Bab 6 : Menyerah Dan Melangkah

3.7K 132 4
                                    

NB: Disarankan sambil mendengarkan Sholawat Farsyi Turob sambil menghayati arti yang saya tulis....

Tak terasa, sudah dua bulan Mas Afnan kembali ke perantauan. Sisa waktu luang setelah bekerja, kugunakan untuk memikirkan segala persiapan pernikahan.

Mulai dari merencanakan waktu yang tepat untuk keluar kos dan keluar kerja. Mendesign undangan dan mencetaknya, menyewa dekorasi, rias pengantin, dan segala tetek bengeknya.

Dan akhirnya kurencanakan untuk keluar kerja tiga hari sebelum akad dilaksanan. Sekaligus nanti berpamitan dengan Ibu Erna dan meminta doa restu.

Disamping ada rasa syukur karena akan segera mengakhiri masa lajang, disamping itu pula pikiranku masih sering terbesit oleh rasa keraguan.

Tak dipungkiri perasaanku kepada Mas Hasan yang sekarang entah dimana, masih bersemayam di dada. Ketika memikirkannya, membuat batinku kian perih.

Rasa tak tega menghantui pikiran. Mengingat sebentar lagi aku akan meninggalkannya.

'Bagaimana jika dia akan sakit hati dan merasa putus asa?'

Pertanyaan itu seolah membayangiku, membuat hati semakin dilanda kegelisahan.

Aku memang sudah pernah berjanji untuk setia menunggunya.

Tapi pikiran berkecamuk, menunggu sampai kapan lagi?

☘☘

Teringat ketika Mas Hasan menceritakan kepadaku bahwa ada seorang temannya yang tiba-tiba ditinggal menikah oleh wanita yang diidamkannya. Karena wanita itu dijodohkan dengan orang lain.

"Aku takut akan mengalami nasib seperti temanku. Kasihan temanku, Dik. Dia seperti orang gila karena ditinggal menikah oleh wanita pujaannya. Apakah Dik Hana mau berjanji untuk menunggu?"

"Aku semakin tak tega ketika grub rebana kita diundang oleh pengantin wanita untuk mengisi acara. Sedangkan temanku juga salah satu personilnya," ucapnya kala itu saat terakhir kita bertemu.

Wajahnya yang sendu menyiratkan harapan bahwa dia menginginkan aku untuk menunggunya.

"Insha Allah aku mau menunggumu, Mas. Tapi aku minta suatu kepastian. Berapa tahun lagi kira-kira waktu yang Mas butuhkan?"

Seperti yang sudah-sudah, dia hanya memberikan jawaban yang tidak pasti. Helaan nafas panjangnya seolah menandakan ada suatu beban menggelayutinya.

🍀🍀🍀

Rasa rindu yang menyeruak di dalam dada, membuat pikiranku seolah goyah. Pernah terbesit untuk menunda pernikahan dengan Mas Afnan.

"Maafkan aku Mas, mungkin ini terdengar bodoh dan memalukan. Tapi aku akan mengatakan sejujurnya sebelum mengawali ini semua. Sebenarnya sampai saat ini masih ada seseorang di hatiku," ucapku kala itu kepadanya dengan rasa bersalah.

Sebenarnya kusadari ini adalah perbuatan yang menyedihkan. Tetapi aku benar-benar tidak bisa menutupi. Daripada menyakiti hatinya suatu saat nanti, lebih baik jujur sejak awal.

"Aku hanya tak ingin membuat Mas Afnan kecewa. Setelah nengetahui hal ini, apakah Mas bisa menerima? Atau lebih baik ditunda dulu saja, dan memikirkan ulang sebelum kita melanjutkan ke jenjang pernikahan."

Mas Afnan tipe pribadi yang tenang dan pendengar yang baik. Dia berusaha tidak menunjukkan kekesalan bahkan kekecewaan. Yang ada, dia semakin menunjukkan sikap kedewasaannya.

"Insha Allah dengan segala kekuranganku, aku akan memperjuangkanmu. Berharaplah semua kebaikan dari Allah, jangan mengharapkan lebih kepadaku. Karena ketika Dik Hana menggantungkan harapan kepadaku, pasti hanya kecewaan yang akan didapatkan. Karena aku hanyalah manusia biasa yang jauh dari kata sempurna."

Jodoh Tepat Waktu (Proses Menuju Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang