12

8.4K 1.2K 213
                                    

Mohon koreksinya jika penjelasan dokter di bawah ada yang keliru. Maklum, eyke cuma baca di Mbah Gugel.

*** 

Demi menjaga perasaan sang istri, Arkan benar-benar menjaga jarak dari dokter Anisa. Sebenarnya, ia merasa tidak enak hati ketika ia harus menjauh tanpa alasan. Walau bagaimanapun, Anisa adalah wanita yang dulu pernah menjadi sahabat semasa kuliah. Untung saja, Anisa sangat memahami alasan pria itu menjauh darinya dan juga membatasi komunikasi bersamanya. Anisa tidak berniat untuk menjadi orang ke tiga dalam rumah tangga sahabatnya tersebut. Anisa murni hanya ingin berteman.

Semenjak ia pindah kerja ke salah satu rumah sakit di Jakarta, Anisa merasa sangat kesepian. Tak ada teman seperti teman-temannya di Lampung. Demi pelariannya dari sang mantan tunangan yang telah berkhianat, Anisa harus pergi untuk menenangkan dirinya sendiri. Kebetulan secara tak sengaja ia bertemu dengan Arkan di tempat kerja barunya. Sayang, harapan untuk menjalin hubungan pertemanan layaknya semasa kuliah, kini tak bisa mereka lakukan lagi. Arkan telah memiliki tanggung jawab besar dalam kehidupan rumah tangganya.

Kini tujuh bulan usia kandungan Dhara, namun Dhara merasa perutnya akan meledak saat itu juga. Ia tahu dirinya hamil kembar. Tapi, apakah kehamilan kembar yang ia jalani saat ini persis yang ibu hamil kembar lainnya? Dhara merasa beban perutnya sangat berat. Kadang kedua kakinya tak kuat menyangga tubuhnya sendiri. Bahkan saat tidurpun ia merasa sangat tersiksa. Ia tak bisa tidur dengan posisi miring, telentang, apalagi tengkurap. Perut besarnya itu sungguh mengganggu. Ia terpaksa harus tidur dengan posisi duduk dengan menyandar pada sandaran tempat tidur. Arkan dengan sangat telaten membantunya menyusun bantal sebanyak-banyaknya untuk kenyamanan wanita yang tengah hamil anak kembarnya tersebut.

"Ngh..."

Tengah malam itu, Dhara terbangun karena ketidaknyamanan tidurnya. Bayinya kembali berulah. Ia merasa ada sepuluh kaki yang berusaha menerjang dinding rahimnya. Sakit, tentu saja. Ia bahkan harus menahan napas selama beberapa detik karena rasa sesak yang dialami. Kedua kakinya kian membengkak. Ia kembali mengalami hal itu setelah dahulu saat hamil Daneen sempat mengalami hal serupa. Hanya saja, saat ia mengandung Daneen, tubuhnya tak selemah dan sesakit hamil yang sekarang.

Kadang Dhara berpikir, apakah dokter yang memeriksa kandungannya tidak salah menghitung usia kehamilannya? Sempat ia berpikir, bahwa saat ini ia sedang tidak hamil 7 bulan, melainkan 9 bulan. Bisa jadi, besok ia akan melahirkan. Tapi, jika ia menghitung hari terakhir ia datang bulan, memang benar itu 7 bulan telah berlalu.

Dhara melirik Arkan di sebelahnya. Ia berdecih ketika melihat pria itu tidur dengan damai tanpa keluhan seperti dirinya. Pria itu tidur telentang dengan mulut menganga, sementara Daneen dengan enteng menjadikan ayahnya guling hidup.

Dhara berdecak. Ia iri melihat kedamaian suami dan anaknya itu tertidur. Dhara merindukan momen damai seperti itu. Sayang, takdirnya sebagai seorang wanita yang harus mengandung anak, kedamaian belum bisa ia rasakan dalam masa sekarang.

"Aduh." Dhara spontan mengusap perut besarnya. Kembali kaki-kaki itu menyerang dinding rahimnya. Napasnya tersendat-sendat menahan sesak dan rasa sakit. Tak hanya sekali atau dua kali janinnya berulah. Hingga 30 menit ke depan mereka masih giat melakukan kenakalan di dalam sana.

Keringat sebesar biji kacang hijau itu mulai bermunculan. Dhara sudah tak kuat. Ia meremas asal salah satu bagian tubuh sang suami yang bisa ia gapai. Arkan yang kaget, sontak memekik. Daneen menggeliat, lalu menangis pelan tanpa membuka mata.

Arkan mendesis kesakitan. Sebelum bertanya pada Dhara, Arkan menenangkan Daneen hingga tangisannya mereda.

Daneen hanya terkejut karena pekikan ayahnya.

The Kiddos (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang