4. Car Talk

40 3 0
                                    

Sejak tahun kemarin, ada peraturan akademik yang bunyi perintahnya adalah gak boleh ada kegiatan apapun yang melebihi jam sepuluh malam di lingkungan kampus. Mau kegiatannya akademik, non akademik, semuanya gak boleh dan gak ditolerir. Peraturan itu cukup memberatkan bagi banyak kelompok ukm kampus yang biasanya mereka bisa aktif setelah kegiatan perkuliahan di sore hari. Termasuk ukm fakultas sastra yang saat ini masih gue tekunin sebagai anggotanya. Peraturan tersebut memaksa kita gak bisa jamming semalam suntuk kaya beberapa tahun lalu. Semenjak ada peraturan tersebut, kegiatan yang kita lakukan di kampus berakhir paling malam di jam delapan dan dua jam sebelum menuju jam sepuluh biasanya kita gunakan untuk evaluasi acara dan juga rapi-rapi membersihkan tempat.

Sekarang sudah jam setengah sebelas malam. Tapi, gue masih ada di sini. Di dalam mobil Bima yang orangnya sibuk sendiri dengan beberapa kertas bacaan yang terletak dipangkuan dan yang kini sedang dibacanya. Gue mau negur, gue mau pulang, tapi lihat Bima yang serius banget gue gak pernah berani buat ganggu dia dan dari tadi cuma bisa scroll akun Instagram maupun twitter gue.

Sosok Bima hilang ditengah keramaian saat gue nyanyi lagu terakhir. Gue berniat menanyakannya setelah gue kelar nyanyi, tapi lagi-lagi gue tadi sibuk bantuin panitia music fest yang acaranya akan terselenggara minggu depan. Habis itu, gue benar-benar gak sempat sama sekali hubungin Bima, sampai akhirnya gue terima chat dari dia yang bilang kalau dia menemui Pak Syaeful di joglo kecil dekat gedung sejarah untuk membicarakan project penelitiannya.

Gue kelar evaluasi tiba-tiba Bima hampiri gue, dengan totebag putih berisikan tumpukan kertas dan juga segelas minuman cheese tea yang gue gak tau kapan dia belinya. Gue kira kita akan langsung melaju pulang, tapi baru aja masuk mobil, Bima dapat panggilan dari ponselnya dan berakhir mengobrak-abrik tumpukan kertas yang dibawanya, dan larut sampai sekarang.

"Bim." Chesee tea gue udah abis. Gue laper banget rasanya. Mengumpulkan keberanian, gue coba panggil Bima. kalau sekali panggilan dia merespon, gue akan memintanya pulangin gue ke kosan, tapi kalau dia ga merespon sama sekali, itu artinya gue harus tetap diam. Gak boleh ganggu dia sama sekali.

Lima detik.

Hampir sepuluh detik.

Tidak ada sautan. Bima gak merubah posisinya sama sekali dan masih tenggelam dalam bacaannya.

Gue menghela nafas. Memilih untuk merubah posisi kursi mobil biar gue bisa tiduran. Udahlah, tidur aja gue.

Gue merubah posisi jadi memunggungi Bima, mengambil ponsel gue, memasang earphone, dan memasangkannya ke telinga gue tanpa mendengarkan lagu apapun. Memejamkan mata, gue harap gue bisa langsung tidur aja dan mengabaikan perut gue yang laper dan kenyataan Bima yang mengabaikan gue.

"Maaf. Sebelum pulang, kita makan dulu ya Vir?" Gue bisa dengar dia merapikan kertas-kertas kesayangannya. Menaruhnya di kursi penumpang dan tangannya berhasil mengelus puncak kepala gue sebelum dia menyalahkan mesin mobilnya dan mulai melaju.

"Mau makan apa? Penyetan? Atau nasi goreng?"

"Aku tau kamu gak lagi play musik di ponsel kamu kan, Vir? Jadi, ayo dong jawab aku."

Gue merubah posisi gue lagi. Jadi menatap Bima yang kini fokus pada kemudinya dan beberapa kali tersenyum melihat gue. Gue melepaskan earphone yang tadi terpasang, meletakan ponsel gitu aja di kursi mobil. "Nasi goreng Mas Dul."

Bima mengangguk.

"Maaf ya Vir, tadi aku gak nonton kamu sampai selesai. Tapi penampilan kamu bagus kok kaya biasanya. Kamu cantik banget pas senyum ke penonton, berulang kali aku denger mereka ke-pede-an, katanya mereka disenyumin kamu. Padahal kan enggak gitu ya Vir?" Gue senyum. Nunggu kelanjutan cerita Bima.

Beatiful Healing [Doyoung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang