Tragedi Jabal Rahmah

3.5K 154 32
                                    

“Pokoknya Sera nggak mau nemenin Ibu pergi umrah kalau untuk alasan itu,” jawabku tegas sambil menatap wajah cantiknya yang mulai dihiasi keriput di sana sini.

Ibu terdengar menghela nafas panjang sebelum mulai bicara lagi padaku.

“Baiklah. Ibu nggak bermaksud apa-apa, Se. Niat Ibu mengajak kamu umrah ya murni untuk beribadah, cuma...” kata-kata Ibu menggantung, membuatku mulai naik darah lagi. Ya ampun! Gen siapa sih di antara Ayah dan Ibu yang mewariskan sifat cepat marah ini? Oh iya. Ibu kan? Terima kasih, Bu.

“Cuma apa, Bu? Cuma ada ustadz muda yang sering kasih ceramah di majelis taklim yang mau Ibu kenalkan pada Sera, kan? Ibu kan tahu kalau Sera nggak suka dijodoh-jodohin begini, Bu. Kok Ibu tega sih sama anak sendiri?” jawabku lagi dengan bibir mengerucut ke depan sepanjang lima senti.

“Sera Karina Subagja, Ibu nggak pernah ngajarin kamu untuk ngomong nggak sopan begitu sama orangtua!” sergah Ibu sambil menatapku tajam. Oh oh, kayaknya Ibu sudah mulai marah padaku, deh. Biasanya sih begitu kalau sudah memanggil nama lengkapku seperti barusan. Baiklah. Aku memang sudah keterlaluan karena bicara seperti itu pada Ibuku sendiri. Tapi mau bagaimana lagi? Memangnya aku Siti Nursera, eh, Nurbaya?

“Maafin Sera, Bu. Sera nggak bermaksud nggak sopan sama Ibu. Ya sudah, Sera ikut Ibu umrah deh sebelum Sera sidang skripsi ini. Sekalian mau minta supaya sidang Sera lancar. Tapi, tolong jangan jodoh-jodohin Sera ya, Bu. Sera mau benar-benar beribadah ke sana. Bukannya mau cinta-cintaan.”

Ibuku tersenyum bahagia mendengarnya. Akhirnya aku mengalah, demi Ibuku tersayang. Ahh iya, tentu saja, memangnya aku bisa berbuat apa kalau sudah menyangkut keinginan Ibuku? Bukankah surga ada di telapak kakinya? Siapa sih yang nggak ingin meraih surga itu?

“Eh, tapi kalau Ibu kenalin aja, mau ya, Se. Ganteng, kok. Kamu pasti suka.”

Ehm...Apa aku tadi bicara soal surga di telapak kaki ibu? Lupakan itu. Sekarang aku mau browsing siapa tahu selama ini aku nggak tahu kalau surga juga ada di telapak kaki ayah. Ayah, selamatkan Sera dari Ibuu!

***

Pesawat jet milik maskapai penerbangan Saudi Arabia Airlines itu mendarat mulus di bandara internasional King Abdul Aziz, Jeddah. Masih gelap dan aku merasa benar-benar lelah karena dari tadi waktu berjalan begitu lambat. Yah, tidak heran sih mengingat ada perbedaan waktu sekitar 4 jam antara Jakarta dan Jeddah. Rasanya masih lama sekali pagi menjelang padahal aku sudah berangkat dari Jakarta sejak pukul sepuluh malam dan menempuh sembilan jam perjalanan.

Mataku melirik ke arah si ustadz muda yang sudah dikenalkan ibu padaku ketika kami masih berada di bandara Soekarno Hatta. Dengan sigap dia membantu Ustadz Ridwan membagikan paspor kepada masing-masing jamaah yang akan menuju petugas imigrasi. Ustad Ridwan adalah pimpinan dari rombongan umrah kami yang berjumlah delapan puluh orang ini sekaligus ayahnya si ustadz muda.

Eits, kayaknya ada yang ketinggalan deh. Iya, aku belum cerita soal perkenalanku sama si Ustadz muda kan? Jadi begini...

“Nak Ustadz, ini lho putri tertua Ibu yang mau Ibu kenalkan sama Nak Ustadz dari kemarin-kemarin,” seloroh Ibu sambil tersenyum semanis madu pada pria berjenggot tipis itu. “Ayo Sera, kenalan dulu,” ujar Ibu sambil sedikit melotot kepadaku.

Ugh, kayaknya Ibu sudah lupa, deh, dengan janjinya padaku sebelum berangkat.

“Said Bafadhal,” ujarnya sambil mengatupkan kedua jemari di dada.

“Sera Subagja,” balasku tersenyum basa-basi.

“Sera ini sebentar lagi mau sidang skripsi, lho, Nak Ustadz,”

Sophi's Music BoxWhere stories live. Discover now