Sakura duduk bersila di atas ranjang, dan Sasuke menceritakan kronologi dari ia datang ke apartemen sampai bayi itu menangis pada Sakura. Sakura mendengarkannya dengan seksama, kemudian terdiam setelah Sasuke selesai bercerita.
Sakura menopang dagunya dengan tangannya. "Kalau begitu susah juga sih. Eh, kenapa Sasuke-san tidak lapor saja pada polisi?" Usulnya.
"Kau mau bosmu masuk penjara dan tidak memberimu gaji?" Sakura meringis mendengarnya. "Kalau aku lapor polisi mereka malah akan menangkapku karena mengira menculik bayi ini."
"Tapi kan Sasuke-san bisa menjelaskan yang sebenarnya. Kalau kau tidak mau biar aku antar. Maka masalah akan beres,"
"Dasar bodoh!" Umpat Sasuke. "Masalahnya tidak akan selesai karena mereka berpikir kau dan aku adalah orang tua bayi ini. Mereka berpikir kita tidak mengakui anak kita sendiri."
"Tapi kan rambut bayi ini berbeda dengan kita. Dan rambutnya lihat, warnanya cantik dan juga lembut. Kita lakukan tes DNA saja jika mereka tak percaya, gampang kan?" Sakura mengelus rambut bayi tersebut.
Sasuke terdiam selama beberapa detik dan menatap Sakura dengan pandangan yang sulit di artikan. "Aku tidak mau ada tes DNA dan drama pengambilan darah. Aku ... takut." Kemudian memalingkan wajahnya yang sedikit memerah.
"Pfft!" Sakura menutup mulutnya yang hendak tertawa. "Kau takut jarum suntik? Kau itu orang dewasa atau bocah usia dua tahun?" Tawa Sakura akhirnya meledak dan Sasuke menatapnya tajam.
"Diam lah Sakura-san!" Wajah Sasuke masih memerah karena menahan malu. Apa salahnya jika ia takut? Ia hanya trauma. Masalahnya bukan di jarum suntiknya, tapi di pengambilan darahnya. Dulu darahnya pernah di ambil dan itu menjadi ketakutan terbesar dalam hidupnya sampai sekarang.
"Eh, tapi aku setuju soal tadi yang kau katakan."
Sasuke mengerutkan dahinya. "Yang mana?"
"Tentang polisi yang berpikir bahwa bayi ini adalah anak kita. Aku mamanya dan kau papanya, ah, seperti keluarga bahagia. Rasanya senang jika membayangkan aku jadi istrimu. Namaku akan menjadi Uchiha Sakura." Cengenges Sakura sambil mencubit pelan pipi bayi tersebut. Betapa tinggi khayalannya itu.
"Terserah kau saja!"
Sasuke memilih keluar dari kamarnya dari pada mendengar mulut cewet Sakura yang menurutnya susah di ajak bicara. Ia menuju dapur dan membuka kulkas.
"Kenapa kau disini?" Sasuke bertanya saat melihat Sakura mengikutinya.
"Aku mau pulang. Ini sudah malam. Anak gadis cantik sepertiku tidak baik berada di kamar seorang pria tampan sepertimu. Kecuali, kau mau aku tidur denganmu. Sekalian jadi kan aku istrimu aku juga mau kok." Sakura berkata terang-terangan.
"Kau tidak boleh pulang. Bagaimana jika bayi itu bangun lagi?"
Sakura memicing. "Aha! Bilang saja kau ingin berduaan denganku Sasuke-san. Aku tidak keberatan kok jika harus tidur satu ranjang denganmu." Sakura berucap bangga. "Jika kembali bangun kau tenangkan saja dia. Gampang kan?"
"Aku tidak bisa menenangkan bayi."
"Kau hidup zaman apa sih menenangkan bayi saja tidak bisa. Cukup gendong seperti yang kulakukan tadi saja apa susahnya."
"Susah."
Sakura mendengus. Kemudian Sasuke milih beranjak dari tempat tersebut. "Kau mau kemana Sasuke-san?"
"Mandi."
"Ikut." Sakura mengangkat ke dua tangannya ke depan seperti anak kecil yang meminta di gendong. Nada suaranya pun terdengar manja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sasuke's Baby ✔
Fiksi Penggemar[COMPLETED] Warning: Penulisan masih berantakan dan tidak masuk akal. Jangan mendekat jika tak suka. Naruto © Masashi Kishimoto ━━━━━━━━━━━━━━━━━━ Tiba-tiba saja ia menemukan seorang bayi berambut ungu yang tertidur di dalam box depan apartemennya...