PROLOG

720 42 6
                                    

Setiap pagi, aku bangun dengan pertanyaan yang sama. Haruskah aku pergi? Atau bertahan satu hari lagi?

Setiap pagi, aku bangun dengan harapan yang sama. Semoga kamu lupa, seberapa jatuh cinta kamu kepadanya.

Dan aku ... sudah melewati banyak pagi dengan pertanyaan yang sama, harapan yang sama.

Namun, sampai detik ini ...
Aku masih menunggu, sedangkan kamu masih belum lupa.

Kapan kamu akan melihat ke arahku?
Jika hadirku tak pernah kau pedulikan, apa pergiku akan kau rindukan?
---134340

Kini, rembulan tak lagi seindah dulu.
Cahayanya semakin redup, termakan waktu.
Tak ada lagi keindahan terpancar seperti yang lalu.

Gelap.
Hening.
Juga sunyi.
Menyisakan sekeping hati yang telah hancur, lebur.
Pula, menimbulkan rintikan likuid, tiada henti.

Gadis itu menutup sebuah note di atas pangkuannya. Dia baru membaca satu tulisan--- dari sekian banyak tulisan yang tertulis tapi dalam note hitam tersebut. Kenapa dia baru tahu? Kenapa dia baru menyadari? Kenapa semuanya seperti ini? Kenapa pula kisahnya berakhir seperti ini?

"Lo bodoh! Terlalu bodoh!"

Menangis untuk kesekian kalinya. Hanya itu yang bisa dilakukannya saat ini. Menangisi seseorang yang takkan pernah kembali. Jarak di antara keduanya dipisahkan oleh sebuah takdir. Tak ada yang bisa mengubah itu. Karena sejatinya, takdir tetaplah takdir. Suatu keputusan Tuhan yang tak bisa diubah oleh siapapun.

-EPOCH-

Ini kisah tentang aku. Si gadis ... yang menyesal tak mempedulikan kehadirannya.
Juga kisah tentang dia. Si lelaki bergigi gingsul, yang kini telah bahagia selepasnya.

Masih ingin membaca kisah kami?

*****

See u!
Dhit'story!

EPOCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang