Princess Syndrome | T i g a b e l a s

66 4 0
                                    

[Tiga belas]

"Ra bangun, sarapan!"

Tiga kata itu mampu membuat tidur nya, yang benar-benar nyenyak, terusik. Tubuhnya menggeliat pelan, mengumpulkan kesadaran dan mengingat-ingat kembali apa yang terjadi semalaman. Yang jelas pertama kali yang dilihat adalah selimut beberapa lapis menggulung tubuhnya, serta ia mendengar suara merdu Gavin dipagi hari yang tak pernah ia dengar tiga tahun ini.

Gavin bantu menyibak selimut tebal berlapis ditubuh istrinya, melipat selimut dan meletakkannya diujung ranjang, "Mama udah buatin bubur buat lo." Ujarnya membantu Chiara duduk dengan benar, bersandar pada punggung ranjang.

Ikut duduk di sisi ranjang dekat Chiara, tangannya meraih mangkuk berisi bubur buatan Mama, lantas menyodorkan pada Chiara. "Berantem sama gue butuh tenaga banyak, jadi lo harus habisin bubur ini." Ujarnya setengah bercanda.

Sama sekali Chiara tak tertawa, yang ada hanya raut datar serta meraih mangkuk berisi bubur itu ogah-ogahan. Apa-apaan ini, kenapa lelaki itu bersikap seperti ini padanya?

Ah Chiara tak perduli, paling hanya kasihan. Ia mulai menikmati bubur buatan Mama yang selalu lezat. Cukup lama karena Chiara hati-hati sekali, sednagkan lelako didepannya hanya mengamati apa yang Chiara lakukan.

Mungkin tidak sabaran, justru tangannya mengambil alih mangkuk di tangan Chiara. "Makan lo lama, bentar lagi gue ada meeting, nggak mungkin gue nunggu sampe lo selesai makan." Katanya lantas menyuapi Chiara.

"Lo bisa pergi tanpa harus nunggu gue makan. Kayak biasanya aja, disini nggak ada Mama maupun keluarga lo, jadi nggak usah pura-pura." Jawab Chiara dengan ekspresi datar dan membuang wajah kesegala arah.

"Gue nggak mau pagi-pagi kena omel Mama."

Sialan, alasannya hanya tak ingin diomeli Mama? Bukankah itu alasan paling sialan yang pernah Chiara dengar? Astaga, seharusnya lelaki itu membangkang saja dan tak memperdulikan Chiara yang tengah aakit seperti ini. Karena sama saja lelaki itu semakin membuat hidup Chiara ditumbuhi berbagai pengharapan yang belum tentu nyata adanya.

Chiara berniat merebut mangkuk berisi bubur namun Gavin gesit menepis dan kembali menyuapi, memasang tampang watados, dalam hati sampai mengumpat akan menampar pipi lelaki itu jika keadaannya puluh nanti.

"Kalau mau jenguk Papa tungguin gue, atau pergi sama Pak Bejo aja."

"Gue juga udah hubungin Dokter Lukas untuk tanya keadaan Papa, beliau kondisinya stabil dan enggal nunjukin raksi aneh."

"Satu lagi, jangan ngelakuin hal aneh apapun yang bakal rugiin banyak orang. Kalau ada apa-apa lo bisa cerita sama Mama, Kak Lala juga di rumah."

Cukup terkejut mendengar Gavin bicara panjang lebar seperti ini, seperti tengah mengkhawatirkannya namun kalimat terakhirnya membuatnya sadar kalau lelaki itu tak mau repot apapun karena ulah yang ia buat.

"Lo sehat ngomong panjang lebar sama gue? Kemana kalimat ketus yang tiap hari lo tunjukin buat gue?" Chiara bertanya karena maish terheran-heran.

Menerima suapan terakhir, ia memperhatikan Gavin yang menaruh mangkuk diatas nampan secara hati-hati, beganti mengambil gelas berisi air putih, lelaki itu menatapnya cukup lama. "Gue lagi nggak mau bikin masalah sama lo. Nggak lupa kan kalau kita lagi di rumah Mama? Gue cuma ikutin perintah lo juga yang katanya harus kelihatan kayak keluarga harmonis." Jawabnya acuh lantas menyodorkan gelas kehadapan Chiara.

Gavin juga heran dengan sikapnya sendiri yang tiba-tiba mau melakukan ini untuk Chiara. Tadi sebelum ia sampai di kamar ini, Mama jelas menyuruh Kak Lala untuk membawakan makanan untuk Chiara, tapi ia menahan langkah kakaknya dan merebut nampan yang diatasnya terdapat mangkuk bubur serta air putih untuk Chiara.

Princess Syndrome [END] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang