"I don't know what to say to you. Sorry. Thank you for loving me until now...
... love you."
---134340-EPOCH-
"Intang ecil... di angit yang iyu...."
"Amat anyak... mengias angtasa...."
"Atu ingin teyabang dan menayi...."
"Jauh tinggi... ke tempat kau beyada...."Lelaki paruh baya itu sedikit tergelak ketika mendengar nyanyian dari sang anak. Pelafalannya masih belum jelas. Maklum saja, anaknya itu baru berusia 2 tahun. Giginya pun belum seutuhnya tumbuh.
"Ayah enapa, sih?" tanya anak kecil itu, menghentikan kegiatan menyanyinya.
Rafandra terkekeh. Mengacak gemas pucuk rambut anaknya. "Gak apa-apa. Lucu."
"Apanya yang ucu?"
"Zie."
Zie---si anak mungil itu menyengir kuda. Mencoba memamerkan deretan giginya yang baru saja tumbuh pada sang ayah. "Gigi aku banyak, Ayah."
"Iya."
Ditemani semilir angin malam, keduanya duduk di balkon rumah. Menatap hamparan bintang yang kini menghiasi sudut langit dengan cahaya berkelap-kelip. Mengubah langit hitam menjadi langit penuh dengan hamparan cahaya yang sulit tergapai.
"Zie mau intang itu." Zie berdiri dari duduknya. Mengulurkan tangan ke arah langit, seolah-olah sedang berusaha menggapai bintang.
"Memangnya sampai?" tanya Rafandra. Zie mengerucutkan bibirnya kesal. Ayahnya itu memang tidak asyik!
"Bintangnya jauh tau. Zie gak akan sampai." Rafandra menarik tubuh Zie, lantas memeluk dalam dekapnya yang hangat. Menaruh dagu di atas kepala sang anak, sembari memainkan jari jemari Zie yang masih terlalu kecil di genggamannya. "tangan Zie juga masih kecil. Mana cukup untuk ambil bintangnya."
"Zie mau ambil itu. Buat Ayah sama Bubun."
"Buat Ayah sama Bubun?" Rafandra meraih wajah Zie, menatap kedua iris matanya, heran, "untuk apa memangnya?"
"Kata Thatha, kita bisa minta sesuatu sama intang," balas Zie.
Rafandra berdehem, berpura-pura memikirkan sesuatu. "Oh, gitu.... Emang Zie mau minta apa sama bintang?"
"Mau minta bial Zie, Ayah, sama Bubun bisa telus belcama! Mau minta sama intang juga, bial Ayah gak sibuk kelja telus! Zie maunya main sama ayah. Bukan sama om Adib." Zie meringsut. Menghapus linang air mata yang entah sejak kapan memenuhi pelupuk dengan kasar.
Om Adib yang dimaksud oleh Zie adalah ayah dari temannya, Thatha. Rafandra terkenal selalu sibuk dengan pekerjaannya dan jarang ada waktu luang untuk berlibur. Bahkan, Rafandra pun acap kali tidak pulang ke rumah berhari-hari dan tinggal di tempatnya bekerja karena pekerjaan yang begitu banyak. Berbanding terbalik dengan Adib yang Zie lihat selalu pulang kala sore hari. Zie iri, dan dia pernah mengatakan keiriannya itu pada Thatha dan Adib secara langsung.
"Aku mau punya Ayah kayak Om Adib yang ada di lumah telus. Ayah aku jayang pulang."
Kebetulan, hari ini waktu dirinya berlibur. Maka dari itu, Zie tak menyia-nyiakan hari ini untuk terus bersama sang ayah. Padahal, tadi siang dia diajak oleh Evan agar mau pergi bermain bola bersama. Namun, Zie menolak keras ajakan temannya itu. "Ayah ada di lumah. Aku gak main duyu." Begitu katanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
EPOCH
Teen Fiction[13+] Tentang dia, yang membuat diriku mengetahui bagaimana rasanya terjun ke jurang penyesalan. Tentang dia, yang memberitahuku tentang hargailah kehadiran seseorang ke dalam kehidupanmu. Karena, jika seseorang itu telah pergi, kau akan merasa...