Part 2 | Kalopsia

372 32 38
                                    

Ilusi atau nyata, lo tetap fatamorgana buat gue.

---134340

-EPOCH-

Setelah kegiatan upacara pembukaan selesai, murid-murid kelas 10 digiring menuju majalah dinding yang berada di koridor depan ruang guru. Hari ini adalah pengumuman pembagian kelas. Karena dua hari sebelum tahun ajaran baru dimulai, para calon murid tahun pertama diharuskan mengikuti serangkaian test tertulis untuk menentukan kelas mana yang mereka dapatkan.

Sepeninggalan dirinya dan juga ketiga temannya dari ruang BK akibat kejadian tadi, Lukas langsung berlari tergesa-gesa sampai menyorobot paksa orang-orang di sekitar, tak mempedulikan teriakan protes dari teman-teman seangkatannya. Tujuannya kini harus segera mencari namanya dari ratusan nama yang terjejer di mading tersebut.

"Mana, sih, nama gue?" gerutunya sebal.

Meneliti lebih, akhirnya Lukas berhasil menemukan namanya. Kelas 10-2. Di bawah juga tertulis nama Darka, Hansel, dan Junior.

"YOSHAAAAA! KITA SEKELAS, COY!" Lukas berteriak di kerumunan murid-murid yang masih belum beranjak dari sana.

"WOY! SUARA LO MELENGKING AMAT, SIH!" Tanpa Lukas sadari, dirinya berteriak tepat di telinga seseorang yang berdiri tepat di sampingnya, "untung merdu! Coba kalau sember, bisa rusak gendang telinga gue!" imbuh seseorang itu.

Lukas menyengir. "Sorry-sorry, gak sengaja."

Darka yang sedari tadi memperhatikan temannya itu menggelengkan kepala. "Kebiasan," komentarnya, "Lukas! Ayo ke kelas!"

"Oke!" balas Lukas melirik sekilas ke arah Darka. Sebelum benar-benar beranjak, dirinya kembali menoleh ke arah seseorang tadi. Mendekatinya lalu berkata, "Nama lo siapa?"

"A---"

"Lukas! Buruan! Gue tinggal, ya! Jangan duduk sama gue nanti!"

Darka menyebalkan. Tanpa terjawab, akhirnya Lukas pergi meninggalkan seseorang tersebut.

Setidaknya Lukas tahu inisial namanya.

-EPOCH-

Hari pertama di tahun ajaran baru biasanya diisi dengan kegiatan perkenalan wali kelas baru. Namun, berbeda di kelas 11-3. Kelas tersebut memulai tahun ajaran baru dengan ujian tertulis. Mendadak, tidak ada pemberitahuan. Semuanya hanya bisa mengangguk pasrah tatkala wali kelas mereka 'Sutrisno'---guru yang terkenal killer berujar akan melakukan test tertulis untuk menentukan letak duduk anak didiknya.

Menentukan letak duduk saja perlu dilakukan test tertulis?

Aneh?

Sudahlah, biarkan Pak Sutrisno melakukan apa yang seharusnya dia lakukan kepada anak didiknya.

"Keluarkan alat tulisnya," ucap Pak Sutrisno lantang.

"Baik, Pak ...."

Nevan yang sementara duduk di samping Ozzie menggaruk kepala bingung. Masalahnya, hari ini dia tak membawa alat tulis satu pun. Isi tasnya pun hanya berisi baju basket, dompet, dan botol air minum. Sebelumnya, dia berpikir bahwa hari pertama takkan ada kegiatan tulis menulis. Memang, sih, tidak ada kegiatan tulis menulis materi, tapi adanya ujian mendadak.

"Apes gue," ucapnya pelan.

Mendengar ucapan Nevan, Ozzie yang sudah siap dengan alat tulisnya menoleh. "Kenapa? Gak bawa pulpen lo, ya?"

Nevan berdecih, Ozzie terkekeh.

"Makanya ... kayak gue, dong. Seenggaknya bawa pulpen. Walaupun cuma satu," ledek Ozzie.

EPOCHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang