"Selamat pagi, Om, Tante." Sacha menebar senyum sekalem mungkin. Om Haris yang sedang membaca koran, balas menyapa Sacha dengan ramah. Sedangkan Tante Laras cuma menanggapinya dengan senyum lebar.
"Selamat siang juga, Sacha." Suara Virgo terdengar di sudut ruang keluarga ini. Sacha memutar kepalanya, saat mata mereka bertemu, Virgo yang duduk di ujung sofa tersenyum sok manis seraya mengangkat cangkir teh di tangannya.
Sacha yang merasa tersindir dengan sapaan Virgo buru-buru menjelajahi seisi ruangan, mencari keberadaan jam dinding. Pukul 09.45.
"Masih pagi kok," gumam Sacha sambil mencibir.
"For your information, pagi itu ketika ayam masih bersedia berkokok membangungkan orang-orang yang nggak pemalas."
"Gue semalem nggak bisa tidur denger cerita lo, makanya gue agak kesiangan hari ini." Sacha berusaha membangun imej baik biar Om Haris dan Tante Laras nggak berpikiran kalau dia anak pemalas. Padahal sebenernya, dia emang sedikit pemalas kok. Tolong garis bawahi kata 'sedikit'-nya.
"Sacha, kalau mau sarapan, ke meja makan aja ya. Ada nasi uduk sama gado-gado," ucap Tante Laras berbaik hati.
"Atau kalau mau langsung sekalian makan siang, bisa juga, Bunda udah masak lauk soalnya," tambah Virgo enteng.
Sacha memicing ke arah Virgo. Sementara Tante Laras sudah berlalu, menuju taman dimana Mama Sacha sudah lebih dulu berada. Sacha bisa tahu karena dari posisinya sekarang dia bisa melihat pintu rumah yang terbuka yang menampilkan Mamanya yang sedang sibuk pada tanaman-tanaman di luar sana.
"Kak Gemini, mana ya, Om?" Sacha lebih memilih bertanya pada Om Haris daripada menjawab ucapan Virgo barusan.
"Dia dari tadi pagi jogging sama temen-temennya. Sekarang mungkin mereka lagi nongkrong-nongkrong cantik di tempat makan." Jawaban Om Haris mengundang cengiran geli dari Sacha. Kata 'nongkrong-nongkrong cantik' yang dilontarkan Om Haris menurut Sacha lucu sekali. Om Haris kayak anak muda jaman sekarang aja.
"Om heran deh, gimana mau kurus dan sehat kalau abis jogging malah makan besar?" Om Haris geleng-geleng kepala tak habis pikir.
"Sacha juga gitu kok Om. Soalnya kalau abis jogging tuh bawaannya laper, capek, terus apalagi kalau di sekitaran area jogging banyak yang jualan makanan, langsung sikat tanpa mikirin diet!" balas Sacha.
"Lah, kalo lo diet jadi apaan lo? tengkorak berjalan? Begini aja udah kurus banget kayak papan," komentar Virgo tanpa mikirin gimana nyerinya perasaan Sacha mendengar itu. Ini sudah masuk dalam kategori body shaming!
Sacha melipat bibirnya, mencoba sabar. Dia menunduk memperhatikan sesaat tubuhnya. Emang sih kurus, terkesan lurus. Tapi nggak sedatar papan juga kali! Terhinalah dirinya sebagai perempuan tulen.
"Body goals begini dibilang kayak papan, mungkin selera lo aja yang lebih prefer cewek bongsor," balas Sacha agak emosi.
Suara batuk Om Haris dan pelototan tajam Virgo sontak menyadarkan Sacha. Sacha langsung menggigit bibirnya yang udah nyerocos tanpa tahu situasi dan kondisi. Om Haris pastilah mendengar ucapan sensitif yang dilontarkannya ke Virgo barusan.
Kekehan geli tak tertahankan lolos dari bibir Om Haris. Beliau berdiri dari duduknya seraya berjalan ke arah Sacha. Ditepuknya pundak Sacha dua kali sambil nyengir-nyengir tanpa dosa. "Jangan mau kalah sama mulut pedes Virgo! Lempar balik pake kata-kata sepedas tahu ranjau, biar kapok," gumam Om Haris pada Sacha. Sacha agak terkejut. Kemudian Om Haris berlalu begitu saja masih sambil terkekeh-kekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Super Big Match
Novela JuvenilBertemu kembali setelah empat tahun perpisahan itu bukanlah perkara yang menyenangkan, setidaknya itulah yang ada dalam benak Sacha ketika dia kembali bertemu dengan Virgo begitupun sebaliknya. Andai saja Virgo itu nggak serba sok dan nggak pand...