Bagi Alden ada dua alasan mengapa para pria harus berhenti mengejar gadis yang mereka sukai. Pertama, gadis itu tidak menyukainya. Kedua, gadis itu sudah ada yang memiliki. Di saat yang kurang tepat seperti ini, Alden dihadapkan pada seorang pria yang mengaku sebagai pacar Mara.Alden bertanya dalam hati. Mengapa Mara tidak pernah mengatakan padanya jika ia sudah memiliki seorang pacar? Mengapa Mara selalu terlihat begitu menyukai perhatian Alden? Mengapa Mara tidak langsung mengatakan pada Alden jika dirinya sudah memiliki seorang kekasih yang pasti tidak mungkin bisa Mara selingkuhi?
Pria yang masih berdiri di depan Alden itu terlihat bukan pria biasa. Jika benar pria itu adalah pacar Mara, maka Alden harus memberikan tepuk tangan meriah untuk Mara. Kenapa? Karena pria itu terlihat sangat dewasa. Pria yang memiliki tinggi badan yang sedikit lebih tinggi dari Alden, kulit putih, wajah oriental, dan rambut yang sangat menarik perhatian para wanita meskipun terlihat sedikit berantakan. Penampilan pria itu persis seperti idola Alden saat dirinya masih tergila-gila dengan band rock Jepang. Sesuatu yang diluar dugaan Mara bisa mendapatkan pria seperti orang itu.
"Kenapa masih berdiri di sini?" tanya pria itu ketus. "Apa perlu gue seret lo keluar?"
Rahang Alden mengeras. Rasanya ia ingin marah. Bukan kepada pria yang ada di hadapannya atau Mara yang menyembunyikan sesuatu darinya, tetapi pada dirinya sendiri. Mengapa Alden beranggapan bahwa Mara tidak bisa mendapatkan seorang pria dengan kondisinya yang adalah seorang introvert?
"Sori, gue cuma temannya Mara yang kebetulan mampir." Alden menyembunyikan tangan kanannya yang mengepal karena ingin memukul pria yang ada di hadapannya. Pria itu terlihat jauh lebih baik dan tampan dibanding dirinya. Dan Alden merasa tersaingi. Juga kalah cepat. "Permisi." Alden berjalan keluar dan melewatinya. Ia bersumpah tidak akan mengganggu hubungan Mara dengan pria itu.
"Alden?" Mara terlihat bingung melihat Alden berjalan meninggalkan rumahnya. Ia menghampiri Alden. "Kamu mau pulang?"
"Hm." Alden melirik ke dalam rumah. "Kamu sudah ditunggu."
"Ditunggu? Sama siapa?" Mara menoleh ke pintu rumahnya tanpa menunggu jawaban Alden. "Kak Riza? Aku kira Kak Riza sudah pergi tadi."
Alden mendengus mendengar bagaimana cara Mara memanggil pria itu.
Pria yang bernama Riza itu keluar dari dalam rumah. Ia menyandarkan tangan kirinya di sisi pintu. "Dompet, sayang," katanya sambil menunjukkan sebuah dompat yang ia ambil entah dari mana.
Alden berusaha menahan rasa mual mendengar kata yang diucapkan oleh Riza.
"Kok kamu bawa cowok masuk ke dalam rumah?"
"Ah~ ini Alden. Temanku di kampus." Mara tersenyum pada Alden. "Al, kenalin. Itu Riza, kakakku."
"Ya, aku..." Alden membulatkan kedua matanya. Melotot pada Mara. "Riza siapa? Kakakmu??"
Dengan polosnya sambil terlihat kebingungan, Mara menggaruk belakang lehernya. "Nggak mirip ya?" Mara cengar-cengir. "Sudah puluhan, bahkan ratusan orang yang bilang kami nggak mirip."
"Mara sayang! Stop bilang kayak gitu." Riza mendekat lalu merangkul adiknya. "Kita ini mirip. Cuma kacamatamu yang menutupi kemiripan kita." Riza mengusap gemas pipi Mara.
"Kakak... Stop juga panggil aku kayak gitu. Orang bakal salah paham kalau ada yang dengar." Mara melirik Alden.
"Hm? Ini yang namanya Alden?" Riza menunjuk Alden. "Temanmu ini kaku banget. Kakak bercanda aja dia langsung marah." Riza menatap sinis Alden. "Dari mukanya kelihatan dia nggak suka waktu kakak bilang kalau kakak ini pacarmu."
"Heh?" Mara memiringkan kepalanya sambil melihat Alden.
"Ah!" Alden mengulurkan tangannya dengan panik. "Saya Alden, Kak. Temannya Mara." Alden cengar-cengir. Apa terlihat sangat jelas kalau Alden cemburu?
KAMU SEDANG MEMBACA
BETTER THAN BEFORE
RomanceSetelah bertahun-tahun memendam rasa suka, Alden Chandra memberanikan diri untuk mendekati gadis pujaannya, Mara Marcella. Gadis yang sejak di bangku SMA ia sukai dan kagumi. Gadis yang selama lebih dari empat tahun mengganggu pikirannya setiap kali...