Tinggalkan satu kenangan tentang mu dan kita.
.
.
.Awal tahun pertama ia kuliah, Ana selalu mendapat kabar dari belahan bumi lain yang kini juga mengejar cita-citanya. Begitupun hingga lima bulan berlanjut balon-balon dalam ruang obrolan memenuhi roomchat-nya, hingga tak kira Ana enggan menghapus riwayat percakapan itu lantaran terlalu sayang baginya, karna ada pada saat ia merindukan sosok yang jauh ia akan membaca pesan-pesan tersebut, meski berkali-kali.
Jika di tanya, apakah ia bosan? Tentu tidak. Sebuah senyum selalu menghiasi bibir tipisnya, nilai tambah saat Ibunya sering mengabari kalau Jisung tidak pernah absen setiap minggu untuk mengunjungi Ibunya yang sudah berumur tersebut.
Han Jisung dimata Ana adalah sosok lelaki yang nyaris mendekati sempurna. Paras teduh dengan senyum khas yang menenangkan. Kepribadiannya yang supel namun dingin, lembut namun keras dan lucu namun juga kaku. Dan Ana selalu merasa kecil jika ia berada di sekitaran pemuda itu.
Tapi, Han--yang mungkin sekarang sudah dewasa mengajarkan bahwa menyandingkan diri dengan orang lain tiada habisnya. Insecure terhadap orang lain boleh, tapi pandanglah dalam sisi yang positif.
'Setiap orang punya insecure nya masing-masing. Tapi gimana cara kita memandang itu dengan hal yang postif. Jangan melulu hal yang sudah negatif kita pandang juga dengan negatif. Karna siapa tahu kita bisa bersyukur dengan hadirnya kekurangan yang kita punya'
Bukan karna dia tergolong anak dari wanita yang sukses, bukan karna dia memiliki paras rupawan dan bukan juga karna akademik nya yang tinggi. Melainkan karna kaca mata yang ia pakai saat menilai apa makna hidup yang sesungguhnya. Ana akui, Jisung punya seribu satu cara untuk menghadapi takdir Tuhan.
Namun....
Kenyataan memang tidak seindah ekspetasi, ketika semesta tidak membantu dalam mewujdkan apa yang sudah direncanakan dan diandaikan, apa yang sudah di katakan lewat janji manis di ujung lidah pada pengucapan yang tulus kala itu. Kala sang waktu lebih berpihak pada skenario yang semesta lukis pada kanvas hidupnya, yang semesta tulis pada lembaran kertas puisinya. Angan adalah tempat dimana Ana kembali pada keterpurukan.
Waktu memang mudah melewati setiap masanya, tapi kadang kala waktu terlalu sulit untuk ia jalani. Ana tahu bahwasanya semuanya akan luruh pada saatnya tiba, bahwa kesungguhan ucapan hanyalah bualan kala bunga romansa menghiasi masa sekolahnya dulu. Pemikiran Manusia akan selalu berubah setiap saat, hanya tunggu kapan sang waktu mengambil perannya.
HanJisung
Kamu apa kabar?Hanya tiga kata disertai tanda tanya, sudah dua tahun namun tidak terbalas sama sekali. Haruskah Ana berharap? Kalau kemungkinan masuk akal terjadi pada lelaki Han di sana. Tatapan nanar terus ia lekatkan pada akhir pesan Jisung yang mengatakan Maaf. Pria Han itu tahu ia pintar dalam merangkai kata, mudah menebak istilah rumit di setiap kalimat bahasa, peka terhadap satu keadaan. Tapi, Maaf yang dimaksud tanpa alasan yang jelas, Ana tidak paham apapun soal kata itu.
Mencari alasan dari ketidak pastian sudah Ana usahakan. Ana menghubungi Ibunya yang berkata bahwa pria Han itu tak lagi berkunjung setelah dua tahun lamanya. dan ini adalah tahun ketiga dimana ia tengah berada di puncak kesibukan kuliah, dimana pikirannya sering kali bercabang saat mulai mengerjakan tugas atau menulis jurnal. Selalu senyum teduh khas pria Han yang muncul menyeruak di benaknya. Jutaan tanda tanya dan rasa khawatir bagaimana keadaanya disana, Ana tidak ingin munafik jika ia masuk dalam jajaran manusia yang terlena akan cinta, padahal tidak memiliki ikatan pasti dengan pria yang ia kasihi di kejauhan sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Art The Universe- Han Jisung ✔
Fiksi RemajaTinggalkan satu kenangan tentang mu dan kita -Unknown- Han Jisung × Park Ana [OC] -XF13Park- Art The Universe.