2. Sedikit Masa Lalu

65 6 0
                                    


 "Bim."

"Iya?"

Gue ga melanjutkan omongan gue. Gue ragu gue harus cerita masalah spele kaya gini atau enggak ya sama Bima? tapi kalau gue gak cerita, gue bakal kepikiran banget selama seharian, dan itu pasti akan ngaruh ke mood gue dan pasti deh kerjaan yang harusnya kelar jadi gak kelar. Bima memperlambat laju mobil. Lampu pengatur lalu lintas udah berubah jadi warna merah. Bima langsung kecilin volume radio mobil yang lagi menyetel lagu Gren Fredly, dia menoleh dan mengambil tangan gue buat digenggamnya.

"Kenapa? Kamu mikirin apa?"

Dia senyum, natap gue, sedangkan gue gak berani lama-lama natap mata dia dan mengalihkan pandangan sebanyak yang gue bisa. "Gak apa-apa kok. cuma manggil aja."

"Yakin?"

"Iya."

"Tadi dikampus selain ngurusin KHS, kamu jadi ngasihin undangan ke beberapa ormawa?"

Lampu berubah warna menjadi hijau, Bima melepaskan tangan gue dan mulai fokus lagi pada kemudinya. Sesekali dia menoleh, menunggu jawaban dari gue yang kini malah makin bingung mau jawab apa.

Astaga, padahal Bima kan cuma nanya gue jadi ngasihin undangan apa engga kan?

"Iya jadi Bim, tapi ada beberapa sekre yang gak ada orang sih, jadi aku cuma masukin ke kotak suratnya aja."

"Lagian kok kamu sih yang ngasihin undangan? Kan seharusnya Ayla yang kasih."

"Ya gak apa-apa Bim, kan sekalian silaturahmi sama anak ormawa yang lain."

"Oh gitu, berarti ketemu Satya dong?"

Gue langsung noleh ke Bima, sedangkan dia masih aja sok fokus natap jalanan lurus gak mau natap gue. Ih apasi, kok jadi Bima yang pundung gini? Kan seharusnya gue ya?

"Apasih Bim!"

"Kan tadi Satya ada di Sekre pers."

"Iya tau."

"Terus nyapa gak?"

"Enggak. Orang gue janjiannya sama Bel.a"

"Kok jadi pake gue?"

"Ya lo nyebelin."

Aduh-aduh kan, kenapa gue jadi nyolot sih? Gue langsung buang muka jadi natap jalanan. Gak perduli sama Bima yang lagi usaha nyari tangan gue buat digenggamnya. Ih, kebiasaan banget kalo gue ngambek ☹.

"Aku kan bercanda. Aduh aduh mana sih tangannya, sini dong aku pegang dulu."

"Gamau"

Terus hening, Bima kembali fokus nyetir dan gue cuma diem karena gak tau mau ngomong apalagi. "Vir."

"Hmm."

"Vir."

"Iya."

"Vir."

"Apasih Bim?" gue nengok, dan dia udah senyum aja liat gue.

"Tadi kamu ketemu sama Luna ya?"

Nah loh. Bener ya emang kalo lulusan antropologi itu nantinya bisa jadi dukun? Kok Bima tau apa yang sedari tadi ketahan mau gue omongin sama dia?

"Kalo diem berarti iya."

"Vir, aku tahu berdamai sama diri sendiri itu susah. Tapi kan kamu juga udah tau sendiri, aku sama Luna udah gak ada apa-apalagi, jadi apasih yang masih kamu pikirin sampe segitunya?" Bima serius banget. Gue diem memperhatikan Bima.

Beatiful Healing [Doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang