kata bubur dan namanya sendiri nampak sama jika di ucapkan olehnya.

"Sayang mama pulang dulu ya? Besok mama harus kerja," bujuk Hanifa pada Bumi yang masih tidak mau melepaskan pelukannya.

Malah mata bulat favorit Hanifa itu sudah berkaca-kaca tanda sebentar lagi akan ada aliran air yang mengucur deras dari sana.

Kalau sudah begini Hanifa lemah, ia tidak bisa meninggalkan Bumi dengan keadaannya yang masih kurang sehat. Mungkin untuk beberapa hari Hanifa akan menginap di panti sampai Bumi sehat kembali. Ia akan berangkat kerja dari sini, meski pun jaraknya lumayan jauh. Tapi hal itu tidak masalah bagi Hanifa, asal ia bisa melihat senyum Buminya kembali.

"Jangan nangis sayang mama gak akan pulang, tapi besok mama harus kerja. Bumbum di sini sama ibu yah? Tunggu mama pulang, oke boy?" Bujuknya.

Anak laki-laki dalam pelukannya ini masih mencerna apa yang ia ucapkan. Matanya mengerjap lucu tanda sedang berpikir. Sampai akhirnya mengangguk. Lalu menyusupkan kepalanya kembali pada bahu Hanifa. "Good boy,"

Hanifa gemas ia kembali menciumi puncak kepalanya, lalu memeluknya semakin erat.

"Bumbum anak siapa sih?" tanyanya.

"Anak mama," balas Bumi pelan. Hanifa tersenyum Bumi memang lebih banyak diam jika sedang sakit.

"Cepet sembuh anaknya mama,"

****

Pagi ini ia bangun lebih pagi dari biasanya. Bumi masih terlelap di sisinya namun anak laki-lakinya ini terus saja memeluknya erat, semalaman. Seolah takut jika ia akan meninggalkannya. Hanifa menatap wajahnya lekat-lekat. Ia tidak mungkin sanggup bila harus berpisah dari Bumi. Kontrak kerjanya di The Library hanya tinggal dua bulan lagi. Itulah sebabnya Hanifa diam dan menerima apapun yang eyangnya minta. Bahkan akad nikah akan di lakukan nanti malam. Dalam jarak jauh.

Ayahnya sudah mengirimkan biodata pemuda yang akan menjadi suaminya. suami yah? Rasanya masih terasa canggung. Pemuda keturunan Arab itu namanya Asyam shuan Abrisam. Berusia 28 tahun, dan dia anak pertama. Sudah? Hanya itu? Lalu di bawahnya ada selembar foto berukuran 4×4 itu pun di ambil sekitar 8 tahun yang lalu saat usia pemuda itu masih 20 tahun. Mengapa ia tahu? Karena itu dengan jelas tertera pada ujung kanan bawah foto tersebut.

CK! Ia benar-benar akan menikahi stranger!

Mengenai akad nikah yang akan di langsungkan nanti malam, menurut yang ia tahu, bahwa mempelai wanita boleh tidak hadir jika memang berada dalam kondisi yang tidak memungkinkan. Akad nikah akan tetap berjalan lancar sebagaimana semestinya meski tanpa kehadiran dirinya sekalipun. Asalkan wali, mempelai pria dan saksi ada dalam majelis yang sama dalam melangsungkan akad nikah. Maka pernikahan akan di anggap sah.

Mendadak AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang