13. GERA

7.3K 425 18
                                    

SELAMAT MEMBACA💘

>>><<<

Hanya bisa tersenyum sebentar lalu menunduk saat Rania bertemu dengan Gesang. Rasanya sangat canggung jika harus bertegur sapa atau mengobrol lama dengan laki-laki itu setelah kejadian kemarin sore yang meyakinkan Rania tentang perasaan Gesang.

"Jangan menghindar, gue nggak bisa lo jauhin gitu aja cuma gara-gara gue jujur sama lo tentang perasaan gue yang sebenernya kaya apa," ucap Gesang seraya menahan lengan Rania. Membuat gadis itu terdiam di tempatnya dan memejamkan mata sebentar.

"Nggak pa-pa kalo sekarang lo belum bisa punya perasaan yang sama kayak gue. Tapi gue minta lo tetep ada buat gue. Kita bisa sahabatan? Dan jangan halangin gue buat berusaha dapetin hati lo." Gesang melanjutkan ucapannya.

Rania menelan salivanya susah mendengar itu semua. Apa ia jujur saja jika saat ini sudah ada hati lain yang singgah di hatinya?

Tetapi ia tak mau menyakiti perasaan Gesang dan Gesang menjauhinya. Cukup kemarin saja, ia merasakan Gesang sebagai orang lain, dan menjaga jarak dengannya. Memang sih baru kenal, tetapi Gesang berbeda. Laki-laki itu mudah sekali mengimbangi kehidupannya.

"Kenapa diem terus?" tanya Gesang dengan nada yang melirih. Sedangkan Rania mendekat ke arah Gesang dan sedikit mendongak.

"Gue hargai perasaan lo, tapi maaf seperti yang lo bilang, gue belum bisa punya perasaan yang sama kaya lo. Gue bakal terus ada buat lo, lo sahabat gue," balas Rania sedikit ragu dengan ucapannya sendiri.

Gesang tersenyum singkat dan berlalu pergi begitu saja tanpa sepatah kata apapun. Rania juga demikian, berjalan menjauh, berbeda arah dengan Gesang. Keduanya berjalan saling membelakangi.

>>><<<

Mendapatkan jam pelajaran olahraga siang hari ini memang ada enaknya dan ada tidaknya. Tidak enaknya itu harus panas-panasan dan enaknya bisa gabung dengan jadwal olahraga adik kelas. Adik kelas paling junior yang baru saja selesai MPLS selama seminggu.

Kenapa enak? Jika bagi Linggar enak karena bisa sepik-sepik dikit ke gadis-gadis yang masih polos dan bening-bening. Sudah ada lima orang gadis jurusan IPS yang Linggar dekati. Mereka semua luluh, bahkan tertawa senang ketika Linggar melontarkan kata-kata jokes yang receh sekali.

"Untung olahraga cuma ada dua jam pelajaran. Kalo seharian bisa baper semua itu delapan belas cewek," kata Gesang menyeletuk. Ia jengah sekali melihat Linggar memulai aksi konyolnya.

"Biarin aja, daripada dia mikirin Rinta terus mending cari kebahagiaan baru. Lagian Rinta udah sama yang lain," balas Diko yang saat ini duduk di samping Gesang sembari mengelap keringatnya menggunakan handuk kecil.

"Ya nggak gitu juga caranya. Baperin orang banyak terus ditinggalin semua. Nggak gentle!"

"Lo juga sama aja, bisanya cuma buat orang lain baper terus lo nggak mau tanggung jawab. Udah kayak fakboy lo."

Gesang menolehkan kepalanya dan meninju pelan lengan Diko. Diko hanya terkekeh kecil menanggapinya.

"Enak aja lo ngatain gie fakboy. Salah mereka sendiri minta gue gombalin, mana pernah gue deketin cewek duluan?"

"Pernah," sahut Diko, "lo kan deketin Rania duluan. Jangan lupain itu ya."

"Sialan!"

Diko bangkit dari posisi duduk ngempernya dan meneriaki nama Linggar agar laki-laki itu mendekat.

"Gue mau ganti dulu, Sang. Habis ini pelajarannya Bu Siwi," pungkas Diko.

"Yoi, duluan aja. Gue masih mau di sini."

Ini kebetulan atau memang sudah sekenario Tuhan, Gesang tidak tahu. Yang pasti ini keberuntungannya. Di koridor yang melewati lapangan ada Rania dan salah satu siswi yang tak Gesang kenali. Mungkin itu teman sekelasnya. Dua gadis itu masing-masing membawa setumpuk buku paket.

