9. Four Seasons

54 13 0
                                    

Those long days and nights
Before I rust, let's shine again
The two seasons are changing

Four Seasons, KingTaeng




***

Kris menatap kertas partitur musik miliknya. Tidak tau darimana asalnya, laki-laki itu kembali menemukan hasratnya untuk menulis lagu.

Sesuatu yang menakjubkan.

Sudah lama ia tidak melakukan ini. Kalau hanya sekedar memainkan piano rutin ia lakukan, karena hanya dengan bermain pianolah kegundahan hatinya mereda. Tapi untuk menulis lirik? Minatnya menyublim.

Kris mensejajarkan beberapa partikular dan menatanya di sandaran lirik. Dengan gerakan yang tenang, ia mulai menekan tuts.

Do..

Re..

Mi..

Setelahnya Kris tersenyum kecil. Ia baru akan memulai mencoba lagunya tatkala sosok Daisy masuk membawakan makan siangnya. Seperti biasa, senyum tidak pernah luntur dari wajah cantiknya.

"Hai," gadis itu menyapa. Kris hanya membalas dengan senyum kecil dan kembali mengalihkan fokus pada pianonya. Kris mencoba baris pertama.

Berulang-ulang sampai ia merasa nadanya sudah melekat di ingatannya.

Lalu ke baris kedua.

Baris ketiga dan baris-baris selanjutnya hingga tanpa sadar ada sosok yang ia abaikan.

Daisy menggeleng pelan dengan senyum di bibir, ia senang minat Kris untuk menulis mulai lahir tapi laki-laki itu selalu lupa waktu, membuat gadis itu merasa khawatir.

"Lagu yang bagus, Kris. Kau bisa melanjutkannya nanti." Daisy menyentuh lembut pundak kekasihnya.

"Karena sekarang, waktumu makan siang." ucapnya riang seperti memberi kejutan untuk anak kecil. Kris menghentikan kegiatannya.

"Terima kasih. Aku akan menghabiskan makananku. Kau bisa kembali, Dee."

Daisy terperangah. Kris baru saja memintanya pergi secara halus.

Laki-laki dengan mata berwarna amber itu menatap Daisy dengan senyuman yang sulit diartikan, senyuman yang kali pertama ini Daisy lihat.

"Kris.."

"Aku sedang ingin sendiri, Dee. Tolong mengertilah." Kris memohon dengan amat sangat pelan, dan hampir tidak terdengar. Ia merasakan ada sesuatu yang bertarung dalam dirinya.

Egonya untuk mempertahankan. Atau nuraninya untuk melepaskan.

Tapi Daisy justru tersenyum sangat cantik, meletakkan nampan di pangkuan gadis itu, lalu mengarahkan sendok ke mulut Kris.

"Makanlah. Sudah lama aku tidak menyuapimu." Daisy yang penuh kelembutan dan kasih sayang ada di hadapannya. Kris menghela nafasnya. Ia melirik perban putih di salah satu jari di tangan kiri gadis itu.

Tanpa Daisy duga, Kris merebut pelan sendok di tangan, mengambil nampan di pangkuannya.

"Dee. Frans ada di sana menunggumu. Pulanglah." Kris menatap lurus, tanpa menunjukkan arah pandangnya pada seseorang yang berdiri di depan pintu ruangannya. Frans benar ada di sana, menampilkan raut wajah yang tidak bisa ditebak. Tidak ada marah, tidak ada senyum. Hanya wajah yang datar tapi selintas seperti menyimpan banyak luka.















 Hanya wajah yang datar tapi selintas seperti menyimpan banyak luka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KRIS, PEACH, AND DAISY      [UNIVERSE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang