13. DEAR PAST

408 38 1
                                    

Mara kembali ke dalam bar bersama Sky yang kini merangkul bahunya. Sky curiga dengan kedatangan Alden yang membuat Mara bersikap aneh setelah mereka bicara di depan bar. Tetapi dengan santai Mara tersenyum pada Sky dan mengatakan pada laki-laki itu bahwa semuanya baik-baik saja. Seolah tidak ingin Sky mengetahui siapa Alden yang sebenarnya, Mara buru-buru mengganti topik pembicaraan mereka.

"Jadi, gimana, Sky? Istrimu sudah setuju kalian ikut asuransi untuk calon anak kalian nanti?"

Sky mengangguk. "Kapan ya kalian bisa ketemu?"

"Secepatnya. Aku sesuaikan jadwal dia aja deh, kalian kan sibuk melulu."

Sky tersenyum sambil mengusap kepala Mara. "Kamu telpon dia biar kalian bisa ngobrol banyak, ya? Dia terlalu sibuk jadi nggak punya banyak teman buat curhat."

"Sipppp!" Mara membalas senyuman Sky sambil mengacungkan jempolnya.

Seseorang berdeham di belakang Mara, membuat gadis itu menoleh. Andy sudah berdiri di belakangnya sambil menatap tangan Sky yang masih betah di bahu Mara.

"Ra."

"Masih di sini, An?" Mara pikir Andy sudah pergi bersama Alden. Meskipun sempat terkejut dengan keberadaan Alden malam itu di depan mejanya, Mara sudah bisa menduga jika Alden kemungkinan ada di Happy Bar saat ia melihat Andy berlari ke arah toilet.

Andy mengangguk singkat. "Gue mau ngobrol sebentar dong."

Seolah mengerti bagaimana harus bersikap, Sky pun akhirnya pamit pada Mara dan memilih untuk pergi dari bar. Dengan begitu Andy bisa sedikit mendekat pada Mara dan mengatakan apa yang sejak tadi ia pendam saat gadis itu meninggalkan bar bersama Alden.

"Bisa ngobrol di sini, kan?" tanya Mara setelah ia mengajak Andy kembali ke mejanya.

"Yup!" Andy mengambil oksigen yang cukup sebelum bicara. "Gimana rasanya ketemu lagi sama Alden?"

Mara menaikkan kedua alis. Ia menuang minuman ke gelasnya. "Bukan sesuatu yang luar biasa macam ketemu idola."

Andy cukup terkejut melihat Mara meminum habis alkohol dari gelasnya. "Lo... Lo minum juga?"

Mara tertawa hambar. "Lo pikir?" Ia menggeleng. "Nggak ada lagi Mara yang polos, An."

"Woah!" Seruan Andy membuat kondisi mereka lebih santai. Mereka tertawa pelan kemudian menuang minuman ke gelas masing-masing sementara Andy memakai gelas Sky.

"Tadi mau ngomong apa?" tanya Mara.

"Nggak banyak. Gue nggak mau mencoba buat ikut campur urusan kalian berdua." Andy meminum alkohol untuk kedua kalinya. "Gue berteman dengan Alden sudah bertahun-tahun. Gue kenal banget sifat dia, bagaimana dia dengan mudah bergaul dengan banyak orang, disukai banyak orang karena sifatnya yang supel. Dia memang bocah kurang ajar, karena pernah tempelin permen karet di jok motor gue waktu SMA. Dia juga pernah tukar Americano gue dengan kecap asin." Andy menoleh pada Mara. "Bangke banget tuh manusia." Kalimat Andy membuat Mara menahan senyum. "Tapi gue sayang sama dia, Ra. Dia orang pertama yang gue kabarin kalau gue bakal nikah. Dia rela datang ke Jakarta buat hadirin pernikahan gue. Dia orang yang semangatin gue dan istri gue waktu kami belum ada tanda-tanda bakal punya anak, dan dia yang paling percaya kalau kami bakal segera punya anak. Dan... ya.." Andy melebarkan kedua tangannya. "Sebentar lagi gue bakal jadi seorang Ayah."

Mara tersenyum bahagia mendengar kabar baik itu. "Wah! Selamat ya, An. Semoga bayi kalian sehat."

"Thanks, Ra." Andy membalas senyuman Mara. "Dan karena semua hal itu juga, gue merasa bersalah atas kejadian beberapa tahun yang lalu. Bukan karena gue sudah beritahu lo semuanya... tentang taruhan itu. Tapi karena gue nggak melarang Alden untuk ikut usulan taruhan itu. Gue justru join. Dan harusnya gue tahu, lo orang yang bakal paling disakitin atas semua tingkah kita." Andy menunduk. "Gue paham kalau lo nggak bisa maafin kita semua. Tapi gue secara pribadi minta maaf dan gue harap lo mau maafin kita semua."

BETTER THAN BEFORETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang