Bab 10 : Tertunda

3.5K 134 5
                                    

Sungguh hari yang melelahkan, belum hilang rasa capek setelah acara resepsi, eh, disuruh nyapu halaman. Mana banyak banget sampah-sampah plastik dan kotakan bekas tempat snack.

Ditambah dengan pinggang yang terasa pegal dan panas akibat hari pertama datang bulan.

Harus segera mandi air hangat yang sedikit di kasih garam, kata Bapak supaya capek dan pegal-pegal hilang.

🍀🍀🍀

Adzan Isya berkumandang, Mas Afnan segera berangkat ke Mushola untuk menunaikan shalat berjama'ah.

Sambil menunggu kepulangannya, kurebahkan diri di kasur. Kuperiksa gawai yang semenjak sore kuabaikan.

Terdapat berpuluh-puluh komentar ucapan selamat disalah satu foto yang telah ditandai Irna, ke akun facebookku dan akun Mas Afnan.

Kubaca dan kubalas satu per satu komentarnya.
Tak lupa mengecek aplikasi WhatsApp yang juga terdapat beberapa pesan.

Disaat asyik membalas pesan, tiba-tiba....

Ceklek.

Pintu kamar terbuka.

Tak kusadari, ternyata Mas Afnan sudah pulang dari Mushola.

Dia tersenyum padaku dengan senyum khasnya. Berjalan menghampiriku setelah mengunci pintu.

Perasaan canggung, dan salah tingkah masih manyelimutiku.

Melepas peci serta kacamata, dan meletakkannya di atas nakas. Merebahkan diri di sampingku. Dengan posisi badan miring menghadapku.

"Kepalaku pusing banget, Dik. Mas tidur dulu ya?" pintanya sambil memejamkan mata.

"Kan, Mas belum makan malam? Makan dulu, baru istirahat," kataku sambil memandang cemas wajahnya.

"Sepuluh menit aja deh tidurnya, nanti bangunin ya," pintanya lagi.

"Nggak ganti baju dulu?" tanyaku lagi.

Belum sempat menjawab pertanyaanku, Mas Afnan sudah tertidur pulas. Masih mengenakan baju koko dan sarung.

'Hemmm, pasti Mas Afnan capek banget. Apalagi kemarin malam dia juga kurang tidur, ' gumamku dalam hati.

Pria dengan alis tebal ini seolah tak mempedulikan ada seorang wanita di sampingnya.

Thok thok thok....

Ketukan pintu kamar terdengar. Segera beringsut turun dari ranjang dan membukakan pintu.

"Makan dulu, Han, suamimu diajak sekalian," ucap Ibu yang tengah berdiri di depan pintu kamar.

"Mas Afnan lagi tidur, Bu, nanti saja nungguin Mas Afnan bangun," ucapku pelan.

"Bulik!! Om mana?" jerit suara melengking Kiki di belakang Ibu.

"Om lagi tidur. Sssst, jangan berisik ya," jawabku sambil menempelkan jari telunjuk ke bibir.

"Ya sudah, jangan lupa nanti dibangunkan. Kasian, pasti Afnan juga lapar," ucap Ibu sambil menggandeng tangan Kiki menjauh dari kamarku.

"Iya, Bu," jawabku sambil menutup pintu.

🍀🍀🍀

Mau membangunkan Mas Afnan dari tidur pulasnya, sebenarnya tak tega. Namun mengingat dirinya belum makan, dan waktu yang sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Akhirnya kucoba beranikan diri membangunkannya.

Kutepuk bahunya, sambil kugoncang perlahan.

"Mas, bangun! Makan dulu," ucapku yang sudah merasakan perut keroncongan.

Jodoh Tepat Waktu (Proses Menuju Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang