42. GERA

4.4K 280 15
                                    

Hari pertama di awal semester dua terasa sangat berbeda bagi Rania. Hampir seminggu ia break dengan Galvan. Mencoba untuk belajar melupakan kesalahan Galvan meskipun sulit. Rania benar-benar belum mau putus. Break seperti ini saja sudah membuatnya uring-uringan.

"Kenapa bengong, hm?" tanya Anung yang duduk di bangku samping Rania.

"Nggak kok, Nung," balas Rania sembari meletakkan pulpennya. Lalu menolehkan kepalanya ke arah Anung. "Denger-denger lo habis putus ya? Kok bisa sih?" tanyanya.

Anung terkekeh pelan mendengar pertanyaan Rania. Kabar putus itu sudah seminggu yang lalu. Rania pasti juga sudah tahu apa alasannya karena waktu itu teman-teman sekelas main ke rumah Rania. Dan banyak yang menanyakan itu kepada Anung. Tidak mungkin jika Rania tidak menendengar alasannya.

"Nung?"

Anung berdehem. "Gue sama doi putus karena doi mau hijrah, Ran. Bukan putus sepenuhnya terus kami saling ngejauh itu enggak. Sampe sekarang pun masih komunikasi, tapi udah nggak ada hubungan apa-apa. Orang tua doi juga masih minta gue buat jagain doi. Katanya sih, boleh deket tapi jangan pacaran. Kalo mau pacaran, nanti pas udah sah," jelas Anung membuat Rania menganggukkan kepalanya, paham.

"Rahmat sama Vida, Putra sama kakel, Anung-nya jomblo," sindir Rania sambil terkekeh mengejek.

"Halah, iya yang punya pacar. Kalo lo nggak ada pacar udah gue pacarin," sahut Anung mengundang pelototan mata Rania.

"Bisa aja lo," balas Rania. Sori Nung, gue belum cerita soal gue sama Galvan. 

"Rania," panggil Tisya yang baru saja berangkat bersama Zeya.

Rania yang terpanggil pun tersenyum. "Kenapa, Sya?" tanyanya.

"Nggak pa-pa sih, udah lama nggak ketemu sama lo," ucap Tisya.

Rania menganggukkan kepalanya dan tersenyum tipis. Rania teringat dengan hubungannya dengan Gesang yang sembunyi-sembunyi dari Tisya atau orang lain yang memang tidak perlu tahu urusan Rania dan Gesang. Rania sudah nyaman seperti ini. Rania juga ingin menjaga perasaan temannya sendiri. Biarlah, nanti akan bagaimana, yang penting Rania tidak berniat apa-apa.

"Lo masih menuhin permintaan gue, kan?" tanya Tisya berbisik kepada Rania. Dan berharap Rania mendengarny.

"Masih," balas Rania cepat dengan sedikit rasa gelisah karena berbohong.

Tisya yang percaya langsung menganggukkan kepalanya dan duduk di bangkunya bersama Zeya.

"Selamat pagi, kaum rebahan yang sangat Fika cintai!" seru Fika yang baru saja datang bersama Vida, Rahmat, Putra, Chintya.

"Dasar anak tiwtter!" balas Anung sengit.

Fika terkekeh dan duduk di bangku sebelah Anung. Karena semalam sudah janjian akan duduk bersama. Mumpung semester baru, bisa bebas rolling tempat duduk.

"Gue duduk sama Rania ya, lo sama Putra," ujar Vida kepada Rahmat. Dan laki-laki itu mengacungkan jempolnya.

"Chin, sama siapa lo?" tanya Tisya ikut nimbrung.

"Sama Lara, eh nggak tau sih, lihat entar aja," balas Chintya tipikal orang santuy.

"Beb," panggil Rahmat sembari menyenggol bangku Rania, membuat Rania menolehkan kepalanya.

"Lo kenapa? Kayak orang galau gitu."

"Enggak, Rahmat. Gue baik-baik aja," sangkal Rania. Rahmat itu orangnya sangat peka, wajar saja bertanya seperti itu.

"Eh, gue mau nanya dah, Beb," ucap Rahmat lagi.

"Apa?"

"Lo sama bang Gesang apa kabar?"

GERA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang