Langit tak selamanya cerah, petir dan gelegar dari cakrawala memberikan pesan bahwa hidup ini tak lepas dari cobaan.
-Park Ana-
.
.
.Dihadapkan sebuah pilihan memanglah sangat sulit untuk bertindak, Ana tak mampu memejamkan matanya dan mengantarkan diri dalam ketidaksadaran sementara kala temaram menghampiri manusia bumi.
Sepulang dari taman, Jisung memberikan secarik kertas padanya. Sembari memberi, Jisung lampirkan sebuah senyum manis padanya dan memberinya pesan untuk membuka carik kertas tersebut nanti ketika ia sudah ada di rumah. Setelah mendapat asupan pertengkaran hebat dibawah, Ana enggan mengacuhkan segalanya dan memilih naik ke atas dan berdiam dalam kamar.
Diantara bulir yang jatuh membasahi, Ana memilih untuk terdiam menatap secarik kertas lecak yang mungkin sempat Jisung remas sebelum diberi padanya.
Rasa lelah membendung, tatkala denting barang dan cacian saling menyalahkan memenuhi ruang telinganya. Ia melirik sebentar pada pintu yang telah ia kunci rapat, diluar sana pertengakaran hebat masih terjadi dan Ana bagaikan seonggok daging busuk yang tidak menarik. Diliriknya kembali secarik kertas lecak dan membuka lipatannya.
Besok pagi, jangan lupa berterimakasih padaku ya, Na. Gadis diluar sana susah loh buat dapet Nomor Ponselku, dan kamu mendapatkannya secara gratis. Hubungi aku saat sudah damai dan berada dalam empuknya ranjang oke. Aku menunggu...!
821********-dari yang berbeda, Han Jisung-
Ana menghela nafas sejenak sebelum menyungging senyum disana. "Sayangnya ranjangku tidak nyaman dan empuk." tuturnya meringis kala tahu pesan Jisung tak sesuai pada kenyataan yang terjadi. Dan difokuskannya pada tulisan dari yang berbeda, Han Jisung. Apa maksudnya?
Enggan berpikir panjang, Ana mengambil ponselnya. Menekan digit nomor yang tertulis dalam kertas. Sesuatu membludak bagaikan ledakan supernova di angkasa, Ana tak mampu berpikir jernih, apa yang akan ia ucapkan pada Jisung tatkala nomor itu tengah disambungkan oleh operator? Ana tidak pandai memulai konversasi, Ibu jarinya terdiam ragu nan kaku untuk menyentuh tombol hijau. Namun, rasa gemetar yang timbul menimbulkan sebuah keputusan besar tatkala operator tengah menghubungkan nomornya pada Han Jisung.
'Hallo...?'
Ana terdiam, mengatur deru nafas yang memburu. Ini pertama kali ia berkontak media dengan seseorang kecuali ibu-nya, tiada orang lain yang berkontak dengannya di media. Ana tak tahu harus berakata apa, ia benar-benar dirundung gelimpungan resah.
'Hallo, ini siapa ya? Anda sedang bicara dengan orang penting. Jadi tolong ya jangan macam-macam sama saya. Saya bisa ajah loh neror anda...!'
Diantara rasa cemasnya, Ana terkekeh kecil. Apasih yang ada dipikiran anak lelaki disebrang sana? Pikir Ana.
'Ana...?!'
Degupan pada jantungnya kembali terdengar. Terdengarkah kekehannya disana? Secepat itukah Jisung hafal pada nada suaranya? Diantara kuluman bibir, Ana mencoba menetralkan nafasnya yang menggebu tak karuan. Apa salahnya sih? Hanya saling menghubungi via suara dan tidak bertatap muka, mengapa ia berlebihan sekali?
'An...
"Jisung...?" Ucap Ana pelan, sedangkan yang disebrang kini tertawa nyaring yang mengharuskan Ana sedikit menjauhi ponselnya dari telinga. Suara Jisung membuat gendang rungunya sedikit nyilu.
'Aku pikir kamu enggak bakalan berani menghubungiku disaat hampir tengah malam, Na'
Ana memelototkan matanya, diliriknya jam yang terpajang di dinding. Pukul sebelas lewat lima, pantas....
KAMU SEDANG MEMBACA
Art The Universe- Han Jisung ✔
Teen FictionTinggalkan satu kenangan tentang mu dan kita -Unknown- Han Jisung × Park Ana [OC] -XF13Park- Art The Universe.