Kehidupan akan tetap terus berjalan, sekalipun duniamu sedang runtuh.
---134340-EPOCH-
Dhita akhirnya mau pulang setelah Ozzie dan Bunda merayunya dengan segala macam cara. Tadinya, gadis itu bersikukuh ingin tetap di sana dan memantau Ozzie seharian full karena trauma melihat tubuh sahabat lelakinya itu tergeletak tak berdaya di lantai toilet sekolah dengan darah yang mengalir dari kedua lubang hidung.
"Bun...."
Bunda menoleh. Menatap sayu anak semata wayangnya itu. "Kenapa? Kepalanya sakit lagi? Atau bagian lain yang sakit?"
"Enggak, Bun." Ozzie menggeleng pelan.
"Lalu? Kenapa?" Bunda mendekat. Merapikan rambut anak lelakinya itu yang sedikit berantakan.
"Kata Dokter, Zie sakit apa?"
Tangan Bunda yang tengah merapikan rambut Ozzie mendadak kaku. Pergerakannya terhenti, bersamaan degup jantungnya yang kembali berdetak kencang.
"Ka-kata... kata Dokter tunggu hasil pemeriksaannya 3 hari lagi, Zie," terang Bunda dengan terbata.
"Lama juga." Ozzie terkekeh pelan. Lantas meraih tangan Bundanya itu agar berhenti merapikan rambutnya, "Zie harap gak ada penyakit aneh apa pun. Kalau Zie sampai sakit, yang ada cuma nyusahin Bunda doang. Eh, bahkan ... kalau pun Zie gak sakit, Zie udah nyusahin Bunda. Iya, kan, Bun?"
"Kamu ngomong apa, sih, Zie? Ngawur aja kamu!" Bunda menjawil pipi Ozzie, "mana ada sejarahnya Ozzie nyusahin Bunda, hm?"
"Maafin Zie." Ozzie merunduk, "gara-gara Zie, Bunda harus pulang dari kantor. Pasti Bunda nanti dimarahin sama atasan Bunda."
"Kamu kenapa ngomong kayak gitu, sih? Kamu lebih penting sekarang."
"Biaya rumah sakit mahal, kan, Bun? Ayo, pulang aja. Zie gak mau bikin Bunda pusing mikirin biaya soal ini. Lagi pun, Zie cuma pingsan sama mimisan doang. Pasti hasil pemeriksaan nanti, gak bakal ada sesuatu yang perlu dikhawatirin."
"Tapi kamu masih harus di sini, Zie...."
"Bun. Zie tau, tabungan Ayah yang dipegang sama Bunda sekarang udah mulai menipis. Zie gak mau tabungan itu habis cuma buat Zie doang. Zie juga gak mau liat Bunda terus-terusan minjam uang ke keluarga Bang Arsen ataupun keluarga Dhita. Ayo, kita pulang aja."
Bunda menghela napas berat. Lantas mencium singkat pipi Ozzie sebelum memutuskan untuk keluar dari ruangan di mana Ozzie dirawat.
Maafkan aku, Mas. Aku gagal jagain Zie sebagaimana yang kamu mau.
-EPOCH-
Hari Jumat. Hari yang seharusnya disambut oleh hangat, kini tergantikan dengan dinginnya tangisan.
Orang-orang silih berdatangan. Kostum yang mereka gunakan dominan berwarna hitam. Saling bergantian memasuki rumah sang tuan. Sekadar untuk mengucapkan ucapan berbelasungkawa dan kalimat untuk saling menguatkan.
Sepasang mata mungil itu mengamati halaman kediamannya. Dia dengan kedua temannya baru saja sampai di sini setelah puas bermain di taman. "Zie lupa. Hari ini Ayah janji mau pulang. Ayo, main di lumah Zie aja. Nanti kita main pelang-pelangan sama Ayah." Zie ingat, kemarin Ayahnya menelpon Bubun dan mengatakan akan pulang setelah hampir satu minggu sibuk dengan pekerjaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPOCH
Teen Fiction[13+] Tentang dia, yang membuat diriku mengetahui bagaimana rasanya terjun ke jurang penyesalan. Tentang dia, yang memberitahuku tentang hargailah kehadiran seseorang ke dalam kehidupanmu. Karena, jika seseorang itu telah pergi, kau akan merasa...