6. Gloomy

36 3 0
                                    

"Turun gih,"

Titah Satya setelah ia berhasil membantu gua melepaskan seatbelt. Gue bergeming. Memperhatikan keadaan sekitar yang gue yakin banget kalau ini bukan bangunan kosan gue yang bewarna putih dengan pagar hitam. Gak ada papan berisikan nama kos gue, gak ada suami Bu Odah yang biasanya menjaga kosan di pos depan. Satya, gak mungkin lupa sama alamat kosan gue kan?

"Satya, lo gak lupa sama alamat kosan gue kan?" Gue menoleh, menatap Satya yang kini malah tersenyum.

"Lo lupa ya kalo kosan lo udah dibangun ulang jadi kafe?"

"Hah?"

Apa iya kosan gue didaftarin ke tim bedah rumah dan dirombak jadi kafe? Eh enggak, deng. Gak mungkin banget.

"Gak usah mikir, ini emang bukan kosan lo kok. Kosan lo masih di alamat yang sama. Kalau mau ke sana sepuluh menit sih dari sini."

Gue makin bingung, sedangkan Satya malah mengulurkan tangannya mengacak rambut gue. Gue mau marah, tapi kayaknya gak bisa juga. Rasa bingung gue makin jadi, gue malah menatap Satya menuntut jawaban.

"Lo belum boleh balik kosan, Vir. Lo masih ada tugas di dalam sana. Udah, turun gih sekarang."

Gue menyilakan tangan depan dada, bentuk penolakan, "Tugas apa sih? Anterin gue pulang sekarang ayo ah,"

"Turun sekarang, Vir."

"Enggak mau! Kalau ternyata gue dijebak, terus diculik gimana?"

"Kebanyakan nonton film!" Satya ketawa.

"Buruan turun, gue gak mau ada urusan sama Bang Arip." Satya mengarahkan kepalanya ke depan pintu kafe, seolah menunjukan ada sesuatu yang harus gue liat.

Gue mengekori arah pandangnya, dan Satya benar, ada Bang Arip di sana. Di depan pintu kafe dengan kedua tangannya yang dimasukan ke dalam saku jeans yang ia kenakan dan pandangannya menatap lurus ke arah gue yang kini melihatnya dengan jelas.

"Kok ada Bang Arip? Gue mau dikasih kejutan ya?"

Benar kan? Biasanya kan kalo di film atau di novel romansa bakal kaya gitu. Gue dikerjain dulu, dibuat penasaran, terus dikasih kejutan deh, yeay, akhirnya menangis karena haru.

Tapi, ulang tahun gue kan masih lama.

Terus kejutan apa?

"Bisa gak sih Vir, langsung turun aja? Itu udah ditunggu Bang Arip, lo bisa deh nanya dia sepuasnya. Tugas gue cuma nganter lo aja. Gak lebih gak kurang."

Satya gerutu, gue tertawa melihatnya. Tumben banget, biasanya selalu berusaha menjaga wibawa di depan banyak orang.

Akhirnya, gue membuka pintu mobil. Turun, tapi baru aja gue mau nutup pintu, Satya terlebih dahulu manggil gue lagi, "Vir,"

"Iya?"

"Apapun yang terjadi nanti, lo harus senyum ya?"

Gue menyerengit bingung. Belum selesai dirundung kebingungan, Satya panggil gue lagi, "Vir,"

"Iya?"

"Gue gak terima kata makasih ya,"

"Kok gitu? Terus terimanya apa?"

"kata I Love You."

Gue langsung menutup pintu mobil Satya, dan gue masih sempat mendengar dia tertawa hampir terbahak.

Astaga, masih aja sempat-sempatnya goda.


****

Beatiful Healing [Doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang