10

8.5K 1.2K 138
                                    

Bus yang membawa anak-anak sekolah tingkat menengah menuju perkemahan ke puncak itu awalnya berjalan tanpa kendala apapun. Anak-anak tertawa riang. Senda gurau di lontarkan. Anak pendiam seperti Diva juga turut mengembangkan senyum ceria melihat kebersamaan tersebut. Perlahan, ia lupa akan beban yang selama ini bergelantungan di pundak rapuhnya. Ternyata, teman-teman sekolahnya tidak seperti yang ia pikirkan. Hanya saja, ia sendiri yang lebih banyak takut tak disukai oleh mereka, karena Diva merasa dirinya terlahir sebagai anak yang tak diinginkan.

Diva tak mampu menunjukkan sisi kepercayaan dirinya.

Namun, berkat acara perkemahan yang sekolahnya adakan, pemikiran sempit Diva selama ini ternyata tak benar. Teman-temannya dengan hangat mengajaknya bicara, bercanda bersama dan juga bernyanyi bersama. Diva bahagia. Sungguh.

Hanya saja, kebahagiaan yang dirasakan anak-anak dalam bus tersebut tak berlangsung lama. Bus yang pada awalnya tak mengalami kendala apapun, tiba-tiba mengalami rem blong. Bus sulit dikendalikan, hingga akhirnya pada tikungan tajam, bus terpaksa banting stir dan menabrak pembatas jalan.

Anak-anak yang terkejut sontak berteriak dalam ketakutan. Tubuh mereka terpelanting di dalam badan bus. Seketika keadaan berubah mencekam. Banyak anak yang terluka, bahkan ada yang tak sadarkan diri akibat tertindih oleh rekannya sendiri. Diva adalah salah satu anak yang terluka cukup parah. Ia terjepit di antara bangku bus setelah sebelumnya sempat terpelanting.

Kata terakhir yang sempat ia gumamkan adalah kata...

'Mama'

Penyesalan tampak jelas dari ucapannya. Seandainya ia tahu bahwa izin yang tak mamanya berikan adalah teguran dari Allah untuk dirinya, maka ia tak akan pernah menentang beliau. Diva kerap tak menyadari akan hal itu dan berakhir dengan penyesalan yang tak berguna.

***

Anak yang tengah menjadi alasan kecemasan keluarga besar Ayah Andi dan Mama Dinda itu terus mengerucutkan bibir sembari berdekap tangan. Panggilan penuh kekhawatiran dari orang-orang itu sengaja diabaikan. Daneen bersembunyi di tempat yang sebenarnya tak terlalu susah. Hanya saja, orang-orang tersebut tak pernah kepikiran untuk memeriksa satu lokasi dimana anak itu tengah bersembunyi.

"Ke mana lagi kita harus nyari anak itu? Tu anak pantas dimasukkan ke rekor muri sebagai anak yang bisa memecahkan rekor tak bisa ditemukan saat sedang sembunyi. Ck." Alif berdecak kesal ketika keputus asaan sempat singgah di kepalanya. Bagaimana tidak? Anak Arkan yang satu itu sungguh luar biasa. Memiliki hobi yang cukup aneh. Masa iya hobinya adalah main petak umpat di tempat yang sulit ditemukan?

"Yakin tu anak kagak dibantu sembunyi sama makhluk lain?"

Plak!

Seketika Naya memukul lengan suaminya. "Kalo ngomong yang bener dikit napa. Mana ada hal-hal kayak gitu?"

"Kenapa, sih? Kamu nggak percaya itu ada? Tuh, anak gadismu itu, temennya kan pada makhluk aneh-aneh semua."

"Selama Naya nggak liat makhluk itu, selama itu juga Naya nggak akan percaya Kak Aya punya teman aneh." Naya berusaha tetap menyangkal kebenaran yang sebenarnya hanya dipercayai oleh Aya seorang. Bagi Naya, putrinya tersebut tak mungkin punya keahlian melihat makhluk-makhluk astral, karena dalam silsilah keluarga mereka tak ada yang memiliki keahlian tersebut.

"Kamu udah ketemuin dia?"

Naya dan Alif kompak menoleh ke belakang. Mereka mendengar Aya tengah berbicara pada seseorang, sementara di sebelahnya tak ada siapapun. Pikir mereka, Aya tengah bicara dengan Andra, tapi nyatanya Andra tengah mencari Daneen di lokasi yang berbeda.

"Di mana?"

"Kak Aya!" Naya spontak berteriak memanggil anak itu. Ia melangkah cepat menuju sang putri dan menyeretnya menjauh dari lokasi sebelumnya. "Kakak itu jangan suka bertingkah aneh-aneh. Ngapain Kakak ngomong sendiri tadi?"

The Kiddos (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang