Princess Syndrome | S e b e l a s

67 6 0
                                    

[Sebelas]

Semakin menelungkupkan wajah diantara guling dan kasurnya yang super empuk, otaknya sibuk memikirkan ucapan Mama yang baru saja terucap. Ia tidak tahu apa maksud Mama mengatakan ini, menurutnya, mungkin saja Mama sengaja membuat pikirannya kacau, dan bisa saja Mama sengaja membuatnya merasa bersalah setelah itu akan merubah sifatnya pada Chiara. Oh astaga tidak pernah, ia tidak mau berdamai dengan perempuan sinting bernama Chiara, apalagi mengasihani perempuan itu. Tidak, jangan pernah berharap pada Gavin Savian Alejandra.

“Kita seharusnya lebih menjaga Chiara, Mama nggak tega liat kondisinya kayak gini, jadi ingat tiga tahun yang lalu setelah kamu menikahi Chiara.”

Saat itu bibirnya gatal ingin bertanya ‘kenapa’, tapi ia tidak bodoh dengan membuat keluarga Alejandra tahu bagaimana kondisi rumah tangga yang dialami selama ini. Apalagi Mama, Gavin tidak mau melihat Mama kesakitan diruangan serba putih itu.

“Dulu Mama maksa kalian tinggal disini ya demi Chiara, supaya dia nggak kalut, supaya dia ada temennya ngobrol dan supaya nggak melakukan hal sembrono.”

Kalimat kedua Mama yang semakin membuat Gavin tertarik, kira-kira sejauh mana Mama tahu tentang Chiara. Sampai sedetail itu, Gavin saja yang satu rumah dengan Chiara hampir tidak tahu semua tentang istrinya itu. Yang Gavin tahu Chiara hanya suka berpesta tidak penting bersama teman-temannya, itu saja, selebihnya Gavin tidak tahu bahkan tidak mau tahu.

“Ini kejadian masa lalu, istrimu hampir saja memotong nadinya.”

Sinting!

Dan kalimat ketiga ini sukses membuatnya menahan napas. Beberapa detik, sampai Mama menatapnya seolah penuh permohonan untuk menjaga Chiara. Demi apapun ia sama sekali tidak tahu sampai jauh, apalagi bunuh diri, ia tak pernah menyangka Chiara dulu seberani itu. Astaga memang perempuan sinting, Chiara perempuan sinting.

Dan ini juga salahnya selalu memasang wajah datar ketika ada bersama Mama dan Papa. Setelah membaringkan Chiara diatas kasur, ia langsung pergi begitu saja tak memperdulikan Mama dan Papa disana, karena mungkin ia masih jengkel dengan ucapan Chiara di rumah sakit tadi. Seharusnya Gavin pandai bermain peran, ditutupi seapik mungkin dan tidak berujung dengan Mama mengatakan hal yang tidak ingin Gavin dengar. Justru ini malah membuatnya kepikiran dan tak nafsu makan.

“Mama datang waktu tangannya udah keluarin banyak darah, Mama panik dan telfon tim medis. Asal kalian tahu, termasuk kamu Gavin, saat itu Chiara nggak kesakitan sama sekali, dia nggak pingsan, dia nggak nangis, dia Cuma liat Mama dengan tatapan kosong. Wajahnya pucat, keringat dingin, dan setelah itu pingsan. Setengah mati Mama takut, apalagi sampai tercium media dan mereka sebarin berita ngawur, hubungin kamu nggak bisa-bisa. Dan setelah dia sadar, kamu tahu apa yang dia katakan? Ma tolong katakan pada Gavin kalau Ara lagi ada meeting di Thailand! Dia ngomong kayak gitu karena nggak mau buat kamu khawatir.”

Gavin masih ingat bagaimana seriusnya Mama bercerita, seolah mengingat pengalaman menyakitkan tentang Chiara dulu. Mama juga menceritakan kenapa bisa Chiara seperti itu, nekat bunuh diri disaat baru saja menikah. Dan alasannya adalah karena orang tuanya memustuskan berpisah, bayangkan saja, Gavin menganggapnya berlebihan karena usia Chiara tak lagi belia hingga dia harus tahu dan mengambil sikap bijak. Tapi yang dilakukan perempuan itu justru tak jauh seperti perempuan sinting di luar sana yang dengan mudah mengakhiri hidupnya.

Sumpah demi apapun Gavin masih tidak tenang, hatinya lebih gelisah dari biasanya.

Menjauhkan guling dari wajahnya, napasnya sempat terasa berat, namun perlahan ia menenangkan pikirannya dengan menghirup udala dalam-dalam. Tubuhnya berganti posisi menjadi telantang dan menatap langit-langit kamar, tenggorokannya ia paksa menelan saliva walau kesusahan, astaga ada apa dengan dirinya?

Princess Syndrome [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang