12

55 11 0
                                    

Happy reading

Dua hari berlalu di keluarga Leonardo yang diselimuti duka kini terlihat mulai menampakkan ketenangan dan mulai kembali seperti sedia kala serta orang-orang yang datang dan berkumpul di sana akhirnya secara bertahap berkurang dan menjadi tidak ada lagi yang datang.

Selain itu, semua penghuni keluarga Leonardo mulai melakukan aktivitas seperti biasanya terkecuali Alyssa dan Nadila.

Keduanya tetap berada di rumah dengan kegiatan berbeda, dimana Alyssa menikmati tidurnya dan Nadila yang sejak kemarin menahan amarah dan kebenciannya terhadap Alyssa mulai merencanakan rencana agar gadis itu di usir dari keluarga Leonardo.

Di lain pihak, Rion tengah bermain  di ruang tengah bersama dua pengasuh yang mengawasinya dari jauh karena Rion sangat membenci kedekatan dengan orang lain selain kedua orang tua dan kakak perempuannya.

Namun beberapa saat ia mendongkak dan langsung menatap ke arah tempat pengasuhnya duduk membuat dua wanita yang di tugaskan untuk mengasuh Rion sedikit gemetar dan merasakan punggung masing-masing terasa dingin.

Keduanya seolah-olah takut dengan makna tatapan anak laki-laki itu, seolah ketika ia menatap mereka sesuatu hal yang buruk akan segera menimpa kedua pengasuh itu.

Selama ini di mata orang luar dan keluarganya Rion adalah anak baik dan penurut, namun sebaliknya di pandangan kedua pengasuh yang mengasuhnya sejak kecil Rion entah mengasa selalu terlihat membawa teror dan perasaan tidak nyaman dengan segala aura dingin dengan keinginan membunuh.

Kalau bukan karena gaji yang di berikan oleh keluarga Leonardo pada mereka dan juga surat perjanjian batas kerja yang mereka tanda tangani ada pada Devanio dimana salah satu isi perjanjian itu apabila mereka mengakhiri kontrak mereka harus membayar kembali separuh dari uang yang mereka terima saat pertama kali bekerja di sini.

Tentu saja mereka tidak mau karena dari mana mereka akan mendapatkan uang yang tidak sedikit jumlahnya itu walaupun hanya setengahnya, oleh karena itu mereka masih berusaha untuk bertahan sampai sekarang mengasuh anak seaneh Rion.

"Ad-ada yang pe-perlu tuan muda R-Rion perlukan?" tanya gugup salah satu pengasuhnya itu pada Rion yang seketika memunculkan senyuman ceria yang terlihat menyenangkan di wajahnya yang kekanak-kanakan.

"Aku ingin bermain bersama kakak pelempuan." jawabnya dengan semangat.

"T-tapi tuan muda, non-nona muda Alyssa saat ini se-sedang istirahat. Tu-tuan melarang kita u-unt-." seketika perkataan pelayan itu terhenti dengan masing-masing keduanya berwajah pucat seolah darah mereka menghilang entah kemana saat mendapat tatapan datar dan dingin dari Rion.

"Siapa yang berani melarang ku." balasnya dengan wajah angkuh dan penuh kesombongan mutlak ke arah pelayan itu sambil mulai mengeluarkan aura menekan.

"M-maafkan ka-kami, m-maa-fkan."

"Diam! Pelgi dali sini!" bentak Rion penuh dengan nada kemarahan membuat kedua pengasuhnya itu berjengit lalu dengan cepat pergi dari sana seperti apa yang di katakan olehnya.

Ketika hanya tinggal dirinya sendiri di ruangan itu pupil mata Rion menjadi merah dengan tatapan haus darah dan niat membunuh, cairan kental merah segar mulai menggenangi lantai tempatnya berdiri yang berasal dari telapak tangan mungilnya yang mengepal mainan yang sedikit tajam hingga menusuk dalam telapak tangannya.

Seolah tidak merasakan sakit dari luka yang lumayan parah untuk anak seperti Rion pada umumnya, namun ia sama sekali tidak sedikitpun meringis ketika benda itu melukainya sebaliknya Rion mulai berjalan dengan tenang keluar dari ruangan itu masih dengan tangan berdarah menetes di lantai sepanjang ia berjalan.

Sesampai di sebuah pintu ganda penghubung antara halaman khusus tempat Alyssa tinggal dan keluarga utama Rio kembali merubah ekspresinya dengan begitu cepat menjadi ekspresi yang penuh kesedihan dan penuh akan keluhan yang besar.

Menggunakan langkah cepat hampir seperti berlari masuk untuk menemukan Alyssa, karena tidak menemukan di mana pun keberadaan saudara perempuannya itu walaupun di tempat biasa ia duduk Rion berbalik arah berlari menuju kamar Alyssa dengan tangan yang senantiasa menenteskan darah di sepanjang lorong dan jalan tempatnya berlari.

Dengan semua bercak darah di sepanjang itu seolah dengan sengaja Rion buat untuk menyatakan kalau dirinya ada di sini dan membuat jejaknya lebih terlihat karena sebelumnya walaupun ia di sini Rion merasa kalau bekas atau hawa kehadirannya sama sekali tidak ada.

Oleh karena itu, menurutnya dengan ini ia akan terlihat jelas ada di sini agar mereka yang memiliki pikiran untuk mencoba meninggalkan keberadaan di tempat Alyssa harus mengurungkan niat mereka karena Rion sama sekali tidak akan membiarkan itu semua.

Ketika tiba di depan pintu kamar Alyssa yang berwarna coklat gelap sederhana yang terbuat dari kayu cendana yang mengeluarkan harum ketika orang semakin mendekati pintu kamar Alyssa, walaupun 12 tahun berlalu namun pintu dari kayu cendana itu masih terlihat seperti awal ketika itu di pasang tanpa ada sedikitpun keropos.

Tanpa kesulitan Rion membuka pintu yang lumayan tebal dan berat itu ia lalu berjalan masuk dengan berjalan perlahan karena dirinya merasa kalau saat ini saudara perempuan cantiknya itu tengah tidur terlihat dari saat ia membuka pintu Alyssa sama sekali tidak menyadari kedatangan Rion.

Benar saja semakin masuk ia ke dalam dan dari jauh melihat ranjang tempat biasa Alyssa tidur yang ditutupi oleh tirai putih sedikit transparan sehingga tidak sulit orang luar melihat apa yang ada di dalam sana, karena itu Rion dapat melihat Alyssa tengah berbaring memunggungi tempat anak laki-laki itu berdiri.

Namun sepertinya Alyssa mulai menyadari orang lain selain dirinya di kamarnya ini sehingga gadis itu mulai membuka matanya dengan gerakan malas karena ia merasa itu sama sekali bukan Rendythia terdengar dari langkah kaki yang ia buat.

"Kakak!" panggil rendah Rion dengan suara yang penuh keluhan dan kesedihan membuat Alyssa berbalik.

Tidak jauh dari tempatnya sekarang Alyssa melihat tubuh mungil saudara laki-lakinya membuat ekspresi tidak jauh berbeda dengan nada suara saat memanggilnya sebelumnya, sejenak gadis itu kebingungan dengan ekspresi yang di buat Rion yang sama sekali jarang ia perlihatkan kepadanya namun saat turun ke bawah pupil coklat Alyssa sedikit menyusut ketika melihat darah yang terus menetes dari telapak tangan mungil saudara laki-lakinya itu.

Kembali menaikkan tatapannya menuju Rion yang baru saja ia sadari sedikit pucat yang di mana dugaan Alyssa mulai kekurangan darah karena jauh di belakang Rion terlihat banyaknya jejak darah.

Dengan panik dan tergesa-gesar Alyssa turun dari ranjang putihnya yang hampir membuatnya terjatuh karena gaun tidur panjang ia kenakan tidak sengaja dirinya injak namun dengan mantap Alyssa kembali memantapkan langkah kakinya dan mulai menenangkan dirinya sebelum menuju ke tempat di mana Rion berdiri.

"Bagaimana tangan kamu berdarah begitu banyak seperti ini?" tanya Alyssa pelan sambil dengan lembut memegang pergelangan tangan Rion.

"Kakak pelempuan, itu semua pelayan yang melakukan ini pada lion. Meleka malah kalena Lion mengatakan ingin mengunjungi kakak pelempuan." jawab Rion dengan wajah penuh kesedihan dan mata yang memerah mulai mengeluarkan air mata.

"Pelayan yang begitu berani, apakah mereka terlalu buta sampai tidak mengetahui siapa tuan mereka." kata Alyssa menyimpitkan matanya dingin mulai mengeluarkan sapu tangan merahnya dan dengan lembut menghapus darah di sekitar luka Rion takut membuat sauadar laki-lakinya itu kesakitan.

"Ayo duduk dulu, kakak akan kembali mengambil obat untuk luka kamu. Jangan pindah sebelum kakak kembali." perintah Alyssa menggiring Rion menuju ranjangnya untuk duduk setelah sedikit mengapus jejak darah di tangan Rion yang terlihat mengerikan itu.

Namun walaupun sudah beberapa kali Alyssa mencoba menghapus darah di sekitar luka Rion tetap saja darah masih dengan cukup dera h keluar dari sana sehingga dirinya memutuskan untuk dengan cepat mencari obat agar darah dari luka Rion berhenti keluar.

.

.

.

Bersambung

See you.

DecemberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang