"Manusia adalah makhluk hidup yang pandai menyembunyikan rasa. Entah itu rasa senang, ataupun rasa sakit."
-134340-EPOCH-
Hansel mengantar Luna menuju UKS. Gadis itu terlihat lesu selama ada di perpustakaan. Ketika ditanya, gadis itu hanya menjawab, "Aku gak apa-apa." Walaupun Hansel tidak mengerti isi pikiran orang, apalagi perempuan, tapi dia tahu bahwa Luna sedang tidak baik-baik saja. Lihat saja wajah mungilnya. Terlihat pucat pasi.
Salah satu murid yang kini sedang berjaga di UKS menyambut kedatangan Hansel dan Luna di sana. "Kakaknya sakit apa?"
Hansel hanya mengedipkan mata. Menunjuk brankar kosong menggunakan dagu. Tak mengucapkan sepatah kata apa pun. Siswi ber-nametag Tiffany Dasha Nediva itu mengerutkan kening. Nih, cowok gagu?
"E... anu... aku cuma sedikit pusing aja, kok. Boleh, kan, istirahat sebentar di sini?" ucap Luna pelan saat sadar dengan raut wajah Fany yang kebingungan.
Perhatian Fany yang sebelumnya hanya menatap Hansel tanpa kedip, teralihkan pada Luna. "Oh, iya, Kak. Boleh. Istirahat aja. Aku buatkan teh, ya?"
Luna menggelengkan kepala. "Gak usah. Aku cuma istirahat aja. Eh, anu... aku sama Hansel baru kelas 10. Jangan panggil Kakak."
"Astaga. Maaf. Aku pikir kalian kelas 11. Yaudah, kamu istirahat aja." Fany melirik Hansel. "Si cowoknya...."
"Hansel," sanggah Luna, dibalas kekehan oleh Fany.
"Oke, oke. Hansel boleh isi datanya pacarnya di buku UKS yang ada di meja itu, ya. Aku mau ke ruang guru dulu. Ada panggilan mendadak soalnya."
Pacar? Kali ini, Hansel yang mengerutkan kening.
Fany membuka jas putih yang biasanya anak PMR kenakan saat bertugas di UKS. Menggantungkannya di balik tirai yang memisahkan ruang anak PMR dengan brankar untuk para warga sekolah yang membutuhkannya. "Kalau ada apa-apa. Kalian telepon aja ke nomor yang ada di papan tulis itu, ya." Menunjuk papan tulis kecil yang ada di dekat meja. Di papan tulis kecil itu tertera beberapa nama lengkap dengan jabatan dan nomor teleponnya. "Permisi. Jangan macem-macem, lho, kalian berdua. Di sini ada CCTV!" Setelahnya, Fany pun menutup pintu UKS yang kini artinya hanya menyisakan sosok Luna dan Hansel.
Senyap. Begitulah sepeninggal Fany ke luar UKS. Luna melirik Hansel yang sedari tadi bergeming di tempatnya. "Hans...."
Hansel tersentak. Lantas langsung meraih buku UKS dan sebuah pulpen untuk menuliskan nama Luna di sana.
Luna tersenyum. Hansel memang aneh dari kebanyakan lelaki lainnya. Dia tak secerewet Lukas. Dia tak seramah Junior. Dia tak segagah Darka saat berjalan. Dia tak seperhatian Nevan. Dia tak murah senyum seperti Ozzie. Dia juga tak selucu Rafi. Namun, entah kenapa Luna nyaman dengan Hansel yang seperti itu. Padahal, dirinya baru saja mengenal Hansel saat masuk ke sekolah ini. Jika boleh jujur, Luna sebelumnya belum pernah merasa 'senyaman' ini dengan lelaki. Apalagi yang baru saja dia kenal. Namun, lagi-lagi, Hansel memang berbeda baginya.
Luna pun merebahkan tubuh pada brankar. Mencoba menutup mata untuk menghilangkan sedikit pening di kepala. Mungkin ini efek dia tak sarapan tadi pagi.
Decitan pintu terdengar. Luna dengan refleks membuka mata.
"Mau ke mana?" tanyanya pada Hansel yang ingin keluar.
"Kantin. Tunggu."
Mengangguki ucapan Hansel. Tak lama, punggung lelaki itu menghilang di balik pintu UKS.
-EPOCH-
Ozzie menutup pintu toilet setelah bersusah payah berjalan menuju ke sana. Rasa sakit itu kian terasa. Membuat dirinya ingin sekali membenturkan kepala pada dinding yang ada. Dia tak tahu, ada apa dengan dirinya sendiri? Kenapa akhir-akhir ini menunjukkan gejala aneh yang sebelumnya tak pernah dia rasakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
EPOCH
أدب المراهقين[13+] Tentang dia, yang membuat diriku mengetahui bagaimana rasanya terjun ke jurang penyesalan. Tentang dia, yang memberitahuku tentang hargailah kehadiran seseorang ke dalam kehidupanmu. Karena, jika seseorang itu telah pergi, kau akan merasa...