33. GERA

4.9K 304 4
                                    

06.35 Waktu Singapura. Diko sudah siap berkemas untuk pergi ke Bangka Belitung. Sedangkan Papanya, sudah lima menit yang lalu pergi ke bandara untuk kembali ke Jakarta karena sebuah pekerjaan yang mengaharuskannya cepat tiba di Jakarta. Alhasil, tidak bisa menemani Diko untuk menemui Neneknya.

"Udah beres semuanya," gumam Diko. Kontan matanya melirik ke arah layar ponselnya yang menyala. Menandakan ada sebuah notifikasi baru.

Diko meraih ponselnya dan duduk di sofa. Ada email baru dari Valleta. Hampir satu bulan ini gadis itu tidak mengirim email yang selalu menyakan kabarnya dan sekolahnya. Tetapi, pagi ini, gadis itu kembali mengirim email. Isinya belum Diko ketahui. Berat sekali untuk membukanya. Tetapi, Diko sangat penasaran dengan isinya. Sepuluh menit bergelut dengan perasaannya, Diko memantapkan diri untuk membuka email dari Valleta.

ValletaRivania
Ke Saya

Derlan, kabar kamu baik, kan?
Aku punya kejutan buat kamu. Enggak tau sih, kamu bakalan seneng atau enggak pas tau kejutan dari aku ini, hehe.

I miss u, so much! Tapi bukan itu kejutannya.

Aku mau kasih tau satu hal dulu. Aku seneng, seneng banget malah pas kamu tiba-tiba ngirim email ke aku, dan bilang kalo waktu itu hape kamu sempet dipegang Gea. Bukan kamu yang minta aku ngejauh, tapi Gea. Aku seneng kamu jujur. Itu yang aku sukai dari cowok nakal kayak kamu.

Udah sih, udah lalu juga. Sekarang aku mau ngasih tau tujuan aku ngirim email lagi buat kamu. Aku harap kamu seneng sama kabar tentang aku yang satu ini.

Aku bakalan ke Indonesia dalam waktu dekat ini. Tapi enggak tahu kapan. Cuma sebentar dan aku pengin banget ketemu sama kamu. Nggak ada dua hari aku di Indonesia. Aku cuma menuhin undangan dari salah satu keluargaku yang mau nikah. Dan habis itu balik lagi ke Amerika:( aku masih ada jadwal kuliah. Nggak bisa liburan kaya kamu sekarang.

Aku capek ngetik. Pengin nelepon kamu, kangen sama suara kamu. Tapi pasti nggak bakalan kamu terima telepon dari aku. Nggak apa deh, yang penting kamu bisa luangin waktu buat ketemu sama aku nanti pas aku udah sampe Indonesia. Eh Indonesia luas, maksud aku di Jakarta. Aku tunggu kamu di tempat biasa. Masih inget, kan? Aku harap kamu masih inget.

Udah dulu, ya?

Salam, Valleta♡

Diko menghela napasnya panjang. Menemui Valleta saat gadis itu berada di Indonesia? Apa Diko bisa mewujudkan keinginan gadis itu? Gadis yang masih memenuhi ruang dihatinya. Iya, gadis yang akan tetap dan terus ada di setiap sudut hatinya.

Diko mengacak rambutnya pelan dan bangkit. Ia harus ke bandara sekarang, sebelum tertinggal pesawat yang akan take off  kurang dari satu jam.

>>><<<

"Kamu beneran udah nerima perjodohan dari Tante Rahma?" tanya Gizca pada Gesang yang sedang duduk berhadapan dengannya.

Gesang menggelengkan kepalanya mantap. "Kak Gizca kenapa nanya itu? Udah pasti jawabannya enggak," ujar Gesang.

"Terus kenapa kamu sekarang deket lagi sama Lusiana? Ya, aku ngira kamu udah nerima perjodohan yang Tante Rahma buat. Nggak salah dong, aku punya anggapan seperti itu?"

"Iya nggak salah. Cuma kurang tepat aja, lagian aku ke sini itu bukan mau bahas Lusiana. Aku mau bahas Rania."

Yap, Gesang datang ke rumah Omanya lagi. Bertemu Gizca, adik Gatra, itu tujuan utamanya. Sehabis ini baru ia akan menemui Omanya yang sibuk dengan hobi mengkristiknya.

"Cewek yang lagi deket sama kamu? Ok, ini kali pertama kamu mau cerita tentang dia ke aku. Kamu kemana aja, hm?"

Gesang terkekeh dan membalas, "Udah lama mau cerita, Kak Gizca aja yang sering pergi sama doi ketimbang mau nemuin aku."

"Aku sibuk kuliah! Jangan sok tau deh," ketus Gizca.

"Canda elah, Kak, serius amat. Sekarang galak ya? Jadi kaget, hehe," ucap Gesang.

"Bang Gatra ngajarin kamu apa aja sih, Sang?"

"Ngajarin apaan sih?" beo Gesang yang tidak paham dengan pertanyaan kakak sepupunya itu.

"Nggak ada, lupain."

"Dih, nggak jelas. Udah lah dengerin aku mau cerita," ujar Gesang. "Aku suka sama Rania, mungkin udah sayang, atau cinta? Haha, nggak tau lah. Intinya aku nyaman sama dia, dia juga gitu, kayaknya. Tapi masalahnya satu, Rania udah punya cowok. Cowoknya Rania itu Galvan," lanjutnya bercerita.

"Musuh kamu itu?"

"Tepat sekali. Jadi aku harus gimana?"

Gizca nampak berpikir. Ini kali pertama Gesang benar-benar serius dengan perasannya. Sebenarnya Gizca sudah sering mendengar kisah Gesang dan Rania dari Gatra. Gizca juga cukup pusing memikirkan jalan keluarnya. Tidak mungkin kan menyuruh Gesang menghapus perasaannya untuk Rania? Gizca tahu itu hal yang susah untuk Gesang. Tetapi jika ingin lanjut, Gizca tidak mau Gesang kenapa-kenapa.

Gizca dari kecil sudah bersama-sama dengan Gesang. Gesang itu adik kesayangannya. Laki-laki kebanggaannya setelah Kakek, Papa, dan Gatra. Gatra-Gizca-Gesang cukup memiliki batin yang kuat. Satu di antara mereka terluka semua merasakannya. Tidak lahir dari rahim yang sama tapi entah kenapa kekuatan batin mereka tidak bisa diragukan lagi.

"Kak, gimana ada solusi nggak?"

Gizca mengerjapkan matanya. Menepis jauh-jauh lamunannya dan mengulum senyum tipis.

"Kamu sendiri maunya kayak gimana? Jujur aku nggak bisa kasih kamu saran, atau kasih kamu jalan keluar. Aku pusing sendiri mikirin nasib kamu yang kayak gini," kata Gizca.

Gesang meringis, nasibnya ya? Gizca saja pusing, apalagi dia. Tapi Gesang bawa santai saja. Toh, Rania tidak akan jauh-jauh darinya. Tidak apa jika memang hatinya dan hati Rania tidak bisa menyatu, yang terpenting, raga mereka selalu bersisian.

"Ya, aku maunya Rania sama aku lah! Aku tunggu sampe Rania putus sama Galvan," kata Gesang mantap.

Gizca mengangguk-anggukkan kepalanya pelan.

"Tapi kamu nggak takut dicap penadah bekasan musuh? Ehem, orang lain."

Gesang menatap Gizca dengan satu alis yamg terangkat sempurna. "Kenapa harus takut? Rezeki, jodoh, maut udah ditentuin sama Tuhan. Semua umat-Nya punya garis nasibnya masing-masing. Kalo gue jodohnya sama Rania, gimana? Apa masih bisa gue dianggep penadah bekasan orang?" paparnya.

Gizca menggelengkan kepalanya pelan. "Rumit-rumit. Aku angkat tangan ya, Sang?"

Gizca meraih ponselnya yang menyala. Ada satu pesan yang membuatnya bergegas untuk bersiap diri.

"Aku mau pergi kalo kamu masih mau di sini jangan ngerusuh, ya?" canda Gizca.

"Mau ke mana?"

"Jalan sama Gantan, biasalah anak muda."

Gesang mendelik mendengar nama yang Gizca sebutkan. Gantan? Gantan temannya itu kah? Teman yang ia kenal pertama kali karena Diko?

"Yang punya kedai kopi?"

Gizca menautkan kedua alisnya. "Kok kamu tau?"

"Aku kenal dia, Kak. Yaudah salam aja dari Gesang. Pasti dia tau kok," jawab Gesang.

Gizca mengangguk dan mengecup sekilas pipi kanan Gesang. Membuat laki-laki itu bergidik geli. Kebiasaan Gizca sejak kecil yang sering mencium pipinya itu yang mulai Gesang hindari. Takut dikira sepasang kekasih. Umur Gizca yang menginjak ke sembilan belas, tahun ini, terlihat masih seumuran dengan Gesang yang masih tujuh belas tahun.

"Dunia luas tapi rasanya sempit banget," gumam Gesang melihat Gizca masuk ke mobil Gantan dari kaca jendela.

to be continue

GERA [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang