Season 2 : Chapter 4

5.4K 500 5
                                    

Sakura tersenyum kecil di ambang pintu dengan nampan berisi makanan dan minuman di tangannya. Melihat Sarada yang bermanja-manja dengan neneknya membuatnya jadi rindu dengan masa-masa saat ia masih tinggal bersama orang tuanya dulu, sebelum ia menikah.

Sakura ingin tangan yang sudah tak muda lagi itu membelai rambutnya, mengikatnya sesuka yang ia mau sampai membuat dirinya kesal karena di jadikan sebagai boneka yang di dandani cantik.

"Ibu, waktunya makan dan minum obat." Sakura menaruh nampan di atas meja, kemudian menatap Sarada yang balik menatapnya senang. "Sarada, bermainlah dengan papa atau kakek. Nenek harus makan dan minum obat dulu. Besok baru bermain lagi."

"Aku tidak mau bermain dengan papa jika dia masih tidak mengizinkanku mempunyai kucing."

Sakura mencubit pipi temban Sarada gemas saat anak itu berubah cemberut. "Baiklah, kalau begitu dengan kakek. Minta supaya dia menceritakan dongeng baru."

Setelahnya Sarada mencium pipi Mebuki dan Sakura dengan sayang. "Aku akan tidur lebih cepat karena besok harus pergi ke sekolah. Selamat malam, nenek, mama."

"Selamat malam, sayang."

Setelah berlalunya Sarada keluar dari kamar, Sakura mengambil sebuah mangkuk yang ia bawa di atas nampan tadi. "Sekarang ibu makan, lalu minum obat. Oke? Biar aku yang suapi ya?"

Mebuki mengangguk pelan. Sakura dengan perlahan meniup bubur yang masih panas itu di atas sendok dan menyuapi ibunya. Sendok demi sendok yang berisi bubur itu sudah Mebuki habiskan hingga tak tersisa. Setelahnya Sakura membantunya meminum segelas air putih.

"Jika ibu masih lapar aku bisa mengambil lagi." Tawar Sakura.

"Ibu sudah kenyang. Sebaiknya kau yang sekarang makan. Kau belum makan kan?"

Mendengar pertanyaan dari Mebuki membuat Sakura tersenyum tipis. "Aku akan makan nanti, ibu."

"Sakura?"

"Iya, ibu?"

"Berapa usiamu sekarang?"

Sakura menunduk, menatap ke sepulah jarinya yang berada di atas pahanya. Tersadar bahwa usianya sudah tidak dapat di hitung lagi hanya dengan kedua tangannya saja. "Dua puluh tujuh, ibu."

Tangan tua Mebuki mengelus surai pink Sakura lembut. Menatap mata hijau yang meneduhkan itu. "Kau tumbuh begitu cepat, Sakura. Rasanya masih tidak percaya sekarang kau sudah menjadi orang tua." Ada jeda sejenak. "Dulu kau masih sebatas pinggang ibu, suka sekali menangis hanya karena teman-temanmu mengejekmu jelek."

Sakura menahan air matanya mati-matian agar tidak tumpah mendengar ibunya kembali bercerita. Sakura akui, ia benci suasana ini.

"Kau tidak mempedulikan ucapan mereka, kau tetap tumbuh hingga menjadi anak gadis ibu yang paling cantik. Ibu bangga padamu, nak." Tangan Mebuki menggenggam tangan Sakura. "Tugas ibu dan ayahmu sudah selesai sebagai orang tua. Kini kau yang akan memulainya bersama Sasuke. Ibu harap kau menjadi orang tua yang baik untuk Sarada. Bersabarlah jika kau menghadapi anakmu, anak perempuan terkadang tidak suka di kekang."

"Aku masih belum siap, aku masih membutuhkan bantuan ibu untuk membimbing Sarada hingga dia dewasa." Sakura berucap lirih dan menatap ibunya sendu.

"Seiring berjalannya waktu kau juga akan bisa tanpa bantuan ibu. Kau akan mengerti nanti." Mebuki menarik Sakura dan memeluknya. Mencium dahi Sakura sayang dan merasakan bajunya basah karena Sakura sudah menangis sekarang. "Kau masih ingat apa mimpimu dulu sewaktu kecil?"

Sakura menggeleng pelan.

"Ibu ingat kau selalu bermimpi menjadi seorang putri raja dan hidup di istana mewah. Lalu seorang pangeran berkuda putih datang untuk menikahimu. Tapi yang datang justru pria macam Sasuke dengan mobil hitamnya."

Sasuke's Baby ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang