16 - Auto Panic

6.4K 1.2K 80
                                    

Aku saranin baca ulang dulu sebelum baca chapter ini. Saking lamanya nggak update, mungkin kalian lupa sama jalan ceritanya.

Terimakasih buat yang masih setia nungguin.

Happy reading!❤️

****

Chapter 16

Sejak dua hari belakangan, Sacha memainkan perannya sebagai tangan kanan Virgo. Mulai dari mengerjakan PR cowok itu, membuatkan minum, membawa barang-barangnya, dan segala tugas yang katanya nggak mungkin bisa dilakuin tanpa dua tangan. Sebenarnya Sacha dongkol setengah mati, tapi mengingat kalau ini semua memanglah konsekuensi yang harus didapatkannya akibat kecerobohannya, mau nggak mau Sacha tetap menurutinya.

Sialnya, makin lama Virgo makin melunjak. Contohnya sekarang, Sacha disuruh menenteng tas sekolahnya setelah baru saja mereka turun dari mobil yang dikendarai Papa Virgo.

"Seriously, lo bisa bawa nih tas pake bahu sebelah kiri," omel Sacha. "Kalau dilihat guru, gue bisa dikira sebagai korban perundungan alias korban bullying!"

Virgo tetap berjalan dengan santai tanpa memedulikan langkah Sacha yang terseok-seok mengikutinya.

"Mana gue harus nganter nih tas ke kelas lo lagi. Jarak kelas kita itu jauh keleus. Belum lagi ketemu Kibay, aduh, pagi gue nggak ada indah-indahnya."

Virgo tiba-tiba berhenti berjalan. "Disuruh bawa tas gue yang enteng itu aja ngomel, udah gue kira lo itu emang nggak niat nebus rasa bersalah," balas Virgo sambil menarik tasnya dari tangan Sacha kemudian menyampirkannya ke bahunya sendiri.

Bibir Sacha mengurucut. "Gue kan bantuin apa yang emang nggak bisa lo lakuin sendiri. Kalau soal bawa tas sampe ke kelas, ya lo masih bisa sendiri, lah. Manja banget."

Virgo memelotot. "Udah, masuk kelas sana. Jauh-jauh dari gue."

Sacha berdecak. "Siapa juga yang mau deket-deket lo!"

"Awas, ya. Pulang nanti lo sama Kibay aja, nggak usah nebeng nyokap."

Sacha menjulurkan lidahnya dan segera kabur meninggalkan Virgo yang masih menatap cewek itu dengan kesal.

Sacha dengan cepat menaiki anak tangga dan memasukki kelasnya yang sudah cukup ramai. Tiba di kursinya, sosok Arin ternyata sudah lebih dulu datang.

Hubungan Sacha dan Arin yang semula nggak begitu baik semakin keruh karena insiden tiga hari lalu. Dari tatapan Arin, Sacha dapat menyimpulkan kalau cewek itu menganggap Sacha tersangka utama cederanya tangan Virgo. Sacha memang layak disalahkan, tapi tatapan menusuk Arin bikin jengah juga lama-lama.

Sacha menghela napas panjang. Bersusah payah dia mengendalikan diri untuk nggak terpengaruh. Setidaknya, wajar saja Arin seperti menyimpan seribu dendam padanya, faktanya cewek itu adalah mantan kekasih Virgo yang kabarnya bentar lagi bakal balikan.

"Hari ini gue mau ke rumah Virgo," cetus Arin tiba-tiba.

Sacha nyaris saja menjatuhkan ponsel yang baru saja mau dia keluarkan dari tasnya. "Lo bilang apa?"

"Hari ini gue mau ke rumah Virgo. Rumah lo di depan rumah Virgo, kan? Gue boleh sekalian main?" tanya Arin.

Ini mah namanya serangan mendadak. Otak Sacha tidak sempat berpikir untuk merespons semuanya. Alhasil, Sacha cuma bisa terdiam sambil menelan ludah gugup.

"Gue mau liat Virgo."

"Liat di sekolah aja kan bisa, dia udah masuk sejak kemarin," balas Sacha.

Super Big MatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang