1. Wing Day

11.2K 546 72
                                    

Hari Minggu. Harusnya hari libur. Libur belajar. Libur Mikir. Libur segalanya.

Tapi...

Ah, menyebalkan! Ayu terpaksa harus belajar filsafat hari ini. Besok hari pertama UAS dan mata ujiannya adalah Pengantar Filsafat dilanjutkan dengan Agama Islam. Dua bidang yang selalu saling mencibir harus dipelajari berbarengan hari ini.

Agama Islam tidak terlalu sulit. Pertanyaannya paling hanya tentang rukun Islam, sejarah kenabian, dan hal-hal yang sifatnya hanya pengetahuan. Sementara Pengantar Filsafat selalu membuatnya terpaksa memeras otak memikirkan jawaban.

Apakah 'ada' itu? Mungkinkah 'ada' tanpa 'mengada'? Haruskah 'mengada' agar bisa jadi 'ada'?

Aaargh! Di antara pertanyaan-pertanyaan memusingkan yang menghabiskan sumberdaya pernapasan, sebuah permintaan video call masuk ke ponsel Ayu. Wajah Satria dengan rambut cepaknya tampil di layar.

"Hadeeh! Dasar jomblo!" Setengah kesal ia menyapukan tangan di permukaan layar. "Napa, Bang Sat?"

"Jiah! Sadis amat jawab telepon dari Babang tersayang." Satria menyeringai tengil.

"Dasar jomlo! Sini aku kenalin sama anak-anak, biar hari Minggu ngga gangguin mulu." Ayu beranjak keluar kamar menuju ruang tamu tempat seluruh anak kos berkumpul. 

Hari Minggu, harinya menonton televisi. Mereka yang tak memiliki jadwal kencan pasti berkumpul di sini. Entah untuk bergosip atau sekadar mengisi waktu yang terasa terlalu kosong.

"Woi, Barisan Jomlowati! Mau gue kenalin sama Pasukan Six Pack, ngga?"

Para gadis kurang kerjaan itu segera merapat. Mendengar kata six pack, mereka sudah dapat mengira bahwa yang dimaksud pastilah kakak lelaki Ayu dan teman-temannya. Berkat latihan fisik tiap hari, para taruna akmil memang menjanjikan badan bagus nan sedap dipandang. Mumpung jomlo, kapan lagi bisa menikmati pemandangan indah tanpa ada yang marah.

Setelah mengenalkan sekilas teman-teman jomlonya, Ayu meninggalkan mereka ber-video call ria dengan barisan jomlo berpangkat sersan mayor dua taruna. Dia masih harus mengunyah-ngunyah 'ada' dan 'mengada' agar besok dapat menjawab tanpa harus mengada-ada meski dengan pemahaman seadanya.

Ketenangan itu tak berlangsung lama. Rasanya belum tigapuluh menit ia meninggalkan ponsel di ruang TV, benda pipih panjang itu sudah dikembalikan ke tangan. "Katanya ada yang mau ngomong sama kamu," ujar Sandrina menyerahkan ponsel dengan genit.

"Ya?"

Kini Satria terlihat sendiri di layar. "Hai, ada yang kangen, nih."

Plak! Kepala Satria ditampol ringan dari belakang. Sekarang layar beralih pada wajah Samudera yang tenang. "Hai," sapanya berusaha santai.

"Hai, mo ngapain?" jawab Ayu berusaha rileks. Ia sedang berusaha keras mempelajari 'ada'. Mengobrol tanpa tujuan adalah hal terakhir yang ingin dilakukan hari ini.

"Kangen senyum kamu."

"Sekali lagi ngegombal, aku tutup!" Ayu tidak sedang bercanda.

Samudera cepat-cepat mengubah pembicaraan, "Iya, to the point. Kamu ikut ke Batujajar ngga nanti waktu wing day?" Wing day adalah hari penerjunan terakhir para taruna akmil sekaligus hari penyematan brevet wings sebagai bukti kelulusan Diksar Para.

"Ngga, males. Kenapa?"

"Ikutlah."

"Males." Ayu menghempaskan badan ke kasur, benar-benar malas. Malas meladeni si sermadatar yang terdengar merajuk ini. Malas juga pergi ke segala kegiatan berbau ketentaraan.

(Gak Mau) Jadi Istri Tentara (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang