Sepanjang perjalanan Jinyoung menatap keluar jendela melihat indahnya jalanan. Sambil memeluk Yeji yang kini menatap kosong ke depan lalu tangannya yang berada di lengan sang putri mengusap-usap dengan lembut, berusaha menenangkan hati Yeji yang sempat bergemuruh. Gadis remaja itu sempat menangis namun berkat ucapan penenang Jinyoung gadis remaja itu berhenti menangis.
"Mommy"
Jinyoung yang di panggil pelan oleh Yeji kemudian menunduk menatap sang putri.
"Iya sayang"
"Apa Daddy Jaebum benar-benar Daddy Yeji?" Tanya Yeji lirih.
Jinyoung terdiam, menelan ludah oleh pertanyaan sederhana putri kesayangannya. Sebenarnya hanya perlu menjawab 'iya' namun Jinyoung merasa lidahnya kelu untuk mengucapkan itu. Hal-hal buruk kini bersarang di benaknya. Semenjak kejadian tadi di rumah mertuanya, Jinyoung jadi banyak merenungi. Ia merutuki diri sendiri, karena ulahnya dan Jaebum akhirnya anak-anak mereka jadi korban. Jika saja dulu Jaebum tidak berkhianat mungkin keluarga kecilnya akan bahagia hingga sampai saat ini namun itulah kehidupan rodanya terus berputar bahkan kita tidak tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Apa itu baik atau pun buruk kita tidak tahu namun Tuhan sudah jauh-jauh hari menuliskannya untuk kita hanya tinggal bagaimana kita menerima dan mensyukurinya. Karena segala sesuatu yang tuhan berikan itu sudah pasti yang terbaik untuk kita.
Dan Jinyoung percaya itu.
"Iya sayang, memangnya kenapa?"
"Kalau memang iya kenapa tadi halmoni seperti itu pada Yeji? Apa salah Yeji, mommy?"
Jinyoung terdiam, hatinya sakit menatap putri kesayangannya kembali menitikkan air mata. Kembali terisak di pelukannya dan memeluk erat tubuhnya. Jinyoung berusaha menahan air mata sebisa mungkin. Ia tidak mau Yeji melihatnya menangis. Ia harus kuat demi anak-anaknya. Mungkin karena pun sudah terbiasa Jinyoung sudah bisa menyembunyikan air matanya.
"Yeji tidak salah, tidak ada yang salah sayang. Mungkin karena halmoni baru saja bertemu dengan Yeji dan belum berkenalan denganmu jadi halmoni seperti itu. Maafkan halmoni ya, Yeji jangan benci halmoni karena sebenarnya halmoni adalah orang yang baik. Mungkin saat ini hanya butuh waktu saja agar halmoni bisa sayang dengan Yeji sama seperti halmoni sayang dengan Daniel dan Hyunjin oppa"
Jinyoung mengusap lembut surai Yeji. "Sudah jangan menangis lagi nanti kepala Yeji bisa sakit kalau menangis terus. Lagi pula nanti kalau nenek lihat bisa di marahi mommy karena membuat cucu kesayangannya menangis"
Yeji mengangguk kemudian mendongak menatap Jinyoung. Wanita itu tersenyum kemudian mencium kening Yeji.
"Ne, mommy. Yeji tidak benci halmoni kok. Yeji hanya sedih saja tapi Yeji berusaha mengerti karena Yeji baru saja bertemu dengan halmoni"
"Nah iya, jadi anak mommy jangan sedih lagi ya"
Yeji mengangguk di dalam pelukan Jinyoung. Gadis remaja itu memeluk tubuh Jinyoung semakin erat, menenggelamkan wajahnya di dada sang ibu.
"Yeji sayang Mommy"
"Mommy lebih sayang Yeji"
Jinyoung mengecup pucuk kepala Yeji berkali-kali. Ia sangat bersyukur putrinya ini adalah anak yang sangat pengertian. Ia tidak sulit membuat Yeji mengerti dan menurut. Jinyoung memejamkan mata, teringat akan Daniel dan juga Hyunjin di sana. Jinyoung terus berpikir apakah keputusan nya ini benar atau salah namun seketika matanya terbuka.
"Pak Hwang"
Pria paruh baya yang tengah fokus mengemudi menatap Jinyoung lewat kaca spion di atas.
"Iya nyonya muda"
"Mm.. kita pergi Seoul saja"
"Baik nyonya muda"