Terlalu sibuk mengurusi keadaan.
Tanpa tahu rasa apa yang digunjingkan.
Awan kelabu dan putih memiliki makna yang berbeda. Angin berhembus, membawa daun yang gugur kemudian pergi entah kemana.-Han Jisung-
.
.
.Jisung memasukan beberapa buku ke dalam ransel hitamnya, bersiap menuju tempat dimana ia tidak banyak meraup ilmu akademik di sekolah. Jisung lebih suka belajar otodidak tentang apa yang ia alami di semesta, Jisung bukan tipikal siswa yang pintar dalam penjabaran rumus-rumus tua, Jisung tidak pintar dalam segala macam teori-teori membosankan dan yang menurutnya tidak menarik. Tapi Jisung suka dengan segala macam yang ia buat sebagai konspirasi.
Dipandangnya sekilas pantulan tubuhnya di cermin besar, ia ingat perkataan gadis bermarga Park tersebut jikalau gadis itu tak pantas berteman dengannya. Memang seburuk apa Ana? Apakah Jisung se-sempurna itu hingga Ana merasa tak pantas berteman dengannya? Dan nyatanya, kisah Jisung tidaklah selaras yang orang lain pikirkan.
"Sung, sudah siap?" Sang Ibu memperlihatkan setengah badannya di awang pintu kamar Jisung, senyum yang dulunya hangat kini telah dihias keriput dan kantung mata yang kontras terlihat. Ibunya terlalu bekerja keras selama delapan belas tahun lamanya. Seorang diri...
"Oh, Mama mau nganter Jisung ke sekolah? Enggak perlu lah Ma. Jisung bisa sendiri ko." katanya seraya meraih tasnya.
"Ayolah, mumpung masih ada waktu luang banyak nih Mama." sang Ibu terlihat memohon, Jisung tertawa pelan dan akhirnya mengangguk. Senyum manis kembali Jisung lihat diantara kerutan kecil diwajah Ibunya. Tiada hal kecil yang membuat Jisung bahagia selain melihat senyum kebahagiaan malaikat yang melahirkan dirinya ke bumi.
Jisung melihat tampilan sang Ibu, pakaian rapih namun tidak terlihat akan pergi bekerja. Jisung mengerutkan dahi, hendak kemana Ibunya pergi ngomong-ngomong?
"Mama mau kemana?" Tanya Jisung pada akhirnya setelah ia dan sang Ibu memasuki mobil. Dilihat, sang Ibu tersenyum kembali seraya menyalakan mesin dan melaju pergi ketempat Jisung menimba sebuah ilmu, tinggalkan pelataran rumah.
"Ada tawaran buat ngisi acara disalah satu stasiun televisi, Mama jadi bintang tamu disana." jawab sang Ibu dengan nada yang bahagia.
"Mama masuk TV tau sung nanti hahaha...." tawanya pecah kemudian, yang membuat Jisung juga ikut tertawa. Meski ia tahu, tidak ada yang lucu disana. Entahlah, ia juga ikut bahagia mendengar tawa sang Ibu.
"Kok bisa sih Ma?"
"Salah satu staf-nya, baca biografi Mama di internet, dimulai saat Mama merintis usaha percetakan buku dan galeri kecil-kecilan, ehh sekarang jadi terbesar di kota. Katanya mereka tertarik dengan cerita perjuangan Mama yang merintis usaha seni dari Nol hingga berada di kemanisan yang dapat dinikmati semua kalangan." jawabnya tak mengurangi rasa bangga disetiap kalimat yang terlontar. Jisung tahu, sang Ibu begitu bahagia atas pencapaian yang ia raih sendiri. Begitupun dengan Jisung, ia jauh lebih bahagia dan merasa beruntung terlahir dari rahim seorang wanita yang hebat meski keluarganya tidak utuh.
Ya, Jisung memang berasal dari keluarga yang lebih dari cukup. Semua kebutuhannya terpenuhi dan pertemanan Jisung luas, entah dari komunitas penulis, pelukis, Fotografer dan musik. Banyak orang bilang Jisung sosok yang sempurna, meski pada kenyataanya hal itu hanyalah alibi semata. Jisung tak pernah tahu siapa sosok sang Ayah dan bagaimana rupa wajahnya. Delapan belas tahun Jisung dirundung tanya, tapi enggan bertanya pada sang Ibu sebab takut melukai hati Ibunya. Yang Jisung tahu, Ibunya adalah sosok Ayahnya juga.
"Jisung bangga sama Mama." ungkap Jisung yang tanpa sengaja binar matanya berkaca, hal itu membuat sang Ibu sedikit menoleh dan mengusap pipi berisi putranya sembari tersenyum teduh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Art The Universe- Han Jisung ✔
Roman pour AdolescentsTinggalkan satu kenangan tentang mu dan kita -Unknown- Han Jisung × Park Ana [OC] -XF13Park- Art The Universe.