Jatuh Cinta bisa datang pada siapa saja, Cinta bukan hanya tentang perasaan. Laiknya kasih sayang serta kebahagiaan yang bisa ditemukan ketika tahu makna dari kehidupan.
-HanJisung-
.
.
.Tidak ada hal yang paling bahagia bagi Ana, selain hari ini. Hari dimana sang Ibu membuka kelopak matanya, menggerakan jemarinya yang semula kaku lantaran tidak ada pergerakan setelah sebulan lamanya, gumamman kecil dari bibir tipis yang memanggil nama putrinya. Ana menjadi satu-satunya orang dipagi hari yang mengucap rasa syukur pada Tuhan, memanjatkan segala pujian dan tangis haru memeluk tubuh lemas sang Ibu.
Langit gelap berganti mentari yang bersinar, Ana berniat tidak hadir hari ini. Sungguh, ia ingin banyak bercerita tentang harinya yang sempat kelabu tanpa hadir sapaan halus dari sang Ibu. Namun, niat itu tumbang. Sang Ibu tetap menukik senyum selembut sutera, mengusap halus surai legam yang panjang dan memberinya kiasan kalimat yang disiratkan untuk tetap Ana kesekolah. Mau tak mau, gadis itu kembali berbakti pada Ibunya. Memilih rencana lain ketimbang mengurusi sang Bunda dan mencium dua kakinya.
"Ana mau kenalin teman Ana sama Mama, dia baik. Sangat baik..." ujarnya semangat ketika ransel sudah ada dipundaknya. Ibunya mengangguk dan kembali tersenyum.
"Mama kalau masih lemas, nggak usah ngapa-ngapain. Nanti pulang, Ana bawa makanan buat Mama" Ana kembali berujar, Ibunya menggeleng pelan. Maniknya berbinar menatap wajah lugu putrinya, Ana pasti kesulitan menjalani hari tanpanya. Pertengakaran hebat kala itu, membuat ia terpungkur tak berdaya. Tak perduli kemana suaminya pergi, yang ia fikirkan adalah putrinya sekarang. Tak diperdulikan lagi masalah hati yang tersakiti, ia mungkin bisa bertahan dari semua itu. Tapi Ana adalah permata berharganya. Nilainya jauh dari semua emas yang ada diBumi, dan sangat tinggi dari nilai permata cantik di seluruh jagat raya semesta. Meski surganya ada ditelapak kaki sang Suami, ia fikir mungkin Tuhan akan mengembalikan Surganya pada Ibunya yang telah melahirkannya kedunia.
Ditatapnya kembali manik kelam gadis kecilnya, senyum bahagianya masih sama seperti ia pertama kali membuka mata. Ana sangat merindukan dirinya, pun dirinya begitu rindunya pada sang putri. Jemari layu kembali sentuh surai legam terurai, halus sama seperti gadis itu tatkala usianya baru menginjak lima tahun.
"Mama nanti masak, spesial buat Ana" ucapnya sembari memeluk darah dagingnya penuh terisak menggumam kata maaf dan maaf. Ana tersenyum haru, ia sangat bersyukur tuhan memberinya anugrah lagi padanya. Meski ranpa figur seorang Ayah, Ana yakin ini sudah lebih dari kata cukup.
.
.| Art The Universe |
.
.Jisung mengarsir bentuk figur seorang wanita yang memegang balon dengan bentuk planet. Ada mentari arsiran yang cukup memukau disana, berdiri diatas bumi dengan senyum juga rambut legam semampai. Jisung tersenyum, tak perduli dengan wejengan dari guru Sejarah yang sibuk menjelaskan secara gamblang kisah kerajaan yag membuat semua murid menahan kantuknya. Sedikit arsiran pada lengkung sabit mata yang tidak begitu sipit, bibir tipis dengan lengkung senyum yang manis. Tanpa sadar, Jisung juga tersenyum manis merasa puas akan tangan lihainya.
"Aku melukis kamu!" Seru Jisung, menunjukan lukisan pensilnya di depan wajah Ana. Si gadis mengerutkan dahi, semula perhatiannya terganti pada seorang wanita yang dilukis Jisung.
"Gimana? hebat gak?" Tanyanya menunggu pujian dari celah bibir Ana.
"Bagus, siapa yang kamu lukis?" Ana balik bertanya. Ia tersenyum, menatap mata Jisung yang kelam. Lekuknya kini berganti tak seindah tadi, Ana mengerutkan dahi. Ia tidak salah bicara perasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Art The Universe- Han Jisung ✔
Fiksi RemajaTinggalkan satu kenangan tentang mu dan kita -Unknown- Han Jisung × Park Ana [OC] -XF13Park- Art The Universe.