...

1.5K 282 32
                                    

Oke, halo teman-teman pembaca semua! Gak nyangka website udah (mau) abis gini. Terima kasih yang udah nemenin aku dari awal, tengah cerita, atau bahkan baru nemu website akhir-akhir ini :') Ceritanya pure ideku sendiri dengan karakter yang aku visualisasikan sendiri juga! Aku pengen bikin cerita yang se-sederhana & se-ringan mungkin & jadilah website... Terima kasih udah enjoy baca website yang aku sendiri masih banyak salah & perlu belajar lagi nulisnya.

Terima kasih sekali lagi, selamat membaca! Psst... tungguin epilogue-nya ya! ;)

••

"Kenapa?" tanyanya setelah bermenit-menit mereka terdiam.

Suhu air conditioner kafe sebenarnya tidak begitu dingin tetapi entah bagaimana pertanyaan singkat Mingyu itu berhasil bikin suasana dingin menusuk tulang. Hati Mina berdegup kencang.

Mina banyak bertengkar dengan pikirannya sendiri sebelum setuju untuk menemui Mingyu sore ini. Tidak hanya dengan dirinya sendiri, tetapi juga dengan Ale.

Ale sangat menyayangkan keputusan sahabatnya itu untuk menyudahi hubungan dengan Mingyu. Ale adalah orang yang selalu berada di garis terdepan tiap kali ada perkembangan kecil di hubungan Mina dan Mingyu. Tetapi ketika mendengar cerita Mina, Ale tidak bisa melakukan apapun selain mendukung keputusan sahabatnya.

Mina meneguk cokelat hangat yang ada di hadapannya. Berharap dengan diteguk cokelat hangatnya itu, Mina bisa menenangkan dirinya sedikit.

Mina menatap Mingyu yang sedang menunggu jawabannya. Mingyu masih membiarkan es kopi yang ia letakkan di atas meja tidak terminum sama sekali, sepotong kue yang ia beli juga tidak ia sentuh.

"Karena lo gak bisa cinta sama orang hanya dalam 10 hari, Gyu. Lo gak bisa dengan gampang nyatain perasaan lo ke gue padahal kita baru kenal 10 hari..."

Mina menghela nafasnya panjang setelah sedikit membentak di akhir omongannya. Semua ini berat untuk Mina, satu sisi dirinya tidak bisa berbohong soal perasaannya pada Mingyu tetapi di sisi lain Mina merasa semua ini terlalu cepat... 10 hari!

Siapa tahu perasaan yang Mingyu miliki untuknya hanyalah rasa kagum semata? Mingyu tidak benar-benar menyukainya, tetapi karena rasa kagum saja? Akting seakan-akan mereka benar-benar sayang satu sama lain, akting seakan-akan mereka menjalin suatu hubungan, Mingyu tidak mungkin jatuh hati karena akting berpura-pura mereka, kan?

"... gak secepet itu, Gyu. Dan gak semudah itu."

Mingyu terdiam, beberapa kali ia acak-acak rambutnya.

Tiap kali Mina ditatap tajam oleh Mingyu, Mina sebisa mungkin berusaha menghindar, membuang wajahnya.

"Gue gak mau kita punya hubungan hanya karena lo nyaman doang."

Mingyu menundukkan kepalanya, masih dengan kedua tangan memegang rambutnya.

"Kalo udah gak ada yang mau diomongin lagi, gue balik."

Mina mengambil ponsel dan dompet yang masih berada di atas meja kafe. Ia buru-buru memasukkan barang-barangnya ke dalam tas selempang yang ia bawa.

Langkah kaki Mina berat untuk beranjak dari tempat duduknya. Bimbang apakah akan tetap berada di café atau pergi meninggalkan Mingyu.

"Terus... kalo bukan cinta, namanya apa?"

Mina terkejut. Ia mendongak dan kali ini memberanikan diri menatap Mingyu.

"Dari awal, Na. Dari awal. Saat lo uring-uringan di kafe karena gue belum dateng, saat gue pengen ngehabisin waktu lebih lama dengan ngambil rute paling jauh pas nganterin lo pulang, saat gue siap kapan aja lo butuhin, saat kita ngobrol di telepon pertama kali yang bikin gue sadar sama perasaan gue, saat pertama kali ngeliat lo bangun tidur pake piyama hello kitty legend lo, saat pertama kali dikenalin ke keluarga lo, saat ngeliat lo secantik itu pake gaun lamaran, saat makan bakmi pinggir jalan, dan begitu banyak saat-saat lainnya... itu gak berarti apa-apa buat lo? Masih kurang jelas perasaan gue ke lo?"

Rasanya Mina ingin menangis saat itu juga. Rasanya ia ingin menghantam kepalanya ke dinding kafe.

Mina tersenyum hangat pada Mingyu. Mungkin untuk terakhir kalinya sebelum ia mengakhiri ini semua, termasuk mengakhiri perasaannya pada Mingyu.

"Makasih udah mau berbisnis sama gue selama ini. Semoga memori-memorinya menyenangkan. You did great."

Lalu Mina pergi, begitu saja.

Meninggalkan Mingyu di dalam kafe sambil melangkahkan kaki cepat keluar. Menjauhi Mingyu secepat apapun dan bagaimanapun juga.

Mina memanggil supir taksi yang biasa parkir dan menunggu penumpang di depan kafe untuk segera membawanya pergi.

Mingyu menahan Mina masuk ke dalam taksi, membuat Mina harus menghadap Mingyu lagi. Padahal ia sudah berhasil menghadang air matanya agar tidak jatuh, sekarang semuanya jatuh dan mengalir di wajahnya begitu saja.

Tembok besar yang sudah Mina dirikan, runtuh begitu saja ketika Mingyu menggenggam kedua tangannya dan menatap dirinya penuh arti, penuh harapan.

Mingyu mengusap halus tangan kecil Mina. Mingyu tahu bahwa itu adalah satu dari sekian banyak hal yang Mina suka dari dirinya.

"Apa perlu gue berjuang lagi, Na? Apa perlu kita mulai dari awal dan gue perjuangin lo dari 0 lagi?"

Mina tahu betul bahwa Mingyu mengharapkan jawabannya. Mina melepas genggaman tangan Mingyu dan segera menghapus air mata yang ada di wajahnya, membuat pria di depannya itu membeku.

Mina tersenyum hangat lagi, kali ini, mungkin benar-benar untuk yang terakhir kalinya.

"Gak usah berjuang karena apapun atau untuk siapapun, Mingyu. Lo berhak dapetin seseorang yang jauh lebih baik daripada gue. Kalo emang kita ditakdirin buat ketemu lagi, ya kita bakal ketemu lagi. Kalo nggak, kita sampe sini aja, ya?"

Mina melingkarkan kedua tangannya di leher pria dengan tinggi hampir 185 cm itu. Memeluknya.

"Na..." ucap Mingyu sambil terus mengusap rambut Mina.

"Lo tau apa yang bikin gue sakit hati banget?"

Mina menahan dirinya untuk menjawab.

"Na, lo tau kalo gue jatuh cinta banget sama lo dan lo sama sekali gak perduli. Lo tau soal perasaan gue dan lo sama sekali gak ngegubris apapun soal itu..." ujar Mingyu.

Kali ini, Mina melemas. Tangannya bergetar, tidak sanggup melepaskan pelukannya bersama Mingyu.

"... itu, Na. Itu yang bikin gue sakit hati."

Mina menguatkan dirinya dan dengan cepat melepas pelukannya pada Mingyu, "Uangnya udah gue transfer sebelum kesini. Tolong dicek. Thank you ya, Gyu."

Adalah ucapan terakhir Mina pada Mingyu sebelum memasuki taksi. Meninggalkan Mingyu berdiri dengan tatapan kosong di pinggir jalan.

Buat apa memperjuangkan Mina dan hubungan mereka kalau Minanya sendiri tidak ingin diperjuangkan?

Mingyu melepas Mina pergi dan masih sangat berharap semesta berpihak padanya ketika Mina berkata bahwa kalau memang mereka ditakdirkan untuk bertemu lagi, mereka pasti akan dipertemukan.

Yang Mingyu inginkan hanya itu.

Semoga mereka bertemu lagi.

Semoga mereka bertemu lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
website • mingminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang