Bab 9: Resepsi

3.6K 124 4
                                    

Jam enam pagi perias pengantin sudah datang ke rumah. Yang aku herankan, beberapa personil grub rebana teman-teman sekolah Irna juga sudah datang, untuk menyiapkan peralatan. 'Apa tidak terlalu pagi?' batinku.

"Dik, silahkan sarapan dulu," ucapku sambil mempersilahkan masuk.

"Hehe, iya, Mbak, nanti saja," jawab mereka sambil malu-malu.

"Ir, temenmu diajak sarapan dulu. Semangat banget temen-temenmu itu, jam segini sudah datang," ucapku setengah berbisik kepadanya.

"Iya, mbak, hehe, itu lho, yang namanya Mujib mba, yang sering dijodoh-jodohkan sama aku," ucapnya balas berbisik sambil menunjuk ke salah seorang temannya.

"Oalah, pantesan dia semangat banget, ternyata mau datangin calon mertua," balasku dengan menggoda.

"Apaan sih," jawab Irna sambil berlalu menghampiri teman-temannya.

Sedangkan aku dan perias segera menuju ke rumahnya Mbak Rini yang berada di sebelahnya Pak RT untuk merias wajah.

☘☘☘

Setelah dirias, entah mengapa aku kurang puas dengan riasannya. Bibirku seolah monyong beberapa senti. Lipstik yang kuharapkan warnanya yang natural. Malah sebaliknya, bibirku dipoles tebal dengan lipstik yang berwarna merah cerah.

Sampai ketika tersenyum, lipstik itu terlihat menempel di gigi. Mau protes, takut menyinggung periasnya. Aku juga sadar diri, karena harga MUA-nya memang cukup murah. Hanya beberapa juta, sudah sepaket dengan harga tenda, fotografer, cetak foto, panggung rebana, kursi, dekorasi pelaminan, juga termasuk sound sistemnya.

"Itu, Dik, lipstiknya nempel di gigi," ucap Mas Afnan sambil mengulum senyum menunjuk ke arah gigiku.

"Ish," aku mencebik.

Wajahku seketika malu. Pujian yang kuharapkan, eh, malah dengan blak-blakan dia mengingatkan hal yang tak kusuka dari tadi.

"Bantu bersihin dong, lipstiknya," sungutku sambil menyodorkan tisu.

Akhirnya Mas Afnan membantuku sedikit mengurangi ketebalan lipstik yang membuatku tak nyaman. Disambut dengan lirikan perias pengantin, seolah dia takut kalo hasil riasannya dirusak.

Kami seketika memainkan alis dan tertawa terkikik. Menyadari lirikan mata itu.

Sedangkan Mas Afnan juga terlihat kurang suka dengan polesan bedak di wajahnya. Beberapa kali wajahnya diusap dengan tisu.

"Sudah, nggak usah diusap-usap, Mas Afnan tampan kog pakai bedak, nanti malah dapat lirikan lagi," godaku sambil menutup mulut menahan tawa.

"Nggak suka," jawabnya sambil terus mengusap wajahnya.

Kuamati wajahku dari pantulan cermin. 'Cantik juga,' batinku mencoba memuji diri sendiri.

Kalo menunggu Mas Afnan yang memuji, entah kapan kata pujian itu keluar dari mulutnya.

Memakai baju kebaya warna hitam, dihias dengan payet keemasan. Jilbab yang dililit-lilit entah berapa variasi lilitan. Hingga akhirnya ditancapkan mahkota kecil di atasnya, dan dipasangi bunga melati yang telah dirangkai hingga menjuntai sampai paha.

Memakai bawahan kain Jarik yang dililit-lilit sehingga untuk berjalanpun sulit dan harus dipapah.

Membayangkan seperti drama-drama korea yang pengantin prianya membopong pengantin wanitanya menuju pelaminan.

Sedangkan postur tubuh Mas Afnan yang imut, yang tingginya 167 dan berat badan 58, hanya selisih lebih tinggi lima senti dan selisih berat badan sepuluh kilo saja denganku. Apa dia akan kuat?

