Sept

4.2K 500 25
                                    

Dua cangkir seng berisikan kopi instan yang masih mengepulkan asap tipis itu menemani keheningan diantara dua teman lama, Jungwoo masih tak berminat mengeluarkan suaranya barang sepatah kata pun demikian dengan Jaehyun yang sejak tadi hanya memandang wajah babak belur Jungwoo dengam ekspresi yang sulit dijelaskan.

Wajah itu tampak marah namun ada sorot kerinduan yang terlihat jelas dalam mata beningnya, Jaehyun tetap menatap Jungwoo bahkan saat pemuda itu pergi dari tikar anyaman ruang tengahnya untuk mengambil camilan. Mata itu tak pernah melepaskan Jungwoo bahkan sedetikpun, kemana Jungwoo melangkah maka Jaehyun akan mengikuti dengan pandangannya.

"Hanya itu yang ku miliki-" kata Jungwoo setelah berhasil menemukan kaleng biskuit yang isinya sudah sangat sedikit.

"-Dan berhenti menatapku seperti orang gila" wajah Jungwoo terlihat risih ketika Jaehyun hanya menanggapinya dengan seringai tipis.

"Aku hanya ingin melihatmu sebanyak yang ku bisa" jawab Jaehyun, ia meraih gelas kopi yang kini sudah sehangat musim semi. Atau karena kopi itu dibuat oleh Jungwoo maka rasa, aroma, dan kehangatan yang tersaji menjadi berbeda.

"Bagaimana caramu masuk ke rumah ini?" Tanya Jungwoo setelah jengah dengan aktifitas Jaehyun yang hanya terpaku pada dirinya.

Lelaki Jung itu memutar bola matanya lamban seolah ia sengaja untuk membuat Jungwoo menunggu jawabannya lebih lama, dan ketika ia merasa Jungwoo hendak berbicara barulah ia membuka mulutnya.

"Menurutmu bagaimana?" Jaehyun membalasnya dengan balik bertanya, jika saja Jungwoo tak sedang menahan perih berkat lebam di wajahnya mungkin ia sudah melayangkan tinjunya pada Jaehyun.

Jaehyun tertawa, lantas mengeluarkan sebuah kunci rumah yang sama persis seperti milik Jungwoo.

Tunggu... KUNCI?!

Mata Jungwoo membulat kaget, ia tak pernah memberikan kunci rumah ini kepada siapapun kecuali Seola. Jungwoo meraih lempengan kunci itu untuk diperiksa, bolak-balik memutarnya, itu benar-benar kunci rumahnya.

"Darimana kau mendapatkannya?!" Tanya Jungwoo, kali ini suaranya sudah sangat tak menyenangkan. Jaehyun tersenyum culas ia tak terlihat khawatir sedikitpun walaupun kini Jungwoo sedang menatapnya dengan marah.

"Gadis yang di club waktu itu memberikannya padaku" enteng Jaehyun.

"Gadis?! M-maksudmu adalah Seola Kim? Gadis itu?" Ucap Jungwoo terbata, ia masih tak percaya jika Seola memberikan kunci itu pada orang asing seperti Jaehyun.

"Hm, gadis itu memberi kunci rumah ini setelah ku bayar dengan tiket liburan ke New York dan kartu tanpa limit penarikan kemarin malam. Kau tidak tahu?" Jelas Jaehyun tanpa rasa bersalah, wajahnya justru terlihat bahagia sekali. Sementara Jungwoo terlihat sebaliknya, pemuda itu seperti kehilangan kekuatan pada tubuhnya

Gadis gila itu menjual kunci rumah ini hanya demi selembar tiket liburan. . .

Jungwoo menghela napasnya. Ia tertawa hambar, suara tawa yang sangat menyedihkan. Rasanya benar-benar tak dapat dipercaya jika Seola tega membiarkan dirinya sendirian dirumah usang itu seorang diri tanpa memberitahunya sama sekali tentang kepergiannya, mungkin Jungwoo memang tak pernah ada harganya di dunia ini sehingga gadis itu dengan mudah menginjak-injak dirinya.

Jungwoo bahkan harus merasakan tendangan-tendangan tak manusiawi rentenir pagi tadi dan sekarang apa? Kakak gilanya itu sedang berlibur di negara yang jauh sekali darinya.

"HAHAHA! Brengsek. . . " Suara itu bergetar, Jungwoo nyaris mengeluarkan tangisnya jika ia tak segera mengepalkan tangannya dibelakang tubuhnya. Hanya itu cara yang dapat ia lakukan untuk mengendalikan perasaannya saat ini. Ia tak sudi jika ada orang lain melihatnya menetaskan air mata terlebih orang itu adalah Jung Jaehyun si anak keparat yang kabur setelah membuatnya di jebloskan dalam sel tahanan delapan belas tahun lalu.

"Terbiasalah untuk melihatku lebih sering mulai saat ini Jungwoo"

"Kau hanya ingin melihatku semakin hancur. . . Bagus sekali Jung" pelannya, sorot matanya penuh akan keresahan dan benci terhadap Jaehyun.

Jaehyun tertawa samar, "kau tau hal itu Jungwoo, jelas sekali bahwa aku ingin membalasmu-dimasa lalu kau begitu berani. . . Ingat anak yang kau pukuli?" Ucapan itu menggantung begitu saja, terkukung oleh senyapnya ruangan sempit yang mereka duduki. Jungwoo meremas jemarinya dengan gugup.

Bagaimana keadaan anak malang itu?

"Aku sudah membunuhnya" lanjut Jaehyun dengan dengusan tawa yang menyeruak, ia tak tahan untuk tak tertawa saat membayangkan betapa menggelikannya wajah pias pria malang itu saat ia akan membunuhnya tempo hari.

Jungwoo menggeleng tak percaya, tidak mungkin seseorang yang penakut dan lemah seperti Jaehyun bisa menghilangkan nyawa seseorang. Bahkan untuk membunuh seekor nyamuk saja rasanya Jaehyun tak pernah kuasa melakukannya.

Namun, Jungwoo sudah pasti lupa bahwa kini mereka telah tumbuh menjadi seseorang yang berbeda, dan Jaehyun sudah membuktikan itu dengan transformasinya yang mengerikan.

"Apa maksudmu?"

Jaehyun tersenyum lebih seperti seringai, "Maksudku mereka sudah mati, mereka semua. Aku membunuhnya dengan balok kayu-seperti yang kau lakukan dahulu" wajah tampan Jaehyun yang semula ramah seketika berubah menjadi dingin dan menakutkan.

Jungwoo menatap tajam, ia menahan napas kala Jaehyun merangkak menuju dirinya. Keberadaan Jaehyun di depannya terasa semakin menyesakkan dan membuatnya mual setengah mati, lelaki Jung itu menatap iris murni Jungwoo dengan tatapan dingin.

"Kau tau sayang? Tidak peduli siapapun dia, jika berani menyentuhmu maka akan ku pastikan dia tewas di tanganku-

-Bahkan Seola sekalipun" Jaehyun berujar dingin, matanya seolah memaksa Jungwoo untuk dapat merasakan betapa besar perasaan pria itu untuknya. Jungwoo tercekat mendengarnya.

Jaehyun itu GILA!

Jaehyun itu GILA!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
INTIMIDATE [Jaewoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang