Princess Syndrome | D e l a p a n b e l a s

72 4 0
                                    

[Delapan belas]


Chiara semakin mempercepat langkah menuju ruangan Papa, tak memperdulikan bahunya beberapa kali menabrak orang lain, rasa khawatir membumbung tinggi. Serta dibelakangnya diikuti Kak Lala dan Mama yang sama paniknya. Begitu Chiara sampai depan ruangan Papa langsung berhadapan dengan Lukas, melemparkan rentetan pertanyaan yang tidak mungkin Lukas jawab saat ini juga.

"Gimana keadaan Papa? Gimana kondisinya? Gimana-"

"Mending lo langsung lihat deh, dari pada nanya segitu banyaknya yang nggak mungkin gue jawab." Sela Lukas mempersilahkan Chiara masuk ke ruang inap Wahyu. Lukas menunduk hormat ketika tahu Chiara bersama Ibu Mertua serta kakak iparnya.

"Pa bangun Pa, ini Chiara." Ujarnya lirih, membangunkan Papa yang kondisinya sudah lemah.

Astri, Mama Gavin, mendekat kearah Chiara dan mengusap punggung Chiara penuh kasih sayang, berharap bisa menenangkan sang menantu yang tengah panik.

"Kemarin kan udah janji sama Ara kalau nggak sakit lagi, udah janji juga sama Ara kalau mau sembuh dan berkunjung ke makam Mama sama-sama, jangan ingkar lagi Pa, aku nggak akan maafin itu." Bisiknya melemah, tubuhnya seidkit membungkuk berbisik di telinga Wahyu.

"Nak udah, Papa Wahyu baik-baik saja." Ujar Astri menenangkan Chiara.

Chiara menatap mertuanya sendu, "Ma Papa sekarat, jantungnya hampir berhenti berdetak kata Lukas tadi, gimana aku nggak panik." Entah keberanian dari mana, yang jelas cara bicara agak menyentak Mama kali ini. Ya mungkin saja sedang panik dan tak bisa berpikir normal.

"Papa tahu kan hal yang paling aku benci apa?" Wahyu masih terpejam walau anaknya bertanya seperti itu, "Aku paling benci ditinggalkan Pa, aku paling benci sendiri, jadi tolong bangun. Ara yakin Papa masih kuat, Ara akan sembuhin Papa." Racaunya diiringi isakan.

Semalam baru saja merasakan bahagia karena Gavin menganggap keberadaannya, tak mengabaikannya lagi dan bahkan saling bersentuhan fisik mengenal lebih dalam, tapi kali ini Tuhan kembali mengujinya dengan menjadikan kondisi Papa selemah ini. Chiara tidak sekuat apa yang mereka kira tapi kenapa Tuhan selalu memberikan ujian seberat ini?

"Aku bakal nengokin Papa tiap hari,"

"Aku bakal buatin bubur ayam kesukaan Papa setiap pagi,"

"Aku bakal nemenin Papa seharian kalau Papa bangun,"

"Dan aku juga bakal kabukin permintaan Papa yang katanya minta cucu, bangun Pa."

Chiara sudah tidak kuat, tangisannya menjadi apalagi ketika Mama coba menenangkan dengan memeluknya erat. Wanita paruh baya itu selalu memberikannya kekuatan besar belum lagi Kak Lala.

"Ma Papa Ma, Papa nggak bakalan pergi kan?" Lirihnya menatap kondisi Wahyu.

Lala, perempuan itu dibuat trenyuh dengan isakan Chiara. Bahkan seumur-umur baru kali ini melihat Chiara menangis, meraung penuh kesakitan seolah memang Wahyu tidak boleh diambik kali ini. Lala menangis, menemani Chiara, begitupun Mama.

"Aku nyesel kenapa waktu itu nggak nurutin permintaan Papa, aku nyesel nggak ngerawat Papa dari dulu dan aku nyesel nggak pernah lihat perkembangan kondisi Papa." Racaunya menangisi Papa.

"Pa jangan-"

Hingga suara bip berkali-kali terdengar membuat semuanya syok. Tangis Chiara semakin menjadi, meraung mendekat ke ranjang rumah sakit yang Papa gunakan, membangunkan berkali-kali namun hasilnya nihil. Astri dan Lala tak bisa membendung tangisannya, "La kamu telfon Gavin sekarang." Perintah Astri.

Lala mengangguk, memisahkan diri dengan meninggalkan ruang rawat Wahyu.

Astri kembali mendekati Chiara, menenangkan Chiara yang tangisannya semakin menjadi. Ia yakin kalau Wahyu baik-baik saja, Wahyu pasti kuat demi anak semata wayangnya yang saat ini tengah meraung.

Princess Syndrome [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang