Sudah sekitar seminggu Yeonjun tinggal di rumah Tuan Choi. Mengurus dan mengobati anak laki-lakinya. Berkali-kali ia terluka, diabaikan, dibentak, diusir, bahkan hampir dibunuh. Siapa peduli? Niatnya tulus. Ia tak jera. Enggan juga menyerah.
Hingga usahanya tak sia-sia. Choi Soobin kini mulai memperlihatkan perubahan. Mulai sudi melangkahkan kaki keluar dari tempat persembunyiannya. Meski sekedar dua langkah dari pintu kamarnya.
Seperti sore ini. Tak ada bentakan atau aura dingin ketika Yeonjun masuk ke kamar Soobin. Mereka duduk berhadapan. Yeonjun menyuapinya dengan telaten. Sesekali Soobin mengunyah sembari mencuri pandang.
Menatap luka perban di dahi Yeonjun. Siapa lagi yg melukainya kalau bukan Choi Soobin? Laki-laki ini masih saja kasar ketika emosinya tak terkontrol. Namun entah terbuat dari apa hati dokter manis ini. Tak ada kalimat umpatan, tak marah, tak mengeluh. Ia menerima dan tetap bersabar merawat Soobin. Teramat lapang dada.
"Masih sakit?"
Yeonjun tertegun. Meneguk ludahnya sembari mengerjap. Tangan laki-laki di depannya terulur. Mengusap dahinya. Sendok di tangan, Yeonjun genggam erat. Choi Soobin, tak sepenuhnya ia kasar. Yeonjun tahu, sorot mata itu. Sebuah sorot mata yang terbaca teramat jelas. Choi Soobin pada dasarnya begitu pengertian dan peduli dengan sekitarnya. Tapi luka sudah menutupi semuanya. Mengubah dan membingungkan Soobin. Mengganti dirinya dengan tokoh lain. Si protagonis terlalu lelah. Si antagonis kini merasuk ke dalam tubuh Soobin.
"Tidak, Soobin-si."
Yeonjun menggeleng. Mengerutkan dahi, Soobin menatap wajah dokter di depannya. Manis. Sangat!
Di awal, Sobin merasa terganggu dengan kehadiran Yeonjun. Ia tak menerima Yeonjun. Mengusirnya berkali-kali. Terkadang ada rasa penuh penyesalan setelah ia melukai Yeonjun. Ia ingin minta maaf. Menghampiri Yeonjun di luar kamarnya. Mengulurkan tangan, mengucap kata maaf yang pernah diajarkan oleh ibunya. Memang ia pengecut. Kakinya enggan melangkah, lalu berujung membatalkan niatnya.
Keesokannya, berharap Yeonjun marah, mengundurkan diri, lalu pergi dari rumah ini. Nyatanya tidak! Yeonjun tidak melakukamnya. Dokter di depannya sangatlah berbeda. Ia tak mengungkit masalah sebelumnya. Ia masih tersenyum dan tak marah. Ia masih merawat Soobin dengan begitu lembut, telaten, dan sabar. Seperti...
"Eomma!"
Yeonjun mengangkat kepalanya. Menatap Soobin yang memasang wajah sendu. Pasiennya rindu dengan ibunya. Tidak! Ini akan sulit. Soobin akan menjadi emosional ketika mengingat ibunya. Ia akan kembali menjadi monster yang bersembunyi di kamarnya.
"Soobin-si!"
Yeonjun mengulurkan tangan, mengusap lengan Soobin dengan lembut. Ia harus menenangkan Soobin. Mengalihkan perhatiannya.
"Aku sudah kenyang."
Soobin menaikkan tubuhnya ke ranjang. Bersandar dan tak lagi memperdulikan Yeonjun. Ia bahkan belum minum obatnya.
Tak mau mengganggu, Yeonjun undur diri. Tidak tepat menyuruh Soobin meminum obatnya saat ini. Emosi Soobin kembali tidak stabil. Jika Yeonjun nekat, maka akan berujung ia diusir, dibentak, atau dilukai. Mengerikan!
"Mau kemana?"
Yeonjun terpekur di depan pintu. Tak melanjutkan langkahnya. Apa ini? Tidak biasanya Soobin menanyai hal seperti ini. Kemarin-kemarin, ia bersikeras mengusir Yeonjun. Kini Yeonjun pergi tanpa repot-repot ia usir. Namun, Soobin seolah menahannya.
"Aku ingin mandi."
Yeonjun membalikkan badan. Menatap heran laki-laki di depannya. Tunggu! Ia seorang psikiater bukan pembantu. Apa urusannya dengan mandi?
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION; Soobin [END]
Romanceob·se·si /obsési/ n Psi gangguan jiwa berupa pikiran yang selalu menggoda seseorang dan sangat sukar dihilangkan. Choi Soobin mengidap tharnophobia. Lalu seorang psikiater berhasil menyembuhkannya. Ia pun jatuh cinta dengannya. Namun siapa sangka, k...