Beberapa hari berlalu setelah secara mendadak Alden menyatakan perasaannya. Mara masih belum percaya ia menjalin sebuah hubungan dengan seorang laki-laki yang sebelumnya ia hindari. Alden Chandra. Nama itu semakin membuat dirinya gugup, membuat jantungnya bekerja tidak keruan.
Awalnya Mara tidak yakin dengan pernyataan Alden tetapi melihat bagaimana Alden memberikan perhatian lebih, cara Alden tersenyum padanya, dan berbagai sikap yang membuat Mara bisa jadi salah tingkah, Mara bisa dengan begitu saja mengatakan bahwa ia memiliki perasaan yang sama dengan Alden. Dan di balik semua rasa itu, ada sesuatu yang masih membuat hati Mara bertanya-tanya. Mengapa Alden memilih untuk mendekatinya? Apa yang membuat Alden memiliki perasaan yang sebenarnya tidak Mara sangka-sangka?
"Ra?" Dengan lembut Alden selalu memanggil Mara seperti itu. "Hari ini ikut aku latihan yuk!"
Mara menurunkan bukunya. Sejak tadi ia menghindari kontak mata dengan Alden. Meskipun hubungan mereka semakin dekat, Mara masih saja tidak bisa mengendalikan dirinya dan sering kali membuat wajahnya memanas. "Kamu ada latihan hari ini?"
Alden mengulas senyum. "Kan memang setiap sore. Cuma aku selalu antar kamu pulang dulu, setelah itu aku baru nyusul teman-temanku." Alden menundukkan kepalanya untuk merendahkan suaranya yang sedikit mengganggu di perpustakaan. "Aku mau kenalin kamu ke teman-temanku."
Mara memutar bola matanya. "Aku nggak punya teman dekat untuk dikenalin ke temanmu."
Alden menahan tawa. "Ini bukan acara cari jodoh, Ra. Lagi pula mereka sudah punya pasangan semua. Ikut ya?"
"Oh..." Mara menggembungkan kedua pipinya kemudian tersenyum. "Okay." Ia mengangguk.
"Tapi kamu kabarin Kak Riza dulu. Aku nggak mau kamu kena omel cuma gara-gara duduk di pinggir lapangan untuk lihat pacarmu yang keren ini."
Mara menutup mulutnya demi menahan tawa. "Pede banget sih!" Mara memukul pelan bahu Alden dengan kamus bahasa Inggris.
"Omong-omong, kamu kenapa dari tadi bacanya buku-buku sastra Inggris sih?" tanya Alden sembari membalikkan sebuah modul Structure. "Ada tes untuk kerja?"
"Hm. Aku dapat info dari Jet."
"Jet?? Siapa?" Alden menaikkan sebelah alisnya.
"Temannya Kak Riza. Sebenarnya dia bosnya Kak Riza. Salah satu kenalannya Jet kerja di sebuah perusahaan asing dan butuh pegawai yang mahir Bahasa Inggris. Aku kan masih minim, jadi aku harus banyak belajar. Aku nggak mau lolos tes dan diterima cuma karena aku kenalan mereka."
Alden berdeham. "Berapa umurnya Jet?"
"Hah?" Mara memiringkan kepalanya sambil menatap Alden. "Apa hubungannya umurnya Jet sama pekerjaan ini?"
"Ya... Aku cuma pengen tahu aja." Alden memasukkan ponsel dan catatannya ke dalam tas. "Mana tahu dia cuma modus." Ia terlihat kesal.
"Modus apaan sih, Al?" Mara tertawa pelan. "Jet itu banyak yang suka. Dia keren dan cerdas. Pasti gampang buat Jet untuk deketin cewek, nggak mesti cari kesempatan karena aku butuh sesuatu dari dia."
"Hmmm." Alden mendekat lalu berbisik di depan telinga Mara. "Aku juga cari kesempatan dalam kesempitan."
Mara melirik Alden kemudian sedikit menjauh untuk melihat dengan jelas wajah Alden. "Kamu memanfaatkan aku yang lagi dapat sial di matkul Pak Yogi. Iya kan?"
Alden mengusap kepala Mara dengan gemas. "Cerdas kan? Yuk! Sudah makin sore nih. Setengah jam lagi aku latihan."
***
Mara duduk di pinggir lapangan. Di kursi di mana orang-orang biasa duduk untuk menyaksikan pertandingan basket. Ia memperhatikan Alden yang sesekali melambaikan tangannya pada dirinya meskipun laki-laki itu terlihat asik menikmati latihannya bersama anggota tim basket lainnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BETTER THAN BEFORE
RomanceSetelah bertahun-tahun memendam rasa suka, Alden Chandra memberanikan diri untuk mendekati gadis pujaannya, Mara Marcella. Gadis yang sejak di bangku SMA ia sukai dan kagumi. Gadis yang selama lebih dari empat tahun mengganggu pikirannya setiap kali...