Dia selalu menghitung hari.
Hari demi hari yang tak pernah mudah untuk dilewati. Dengan teman setia yang tak pernah meninggalkan tubuhnya; rasa sakit. Namun ia bersyukur, Tuhan seakan memberikannya 'penangkal' untuk rasa sakitnya itu, yaitu orang-orang terdekatnya.
Tempat bernuansa putih ini seakan telah menjadi rumah keduanya. Berbagai macam peralatan medis seakan telah menjadi temannya. Berbagai jenis obat-obatan ini seakan telah menjadi asupan hariannya.
Taehyung telah terbiasa dengan ini semua.
Namun tidak dengan mereka.
Tidak ada yang bisa terbiasa, melihat Taehyung terus menerus terkukung dalam dunia kecilnya. Tidak ada yang terbiasa, melihat Taehyung yang semakin lama semakin 'rapuh' untuk digenggam.
Tidak ada, termasuk Park Jimin.
"Ayo ke bawah, kau harus makan!"
Jimin membantu Taehyung keluar dari kamarnya untuk turun kelantai bawah. Taehyung baru saja melakukan kemoterapi ketiganya, namun ia menolak untuk menetap dirumah sakit. Taehyung langsung meminta pulang setelah kemoterapi meskipun tubuhnya masih terasa lemas.
"Pelan-pelan, Tae." Jimin menuntun langkah Taehyung untuk menuruni tangga. Ia tau anak bandel ini sebenarnya masih merasa lemas.
Namun, karena terlalu memperhatikan langkah Taehyung, sepertinya Jimin tidak memperhatikan langkahnya sendiri. Di pertengahan tangga, pijakan kakinya tidak sempurna dan tubuhnya menjadi oleng.
Bruk!
"Jimin-ah!!"
Taehyung panik seketika saat melihat Jimin yang terjatuh dari tangga. Dengan langkah tertatih, ia menuruni tangga, menghampiri Jimin yang tampak kesakitan dibawah sana.
"Ji-Jimin.. Apa kau baik-baik saja? Mana yang sakit?" Taehyung sangat khawatir, ia memegangi sahabatnya itu yang terduduk sambil memegangi kakinya.
"Aku tidak apa-apa-- awsh!" Jimin merintih kesakitan saat mencoba menggerakan kaki kanannya. Sepertinya kakinya terkilir, atau lebih parah dari itu.
"Jim, apa kakimu sakit?" Tanya Taehyung. Jimin hanya menganggukan kepalanya.
Taehyung panik bukan main. Dirumah hanya ada mereka berdua. Jin tentunya berada dikantor, dan Jungkook, anak itu sedang sibuk dengan jadwal kuliahnya.
"Jim, ayo naik ke punggungku." Ucap Taehyung. Entahlah, ia tak tau lagi apa yang harus dilakukan. Setidaknya, dia harus membawa Jimin kekamar dulu baru setelahnya ia menghubungi seseorang.
"Apa? Jangan main-main, Tae. Aku bisa berdiri sendiri, kok." Setelah berkata begitu, Jiminpun mencoba berdiri. Walaupun hasilnya sama saja, ia kembali terduduk dan meringis kesakitan.
"Lihat? Kau tidak bisa, Jim. Ayolah, aku akan membantumu."
Dan, kini Taehyung baru menyadari, begini rasanya mengkhawatirkan orang yang kau sayangi. Begini yang sering dirasakan orang-orang terdekatnya saat mengkhawatirkan dirinya.
Dan karena bujukan Taehyung yang tak kunjung berhenti, mau tak mau Jimin menuruti perkataan Taehyung juga. Lagipula rasa sakit dikakinya juga tak tertahankan. Entahlah, mungkin tulangnya retak atau apa.
"Tae, apa kau yakin?"
"Tentu, ayo cepat, Jim."
Dengan penuh keraguan, Jimin pun berdiri dengan satu kakinya, lalu naik kepunggung sahabatnya itu. Rasanya Jimin ingin sekali menolak, namun ia takut akan melukai perasaan sahabatnya itu. Ia tau, Taehyung benci saat dianggap lemah.
KAMU SEDANG MEMBACA
something i can't get || kth
FanfictionTaehyung terlihat telah memiliki segala hal untuk bahagia: hyung yang selalu menjaganya, sahabat yang selalu membuatnya tertawa, dan musik yang mewarnai hidupnya. Namun tentu tak ada kehidupan yang sempurna, bukan? Ada satu hal yang tidak bisa Taehy...