Membayangkannya jadi geli sendiri.

'Ngehalu sih boleh, tapi jangan ngebebani suami dong, tapi kalo dia yang nawarin, aku juga nggak bakalan nolak, hihihi' batinku yang mulai tak jelas.

Kuamati Mas Afnan memakai Beskap berwarna senada dengan kebayaku, memakai celana panjang yang diluarnya dililitkan kain Jarik selutut. Dan memakai peci yang disulam emas. Tak lupa rangkaian melati yang dikalungkan di lehernya.

Kacamata kotak berbingkai penuh yang selalu bertengger di hidung, semakin menambah ketampanannya.

Memuji suami sendiri boleh kan? Hehehe.

💦💦

Alhamdulillah acara resepsi telah selesai.
Prosesi upacara pengantin Adat Jawa berjalan lancar. Doa penutup sudah dilantunkan. Segenap tamu undangan sudah berangsur pamit bersalaman. Diiringi dengan lagu sholawat.

Dilanjutkan dengan sesi foto-foto. Hingga akhirnya, kami diminta berganti baju. Karena baju pengantin akan sekalian dibawa pulang oleh penata rias.

"Aku sholat dulu ya, Dik," ucap Mas Afnan ketika aku sedang menghampiri teman-temanku yang baru saja datang. Sekalian Mas Afnan berpamitan dengan mereka setelah menyalaminya.

"Iya, Mas, nanti gantian ya," jawabku kepadanya.

Setelah berbincang-bincang, teman-temanku berangsur pulang.

Mengingat waktu sudah menunjukan jam setengah dua siang. Karena takut waktu dhuhur semakin habis, aku berjalan cepat masuk ke dalam rumah.

"Han, nanti jangan lupa halamannya disapu ya, itu kewajiban kedua pengantin," ucap Mbak Eva menghentikan langkahku.

"Emang harus ya, Mbak?" tanyaku padanya.

"Kalo kata orang tua emang gitu aturannya," kata mbak Eva lagi.

'Namanya pengantin itu dimanja-manja, eh, ini disuruh nyapu. Mana halamannya luas yang disapu. Mending kalo cuma halaman rumah sendiri, nah ini sampe jalan depan, sama halaman rumah Pak RT. Aneh juga aturannya,' batinku heran.

'Tapi tak apalah, yang penting selalu berdua dengan Mas Afnan, akan menambah keromantisan,' batinku lagi sambil tersenyum-senyum.

"Ngapain senyum-senyum," tanya Mbak Eva heran.

"Nggak apa-apa kog, Mbak, hehehe. Oke, nanti aku sapu sama Mas Afnan, sekarang mau sholat dulu," jawabku sambil melaluinya.

"Ya sudah, sana sholat dulu, keburu habis waktunya," ucap Mbak Eva lagi.

Bergegas menuju ke kamar mandi. Membersihkan make up diwajah dan kutek yang menempel di kuku.

Ketika ingin berwudhu, kurasakan ada yang berbeda. Setelah kupastikan, ternyata benar, bahwa datanglah tamu yang tak diharapkan oleh Mas Afnan.

"Alhamdulillah," kuucapkan dengan penuh syukur. Menyunggingkan senyum jahil. 'Maafkan aku Mas Afnan,' yang pastinya hanya kuucapkan dalam hati.

Akan kurahasiakan kedatangan tamu yang tak diundang sampai nanti malam. Sisi jahilku muncul.

Masih terngiang kata-kata teman kerjaku, yang telah menikah sebelumku. "Awas lho Han, malam pertama itu sakit," ucapnya sambil tersenyum menggoda.

Kusyukuri dalam hati, atas karunia Ilahi. Malam ini, dan beberapa malam kedepan, menjadi malam yang tertunda lagi.

Next

Kritik dan Saran sangat diharapkan😍😍

Mungkin para pembaca kecewa😂😂
Meskipun kecewa, tetap divote ya tulisanku.😍😍

#Catatan_seorang_perantau
#Sangatta_kota_tercinta
#Bumi_etam

Jodoh Tepat Waktu (Proses Menuju Novel)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang