19 - Menantu Potensial

6.9K 1.3K 105
                                    


Chapter 19

Semalam, Sacha mendapat kabar kalau Tante Mira, alias adik Mamanya yang tinggal di Jakarta masuk rumah sakit karena keguguran di usia kehamilan yang sudah menginjak enam bulan. Kondisi Tante Mira tidak begitu baik, secara fisik maupun mental.

Mama Sacha yang begitu peduli dengan kondisi adiknya itu, perlu melihat langsung dan menemani masa-masa keterpurukan saudaranya. Hal itu lah yang melatarbelakangi Mama Sacha untuk segera terbang ke Jakarta.

Mustahil bagi Sacha untuk ikut berangkat ke Jakarta bersama Mamanya mengingat ini bukan musim liburan sekolah, makanya Sacha agak kesal karena harus ditinggal sendirian. Namun meskipun begitu, keputusan Mamanya tak bisa ia cegah karena dia pun paham situasinya sekarang. Alhasil, Sacha membiarkan Mamanya pergi ke Jakarta sendirian.

"Paling cuma tiga hari, Cha," kata Mama Sacha setelah mereka tiba di bandara.

Tante Laras yang ikut mengantar mama Sacha hari ini tersenyum menenangkan. "Aku bakal jagain Sacha, kok," ucapnya terdengar begitu tulus.

Mama Sacha mengangguk dan balas tersenyum. "Maaf ngerepotin, ya, Ras."

"Nggak kok, Sel, Sacha kan udah aku anggap kayak anak aku sendiri."

Sacha yang mendengar itu cuma bisa tersenyum canggung.

Setelah percakapan singkat itu, Sacha memberikan pelukan perpisahan dengan Mamanya karena mamanya harus segera check-in. "Hati-hati, ya, Ma. Salamin untuk Tante Mira dan Om Derian."

"Iya. Jangan cari gara-gara, ya, selama mama nggak ada. Ntar mama telepon kamu."

"Oke, Ma."

Mama Sacha juga berpelukan singkat dengan Tante Laras sebelum berpamitan pergi. Kemudian wanita paruh baya itu memasukki pintu keberangkatan.

Setelah sosok mamanya hilang dari pandangan, Sacha menatap Tante Laras. "Mau langsung pulang, Tan?"

"Iya, ayo, Cha."

Mereka pun berjalan menuju parkiran dan segera memasuki mobil. Tante Laras yang hari ini duduk di kursi pengemudi, mulai mengendarai mobilnya meninggalkan area bandara.

"Jam berapa sekarang, Cha?" tanya Tante Laras.

"Jam 5 sore, Tante."

"Ohiya, malem nanti Tante sama Om Haris mau nemenin Virgo ke rumah sakit, perbannya udah boleh dibuka. Kamu mau ikut?"

"Wah syukurlah kalau perbannya udah boleh dibuka. Kayaknya Sacha nemenin Kak Gemini aja, Tan, di rumah."

"Oh ya udah, nggak papa. Kasian juga kalau Gemini ditinggal sendirian. By the way, sekolah kamu gimana, Cha? Nggak ada masalah, kan?"

"So far so good, Tan," jawab Sacha sambil nyengir. "Syukurnya ketemu temen-temen yang baik semua, jadi nggak terlalu susah untuk adaptasi."

Tante Laras manggut-manggut mengerti. "Kalau sama Virgo, gimana? So far so good juga?"

"Ya, gitu, deh, Tan. Virgo baik, kok." Sacha tersenyum agak terpaksa.

Sebenarnya ini nggak sepenuhnya bohong, sih. Walaupun menyebalkan begitu, Virgo punya sisi baik. Buktinya cowok itu rela nebengin dia setiap berangkat dan pulang sekolah. Selain itu, baru-baru ini Sacha melihat sesuatu yang berbeda dari Virgo. Gara-gara insiden ketimpuk bola waktu itu, di mata Sacha, Virgo jadi nggak buruk-buruk banget. Entahlah darimana datangnya pemikiran itu.

Super Big MatchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang