Tak ada yang lebih kuat, selain kata Takdir juga Tuhan yang terucap dalam lisan. Itulah fakta dan teori yang berdar dalam kalangan umat.
Nyatanya, banyak hal yang dikeluhkan dalam bongkahan bibir manusia.
Termasuk aku...-ParkAna-
.
.
.Jisung mengelap peluh yang bercucuran dengan kaos olahraganya, matanya bergulir mencari sosok gadis yang telah pergi lebih dulu sejak pengumuman jam Jasmani mereka usai.
"Sung...!" Seru Fandi, berteriak sedikit keras sembari membawa dua bola basket ditangannya. Berjalan angkuh mendekat kearahnya. Dalam diam, Jisung menggrutu prihal masih menyimpan dendam pada pria itu lantaran ia dan teman-temannya membiarkan Jisung bekerja sendirian dalam tugas kelompok kemarin.
"Taro basketnya gih di gudang, gue mau ganti baju" suruhnya pada Jisung. Bukan Jisung namanya jika tidak menolak dan membiarkan dirinya disuruh-suruh oleh orang yang ia tandai sebagai orang yang ia kesali.
"Dih! lo penanggung jawabnya masa gue yang taro. Gue juga mau ganti baju kali bukan lo doang" tolaknya menatap sinis kearah Fandi.
"Lah ngelawan gue lo! Taro gak, capek gue..." Sentaknya, Jisung menyungging senyum kecil.
"Lo fikir gue takut ya? Mentang-mentang gue biang onar recehan di angkatan, jangan fikir gue gabisa lawan lo yang katanya pentolan apalah itu? Cih, gitu ajah belagu. Mau sok-sok berkuasa dengan nginjek-nginjek kelemahan orang lain lo?" Jisung melipat tangannya didepan dada.
Braakkk....
Fandi menjatohkan bola basketnya dan mencengkram kerah baju olahraga milik Jisung, peluh dan wajah nya yang memerah karna habis ber-olahraga semakin terlihat jelas kalau ia sedang tersulut emosi dan Jisung, pemuda bermarga Han itu tak bereaksi apapun.
"Maksud lo apa ngomong gitu hah?! Berani lo ama gue?!" Katanya lagi.
"Loh, kan kita sama-sama makan nasi" Jisung menjawab enteng.
"Denger ya Sung, lo fikir gue gak tau siapa lo sebenernya?" Katanya lagi yang semakin erat meremas kaos basah oleh peluh Jisung semakin erat. Memaksa Jisung untuk berjinjit dengan wajah yang berhadapan, berjarak beberapa centi tersebut. Alis Jisung bertaut mencoba memahami maksud ucapan Fandi.
"Kalo lo macem-macem dan coba bantah omongan gue, gue pastiin satu sekolah bakalan tau siapa lo sebenernya" katanya lagi, yang mana mendorong tubuh kurus itu dengan kasar. Sepersekian detik, Jisung mundur beberapa langkah. Sedangkan Fandi masih menatapnya nyalang dan kembali mengambil bola basket yang tadi sengaja ia jatuhkan.
"Apa maksud lo?!" Sentak Jisung, menahan pundak Fandi dengan meremasnya sedikit kencang. Pria bermarga Park itu menoleh, memberikan senyum sinis pada lelaki Han.
"Mau tau ajah apa mau tau banget?" Fandi tersenyum remeh.
"Jawab atau gue bogem lo mentah-mentah di pipi" geram Jisung.
"Ngancem?"
"Jawab anjir!"
"Lo bakalan tau jawabannya disaat lo buat masalah sama gue. Gue, tau semua tentang lo. Dan jangan harap orang bakalan respek sama lo bahkan Ana si cewek disabilitas itu. Inget itu Jisung!"
Setelah berbicara itu, Fandi berjalan angkuh menjauh. Meninggalkan Jisung dengan sekelbat pertanyaan yang mulai kembali mengitari di kepalanya. Rentetan pertanyaan mulai menyerbu, ia ingat ketika dulu pernah mengalami hal serupa. Fikirannya kacau, Jisung terus bertanya pada dirinya tentang apa, siapa dan bagaimana bisa terjadi. Rahasia yang ia simpan rapat-rapat, dan sejumlah fakta yang ia sembunyikan dari semua orang. Fandi mengetahuinya. Siapa Fandi...? Itulah yang sedang bergelimung dalam naluri dan batinnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Art The Universe- Han Jisung ✔
Teen FictionTinggalkan satu kenangan tentang mu dan kita -Unknown- Han Jisung × Park Ana [OC] -XF13Park- Art The Universe.