11. Salju

3.6K 233 5
                                    

"Kita anter Salju dulu, ya?" kata Satria menepuk pundak sahabatnya sebelum mereka memulai perjalanan pulang. Pemuda itu tak mau membuang kesempatan untuk berkenalan dengan keluarga sang terkasih.

"Ke Bogor?" Samudera mengkonfirmasi.

"Iyalah, masa ke Bandung?"

"Siap, Komandan!" Dengan sigap, Samudera duduk di belakang kemudi.

"Ke Juanda aja, ga apa-apa," tolak Salju serius. KRL memang transportasi terbaik untuk rute Jakarta-Bogor.

"Udah, sekalian jalan-jalan ke Bogor. Kamu ngga ada acara kan, Yu?" Satria meminta dukungan dari adiknya yang duduk tepat di belakang kursi pengemudi.

Ayu menggeleng. Matanya sudah mengantuk.

"Lo sanggup, nyetir sampe Bogor, kan Suh?" sekarang giliran Samudera dimintai konfirmasi.

"Ya, asal baliknya ntar gue yang tidur."

"Sip! Let's go!"

Salju tak bisa membantah lagi. Pasrah dia mengirim chat pada sang umi, mengabarkan bahwa teman-temannya akan datang bertandang.

Mereka masuk melalui gerbang Tol Kuningan menuju Tol Dalam Kota dilanjutkan Tol Jagorawi yang terasa sangat panjang. Jalanan lurus di siang bolong membuat Samudera kesulitan menjaga kelopak mata agar tetap terbuka. Diliriknya Satria telah mendengkur halus di kursi navigator. Salju pun terpejam di kursi belakangnya. Dari kaca spion, ia bisa melihat Ayu masih membuka mata bersandar pada kaca jendela.

"Ay," panggil Samudera agak menyentak.

Yang dipanggil nyaris tak bereaksi. Hanya sebuah dehaman jadi jawaban.

"Katanya aku boleh berbagi apa pun sama kamu?"

Lagi-lagi dijawab dengan dehaman.

"Aku bagi ngantuk buat kamu, ya?"

Ayu menguap. "Aku terima ngantukmu. Sekarang aku jadi dua kali lipat lebih ngantuk."

"Haissh!" Samudera tergelak. Kantuknya seketika berkurang tujuhpuluh lima prosen. "Temenin aku nyetir, dong. Ntar kalo nabrak gimana?"

Batin Ayu terbahak. Ternyata si lelaki cuek ini bisa juga merajuk. "Kamu kan lagi pake seragam. Paling urusannya sama PM," ia menjawab santai.

"Jiah! Ada permen, ngga?"

"Sugus, ya?" kata Ayu mengeluarkan bungkusan permen dari dalam clutch hijaunya. "Nih," Dari belakang, dia memasukkan permen langsung ke mulut Samudera.

"Makasih." Ujung jari yang lembut menyentuh bibir, sukses membangkitkan awareness alarm di benak Samudera.

"Dua." Ayu menyodorkan permen kedua.

"Hei! Satu-satu aja!" Samudera berusaha menghindar tapi jari Ayu lebih gesit.

Permen ketiga disodorkan. "Tiga."

Kali ini Samudera dengan tangkas melahap seluruh jari dan jempol Ayu.

"Aaah! Lepasin!"

Satria terbangun karena teriakan Ayu. Antara sadar dan tidak dia menerima dua tepukan di bahu dari sahabatnya. "Udah bangun, Suh?" suara Samudera tidak begitu jelas karena mengulum tiga buah permen kenyal sekaligus. Sang sahabat pun melanjutkan tidur setelah meyakinkan bahwa tak ada air mengalir di sudut bibir.

Di belakang, Ayu bersungut-sungut membersihkan jari yang belepotan liur bercampur lelehan permen. Dari pantulan kaca spion, Samudera tersenyum tengil penuh kemenangan.

***

Memasuki rumah Salju, nuansa Minang terasa sangat kental. Warna merah dan kuning mendominasi desain interior ruangan. Di dinding ruang tamu, selembar kain songket merah berbenang emas dipampang dalam bingkai cantik.

(Gak Mau) Jadi Istri Tentara (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang