11. 20 Turning 20

29 3 0
                                    


Savira mendapati dirinya terbangun dari tidur dalam ruang kamar yang semua barangnya didominasi warna putih. Ini kamar tamu di rumah Arip. Savira ingat betul karena ia pernah beberapa kali menginap di sini, apalagi saat semester-semester awal di mana mereka, Savira, Bima, Arip, dan Fikra yang satu kelompok disibukan dengan turun lapangan untuk penelitian. Tenang aja, Savira tidur sendiri kok. Dengan mengunci kamar, tanpa memberikan peluang untuk siapapun yang bisa masuk saat dirinya sedang tertidur karena bagaimanpun ia adalah seorang perempuan yang harus menjaga dirinya sendiri di antara laki-laki yang sudah ia kenal sekalipun.

Savira menguap, ia mendudukan dirinya dan bangkit dengan malas setelah mendapati kalau waktu baru saja menunjukkan pukul tujuh pagi. Terlalu awal untuk bangun, bagi Savira yang memiliki tidur sebagai salah satu passion dalam dirinya.

Mungkin kalian bertanya-tanya ya, kok Savira dan Bima ada di rumah Arip?

Iya, jadi semalam mereka pulang terlalu malam dari Jogja. Kosan Savira sudah digembok, Bima gak mungkin bawa Savira untuk menginap dalam kosannya, selain tidak baik berduaan dalam kamar, sebenarnya Bima lebih takut dipukulin sama Pak Adi karena melanggar peraturan kosan. By the way Pak Adi itu, penjaga kosan Bima yang badannya tingga besar dengan kumis tebal dan kepala botak plontos.

Bima sudah siap sedia untuk booking hotel aja, tapi Savira menolak. Alasannya, ya sayang-sayang duit lah. Tau sih Bima punya banyak, tapi selama masih bisa tidur di tempat yang gratis dan nyaman, ya kenapa harus di tempat yang mahal? Jadilah, mereka akhirnya tidur di rumah Arip yang letaknya di salah satu perumahan elit tanpa tetangga julid. Tapi bener yah, rumah Arip tuh selalu 24 jam buat Bima, Savira, ataupun Fikra. Ya satu lagi sih, sama ehem pacarnya yang kadang-kadang suka jengukin dari Jakarta.

Savira melangkah kan kakinya untuk keluar kamar. Menuruni anak tangga dan tersenyum mendapati Bima yang masih bergelung selimut dan tidur di sofa ruang tengah. Iya, Bima selalu tidur di sofa ruang tengah kalau nginap di rumah Arip. Gak tau deh kenapa, padahal kamar masih ada yang kosong satu di lantai bawah.

Sebelum Savira menghampiri Bima, gadis dengan rambut panjang yang dicepol asal itu terlebih dahulu menghampiri satu jendela di dekat ruang tengah. Membukanya dan ia tampak kesenangan karena bisa menghirup aroma sehabis hujan yang menurutnya enak dan sejuk untuk dirasakan.

Berbalik, ia menghampiri Bima. Gadis itu sempat tersenyum miris mendapati satu kaleng soda kosong, satu bungkus rokok, korek api, dan asbak yang dihiasi tiga putung rokok, tergeletak begitu saja di meja dekat Bima.

Mau marah, tapi Savira selalu membiarkan Bima menyentuh rokok di hari ulang tahunnya. Iya, hanya di hari itu.

"Bimaaa.. selamat pagi...." Suaranya riang, ia langsung memaksakan dirinya untuk menyelusup masuk ke dalam gelungan pelukan Bima. Laki-laki itu tak menjawab, ia hanya membuka matanya sekilas dan memejamkan matanya lagi, setelah ia memberikan akses untuk Savira masuk ke dalam dekapannya.

Iya, sekarang posisinya Savira sedang dijadikan guling oleh Bima.

"Bau rokok ih, Bim." Keluh Savira, gadis itu berniat melepaskan dirinya, tapi Bima menahannya dan memeluknya semakin erat.

Biasanya, Savira akan protes. Sekuat tenaga gak akan mau dipeluk Bima dengan kondisi yang habis merokok, tapi kalau mengingat kejadian semalam...... Savira malah makin lama berada dalam pelukan Bima.

"Kamu kok udah bangun sih?" Suaranya parau, jelas sekali kalau Bima ngajak ngomong dengan kesadaran yang belum penuh. Nyawanya masih kemana-mana. Matanya masih terpejam dengan sempurna.

"Udah, kan aku mau ucapin selamat hari lahir buat pacar aku." Bima tersenyum. Membuat Savira mendongak dan ikut tersenyum melihatnya.

"Siapa emang pacar kamu?"

Beatiful Healing [Doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang