Meskipun empat tahun sudah berlalu, Sacha nggak menemukan perubahan berarti pada diri Tante Laras dan suaminya, Om Haris. Tante Laras masih sama cantiknya dari apa yang diingat Sacha empat tahun lalu. Begitupun dengan Om Haris yang masih menampilkan aura bapak-bapak sukses sama seperti dulu.
Sacha sepenuh hati mengumbar senyum meskipun kini dia mulai tidak nyaman di tempatnya.
Tante Laras sibuk bercengkrama dengan Mama, melempar kata yang menyiratkan kerinduan karena perpisahan jarak. Sedangkan Om Haris tampak menyimak, sambil sesekali menimpali percakapan tersebut dengan beberapa kalimat atau sekedar tertawa.
Selagi percakapan di ruang tamu itu terjadi, Sacha menyapu pandangan ke sekelilingnya. Berharap itu bisa mengurangi ketidaknyamanannya terjebak diantara obrolan orang tua selagi hatinya ketar-ketir karena mengantisipasi munculnya cowok yang rasanya nggak pernah ingin dia temui.
Rumah ini jauh lebih megah dari pada yang terakhir kali Sacha ingat. Berlantai dua, dengan perabot mahal yang tak kasat mata. Bahkan, sofa berwarna kuning keemasan yang Sacha duduki ini pun terasa begitu empuk. Namun tetap saja, keempukkannya tersebut tidak dapat mengobati rasa tidak nyamannya.
"Oh ya, Sacha sekarang naik kelas dua SMA kan sama kayak Virgo?" Tante Laras tiba-tiba bertanya pada Sacha, membuat cewek yang kini berbaju kaus hitam sesiku itu sedikit tersentak.
"Eh, iya, Tan," jawab Sacha tak lupa memamerkan senyum manisnya.
"Nanti, pindah sekolahnya di tempat yang sama kayak Virgo aja. Biar Om Haris bantu urus," ucap Tante Laras dengan semangat.
Tidakkkkk! Rasanya Sacha ingin meneriakkan kata itu sedramatis mungkin, tapi dia tahu itu sungguh tidak sopan.
"Iya, nanti Om urus, gampang itu. Kamu nanti pas awal tahun ajaran baru, tinggal sekolah aja, nggak perlu ambil pusing." Kini Om Haris ikutan menimpali dengan nada tak kalah semangatnya dari Tante Laras.
"Sacha sih mau-mau aja ya, yang penting dia bisa lanjut sekolah disini dan dapet pendidikan sebaik mungkin," ucap Mama menyela apapun yang kini ada di benak Sacha.
Sacha cuma bisa menghela napas pasrah.
"YA AMPUN SACHA UDAH GEDE BANGET SEKARANG!"
Teriakan itu kembali menyentak Sacha. Gede apanya, ya? Badannya? Tubuhnya yang kurus macam model Victoria's Secret ini nggak cocok dibilang gede. Kalau usia dibilang gede ya masih gede-an orang yang teriak dari pertengahan anak tangga sana.
Kak Gemini.
Anak pertama Tante Laras dan Om Haris. Dalam sekali tatap, otak Sacha dengan cepat memutar kembali kenangan mengenai Gemini. Bagaimana penampilannya dulu, seberapa dekat mereka, dan ketika semuanya seolah kembali ke masa sekarang, Sacha tak bisa menahan diri untuk tak tersenyum lebar. Ada sedikit cekikikan di sela-sela senyumnya.
Sacha berdiri dari duduknya, menerima pelukan dari Gemini.
"Ya ampun, kak Gemini udah gede banget keliatannya. Udah nikah, ya?" tanya Sacha setelah saling melepas diri dengan cewek bermata cokelat di depannya.
"Sembarangan kamu! Kakak masih kuliah. Kita cuma beda 3 tahun lho, Cha."
Waduh. Ntar Kak Gemini ngira gue nganggepnya muka tua lagi! batin Sacha gelisah.
"Oh iya, beda tiga tahun kita ya, Kak," Sacha terkekeh kecil. "Kakak sih mukanya adem banget, kayak tipikal istri idaman para lelaki."
Jawaban yang cukup baik. Gemini langsung tersipu-sipu di tempatnya.
Gemini yang sadar kehadiran Mama Sacha langsung menyalami beliau dengan sopan dan menanyai kabarnya dengan nada ramah.
Sacha kembali dihantui perasaan was-was. Tante Laras dan Om Haris ada disini. Kak Gemini juga baru bergabung. Nah, kenapa Virgo belum muncul juga, ya? Apa tanpa sepengetahuan Sacha, Virgo ternyata nggak tinggal disini lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
Super Big Match
TeenfikceBertemu kembali setelah empat tahun perpisahan itu bukanlah perkara yang menyenangkan, setidaknya itulah yang ada dalam benak Sacha ketika dia kembali bertemu dengan Virgo begitupun sebaliknya. Andai saja Virgo itu nggak serba sok dan nggak pand...