Matahari Menemui Kelegaan

7K 894 53
                                    

Seperti pangeran kecil yang terkurung, Yeonjun menghadapi nasibnya. Ia duduk di ranjang Soobin sembari menundukkan kepala. Matanya yang bengkak mengerjap, menatap jari kakinya yang ia gerakkan bersama. Pipinya basah, cairan bening dari matanya terus mengalir dan menetes di lantai.

Setengah harinya ia gunakan untuk memikirkan cara keluar dari kamar ini. Namun semakin ia berpikir, maka kepalanya akan terasa semakin berputar. Ia pun menyerah dan mengalihkan pikirannya.

Yeonjun menyadari, semakin ia berpikir, maka akan semakin sulit mencari jalan keluar. Semakin ia panik, maka akan semakin sulit ia menjernihkan pikiran. Akhirnya ia pun memutuskan untuk menangkan diri. Duduk termenung, menatap apa pun yang ada di hadapannya. Namun semakin lama apa yang ada di hadapannya semakin tidak menarik. Ia pun menunduk sembari menghela napas dan mehembuskannya dengan kasar.

Yeonjun benar-benar marah. Batas kesabarannya sudah di ujung tanduk. Ia mengepalkan tangannya. Meluapkan kemarahannya dengan mengatupkan rahang begitu kuat. Lalu ia mengangkat kakainya, menekuknya di atas kasur dan memeluknya. Kepalanya semakin menunduk dan menyandarkan dahi di lututnya. Bahunya semakin bergetar. Isakan lirihnya pun mulai terdengar.

Kini wajah Yeonjun semakin gusar. Ia mengacak rambutnya dengan kesal. Ketika mengingat tindakan keterlaluan Soobin, ia akan merasa marah. Pasiennya itu benar-benar sudah di luar batas. Yeonjun sempat berpikir jika ia telah gagal memahami Soobin. Namun setelah kembali memikirkannya, Yeonjun menyadari jika ia lebih gagal dalam memahami dirinya sendiri.

Yeonjun memang marah, ia kesal dan kecewa. Namun dirinya seolah menolak untuk membenci Soobin. Setiap kebencian itu terasa akan tumbuh, tiba-tiba saja semua itu menguar dan menghilang. Hal seperti ini membuatnya putus asa.

Beri aku waktu. Kalimat itu, tiba-tiba saja Yeonjun menyesalinya. Kalimat itulah yang membuatnya tejebak. Kalimat itu adalah alasan kenapa Soobin mengurungnya. Jika saja malam itu ia bersikap tegas. Namun apa pun jawabannya, semua tidak akan berubah. Jawaban ‘ya’ berarti menyerahkan diri. Lalu jika ia mengatakan ‘tidak’ belum tentu Soobin akan melepaskannya. Bisa saja ia akan bertindak lebih mengerikan dari sebelumnya. Mungkin mengurungnya seumur hidup, menidurinya dengan paksa setiap hari, atau bahkan menyiksanya hingga ia mendapatkan jawaban ‘ya’.

Di dunia ini setiap pertanyaan hanya ada dua jawaban. Ya atau tidak. Namun Yeonjun melanggarnya. Ia memilih jawaban ketiga. Ya, memang ada jawaban ketiga seperti “mungkin”, “aku tidak tahu”, “beri aku waktu”, dan lainnya. Jawaban yang biasa di katakan oleh pengecut. Jawaban yang justru akan memperburuk keadaan.

Dahulu Yeonjun adalah orang yang tegas. Jika iya maka iya, jika tidak maka tidak. Namun akhir-akhir ini ia terlihat selalu ragu-ragu. Seolah ia tengah berdiri di atas jembatan kaca yang rapuh. Melangkah menemui kebebasan, atau tetap bertahan menunggu jembatan kaca itu pecah dan menjatuhkannya.

Di tengah kegusaraannya, ia mendengar pintu kamar yang di ketuk beberapa kali. Yeonjun terperanjat, ia menoleh menatap daun pintu yang tertutup.

Yeonjun berseru, “Siapa?”

Si pengetuk pintu menanggapi, “Yeonjun-ah, ini bibi!”

Mendengar suara itu, wajah Yeonjun seketika terlihat cerah. Suara itu milik Bibi Kim. Ia pun berdiri sembari menghapus air matanya lalu mendekati pintu. Dahulu, Bibi Kim selalu memanggilnya Dokter Choi. Namun Yeonjun sedikit tidak nyaman dengan panggilan itu. Ia pun memberitahu Bibi Kim untuk memanggil nama panggilannya saja dan tidak perlu bersikap formal.

Yeonjun berseru di depan pintu, “Bibi Kim, ada apa?”

“Tuan Muda menyuruhku mengantar makan siang untukmu.” Lalu seporsi makanan menerobos melalui lubang persegi di pintu. Yeonjun pun melangkah mundur dan membiarkan Bibi Kim meletakkannya di lantai. Setelah itu disusul dengan air minum dan beberapa vitamin.

OBSESSION; Soobin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang