Jangankan masuk ke hati lo, masuk ke pikiran lo aja gue gak bisa.
---134340-EPOCH-
"Dhita ...! Lo dandan, ya? Lama banget! Gue tinggal juga, nih!"
"Sebentar! Gak sabaran banget, sih! Gue jitak juga, nih, pala lo!"
Menunggu lama di depan gerbang rumah, pula tak dipersilakan untuk masuk, barang hanya duduk di ruang tamu. Siapa yang tak kesal seperti itu? Hampir 35 menit sejak kedatangannya ke rumah bercat putih, sejak itu pula dia harus berdiri bagaikan penjual cilok sepeda yang sedang menjajakan dagangannya. Menyebalkan.
"Kalau bukan temen, udah gue buang lo, Dhit, ke rawa-rawa!"
Lima menit berlalu. Berarti sudah 40 menit dirinya menunggu. Kenapa dia begitu lugu? Mau-maunya menunggu seperti itu.
Gerbang besar yang sedari tadi menjadi pembatas, terbuka. Menampilkan sesosok gadis berseragam SMU. Jangan lupakan penampilannya. Terlihat lebih ... berbeda(?)
"Yuk, berangkat!" Dhita---si gadis berseragam SMU berujar tanpa menampilkan raut berdosa. Memang dasar gadis tak tahu di untung.
Si lawan bicara hanya diam. Wajah keterkejutannya terlihat jelas di sana.
Kesal, Dhita menendang roda depan sepeda yang ditunggangi oleh si lawan bicara. "Malah bengong! Ayo, buruan!"
Tak ada respons.
Menghela napas. Berusaha sabar. Dhita tersenyum sinis. Dia mendekat dirinya dengan si lawan bicara. Tepat di samping telinga. Hitungan mundur, dia ucapkan dalam hati. Hingga akhirnya .... "A-RIS-TO!"
"Eh, ya, ampun!" Si lawan bicara-Ozzie yang acap kali Dhita panggil Aristo itu seketika terkesiap mendengar teriakan melengking yang menembus rongga telinganya. Hampir saja terjatuh, untung masih bisa menyeimbangkan tubuh.
"Cih! Dasar cewek bermulut toa! Sakit kuping gue, tau!" ujar Ozzie seraya membetulkan posisinya.
"Emang gue pikirin?" balas Dhita.
"Oh, gitu, ya ...." Tanpa peduli, Ozzie perlahan mengayuh sepedanya, meninggalkan Dhita yang termenung di tempatnya.
"Dasar, Aristo kurus! Gingsul! Jelek! Awas, ya, nanti di sekolah, gue lempar lo pake sepatu!"
Dari kejauhan, Ozzie membalas, "Emang gue pikirin?"
Seperti Tom and Jerry, mereka sukar untuk akur.
-EPOCH-
Upacara pembukaan semester baru sebentar lagi akan dimulai. Namun, Dhita masih asyik menata tatanan rambutnya sedemikian rupa. Dia sudah meniatkan dari jauh-jauh hari, bahwa dirinya hari ini akan berpenampilan berbeda. Demi seseorang. Si tujuan hatinya.
Karena insiden kejar-kejaran dengan sepeda Ozzie, rambut yang sudah dia atur seketika hancur. Kesal? Sudah pasti. Belum saja Ozzie kena bogem dari tangannya. Anak itu sudah terlebih dahulu kabur entah ke mana, setelah memarkirkan sepedanya di halaman parkir. Jika tahu begini, Dhita takkan menyuruh lelaki itu untuk menjemput. Percuma, ujung-ujungnya dia juga berlari untuk sampai di sekolah.
"Dhita ... masih lama? Gue pegel nungguinnya. Ya, ampun." Zafira---sohibnya Dhita mengeluh.
"Bentar, Jap. Dikit lagi," balas Dhita yang masih setia di depan cermin toilet sekolah.
"Ck, lo ngapain rapi-rapi gini, sih? Biasa, tuh, rambut cuma diiket asal perasaan," ucap Zafira.
Dhita memperhatikan dirinya terlebih dahulu sebelum berkata, "Sip. Selesai. Yuk, ke lapangan." Tanpa menjawab pertanyaan dari Zafira, Dhita melenggang begitu saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPOCH
Novela Juvenil[13+] Tentang dia, yang membuat diriku mengetahui bagaimana rasanya terjun ke jurang penyesalan. Tentang dia, yang memberitahuku tentang hargailah kehadiran seseorang ke dalam kehidupanmu. Karena, jika seseorang itu telah pergi, kau akan merasa...