Aura kegalauan Satria makin hari makin jelas terpancar. Seperti pagi ini, melamun saat sedang mencuci mobil. Badan si adik basah kuyup terguyur air dari selang panjang. "Bang Sat! Liat-liat, dong!"
"Eh? Sorry." Kemudian dia menyengir tengil.
Saat siang pun Satria seperti mengalami gangguan konsentrasi. Berkali-kali kalah dalam pertarungan di PlayStation tanpa merasa kesal sama sekali. Ayu sampai dibuat heran. Dikiranya dia akan jadi bulan-bulanan kalau menang terus seperti ini. Namun si abang seperti tak begitu peduli dengan apa yang terjadi di layar. Badannya di sini, namun pikirannya melayang entah kemana. Dia ada tapi tidak mengada.
Akhirnya malam itu, Ayu memutuskan untuk menghubungi Salju. Setelah basa-basi beberapa menit, percakapan pun masuk ke dalam topik utama.
"Uni, aku mau nanya," Ayu memulai pembicaraan dengan serius, "apa Uni siap jadi istri tentara?"
Tak ada jawaban. Ayu pun melanjutkan, "Soalnya, apa yang dialami Mama bukan barang baru di kalangan ibu-ibu PERSIT. Banyak yang lebih parah aslinya."
Masih hening. Tak ada respon apa pun dari Salju.
"Waktu itu, Mama bahkan sampe ngga tega untuk mengeluh. Soalnya banyak yang lebih menderita. Mama masih untung, besok paginya masih bisa ketemu sama Papa." Air mulai mengambang di mata Ayu.
"Biar pun tetep harus pasang senyum soalnya Papa juga pulang udah capek banget," disusutnya tetes air di sudut mata dengan ujung jari, "pokoknya, Mama waktu itu harus bersikap tegar. Beliau istri Danyon, teladan ibu-ibu sebatalyon. Ga boleh ngeluh, ngga boleh jatuh. Harus tetap kuat berdiri apa pun yang terjadi. Soalnya harus ngasih contoh ibu-ibu kopral yang suaminya ada di garis depan, berhadapan langsung sama peluru. Itu jauh lebih ngenes dan deg-degan kalo dipanggil tugas."
Terdengar helaan napas dalam yang ditahan.
"Kalo Uni jadi istrinya Bang Sat. Berarti nanti langsung jadi istri Danton, harus siap memimpin ibu-ibu satu pleton. Uni siap?"
Dari speaker, Ayu mendengar suara udara perlahan ditiupkan. "Mungkin, ini bukan tentang siap atau tidak siap," terdengar suara Salju agak bergetar. "Ini mungkin adalah perkara mau atau tidak mau," lanjutnya lebih tenang.
Ayu menghempaskan punggung ke tempat tidur. "Jadi, Uni mau atau tidak mau menerima penderitaan ini?"
Terdengar tawa kecil dari speaker. "Aku ngga tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Yang kutahu sekarang," Salju diam sebentar, memberi jeda baginya untuk menenangkan degup jantung, "aku ngga mau kehilangan orang terbaik yang dikirimkan Allah buatku."
Spontan Ayu terduduk. Orang terbaik, frase itu begitu menggugah. "Meskipun itu berarti, apa pun katanya nanti Uni cuma bisa bilang, Siap, Komandan?"
Tawa kecil itu terdengar lagi. "Kalo soal taat pada suami, itu sih, bukan cuma buat istri tentara, Yu. Seluruh istri yang beriman punya kewajiban taat pada suami. Itu bukan pilihan. Itu kewajiban."
Ayu terdiam. Istri yang beriman, dalam hati ia mengulang tiga kata penuh makna itu.
"Tiap orang punya peran yang berbeda-beda di dunia. Peran yang besar, tak mungkin tanggungjawabnya kecil. Tak ada orang besar yang melalui rintangan kecil. Jadi mungkin pertanyaannya bukan mau atau tidak mau menerima penderitaan, tapi mau atau tidak mau mendampingi perjalanan seseorang hingga menjadi besar?"
Tak ada bantahan yang dapat dilontarkan Ayu. Dia hanya menghela napas lalu berkata, "Jadi, Uni mau dateng ke praspa?"
***
Praspa atau Prasetya Perwira adalah pengambilan sumpah para lulusan akademi ketiga angkatan dan kepolisian, sekaligus pelantikan sebagai perwira. Jika dibandingkan dengan universitas atau akademi umumnya, kegiatan ini bisa disebut sebagai wisudanya taruna. Bedanya, pelantikan para taruna bukan dilakukan oleh rektor, melainkan langsung oleh Presiden Republik Indonesia. Prosesinya pun dilakukan di istana negara.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Gak Mau) Jadi Istri Tentara (TERBIT)
RomanceNovel ini berhasil menjadi Runner-up 30 Days Novel Sprint yang diadakan oleh Elfa Mediatama. Tentang Samudera dan Ayu, tentang cinta yang menunggu, tentang apa yang utama dalam hidup. "Oke, abangku taruna, papaku tentara, tapi sorry, aku ngga mau ja...