Sebagai laki-laki yang bertanggung jawab dan gentleman, Gesang bangkit dari duduknya dan menghampiri kedua gadis itu.

Gesang berhenti di depan Rania dan temannya. Membuat dua gadis berparas cantik itu menghentikan langkahnya dan saling melempar tatapan bingung.

"Biar gue bantu. Kalian cewek, nggak pantes dapet tugas yang berat-berat," pungkas Gesang mengulurkan tangannya untuk mengambil buku paket yang ada di tangan temannya Rania.

"Sekarang cewek dan cowok itu sederajat. Lagian kami lagi memenuhi tugas piket harian," balas Rania.

"Gue tau. Lagian nggak mungkin piket harian isinya cewek semua, pasti ada cowoknya. Tapi kenapa hal-hal berat kayak gini harus cewek yang nanggung?" sahut Gesang tak mau kalah dengan balasan Rania.

Laki-laki itu juga menyuruh Rania untuk meletakkan buku paket yang gadis itu bawa ke tumpukan buku paket yang ada di tangannya.

"Gue bantu bawain buku-buku ini ke kelas, kalian berdua jalan duluan!" suruhnya pada Rania dan temannya. Dan dituruti dengan senang hati.

Sesampainya di kelas, Gesang langsung meletakkan seluruh buku paket yang berjumlah delapan belas ke atas meja guru. Laki-laki itu menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Dengan sorot mata yang tegas.

"Buat kalian semua yang ngaku cowok jangan pernah ngasih tugas-tugas berat ke cewek. Kalian nggak malu sama otot, masih bisa ngelimpahin tugas berat ke cewek? Kalo nggak sanggup sama tugas-tugas seorang cowok bilang ke gue, biar gue yang nanggung!" papar Gesang lantang.

Seluruh murid XI IPA-1 seketika bungkam mendengar Gesang bersuara seperti itu. Apa ada yang salah? Kenapa laki-laki itu datang ke kelas mereka dan marah secara tiba-tiba?

"Kak Gesang kenapa, sih?" tanya Tisya yang berani membuka suaranya.

Bahkan siswa laki-laki tidak berani menimpali perkataan Gesang karena enggan mencari masalah dengan kakak kelasnya yang sangat mereka segani di sekolahan ini.

"Lo bayangin aja sendiri, dua temen cewek lo bawa buku paket berat-berat dari perpus yang ada di ujung sekolahan. Gimana rasanya kalo kalian jadi Rania sama temennya? Seharusnya tugas kaya gitu cowok yang handle," jawab Gesang masih senantiasa menyindir kaum adam yang ada di kelas ini.

Gesang tahu, kelas ini merupakan kelasnya anak alim, mayoritas XI IPA-1 muridnya kalem-kalem semua. Tidak akan ada yang melabrak atau menggretaknya jika Gesang berani terang-terangan menegur seperti ini.

"Itu kan kewajiban yang dapet tugas piket harian, Kak. Wajar dong Rania ambil buku di perpustakaan kan Rania kedapetan jadwal piket hari ini," sergah Tisya.

Gesang menyunggingkan senyum miringnya.

"Lo nggak paham sama apa yang gue omongin dari tadi?"

Tisya menelan salivanya dan melirik Rania yang sudah duduk di tempatnya.

Oh jadi dari tadi Kak Gesang belain Rania? Dia marah-marah gitu cuma gara-gara Rania ambil buku paket di perpus? Batin Tisya tidak mengerti dengan pola pikir Gesang.

"Intinya gini, yang ngaku cowok kudu sebanding sama tindakannya! Nggak suka gue ngomong kayak tadi bisa cari gue ke kelas. Lo semua pasti tau di mana kelas gue," ujar Gesang mencoba meredam emosinya dan berlalu pergi dari kelas XI IPA-1.

Setelah Gesang pergi Rania membuka suaranya. "Jangan dimasukin ke hati omongan dia. Emosi dia lagi nggak stabil, gue mohon kalian bisa ngerti."

Ya, Rania rasa emosi Gesang sedang tidak stabil akhir-akhir ini. Gesang sedikit berbeda dari Gesang yang ia kenal pertama kali. Gejolak emosi itu sampai ke benak Rania, berkecamuk di kepalanya.

to be continue

Follow IG WATTPADISA

GERA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang